www.MartabeSumut.com, Medan
Bantuan
Hukum dan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (BAKUMSU) sangat
menyayangkan terjadinya berbagai rangkaian kerusuhan dan kekerasan di
Jakarta pada 21 sampai 22 Mei 2019. Apalagi, kerusuhan dan kekerasan
dipicu lantaran aksi penolakan hasil Pemilu 17 April 2019 yang telah
diumumkan KPU. Siapapun dalang kerusuhan yang menelan sedikitnya 8 orang
meninggal dunia, ratusan mengalami luka-luka, puluhan gedung dan sarana
publik rusak, itu harus diusut tuntas oleh aparat hukum.
Demikian pernyataan Pers Direktur BAKUMSU Manambus Pasaribu yang diterima www.MartabeSumut.com,
Senin (27/5/2019). Menurut Manambus, hingga kini belum jelas terungkap
siapa dalang dibalik kerusuhan. Namun peristiwa mengindikasikan
seolah-olah aparat kepolisian gagal dalam menjalankan fungsi untuk
menghormati dan melindungi hak asasi manusia (HAM). “Patut juga
dipertanyakan sejauh mana kepolisian patuh terhadap Peraturan Kapolri
(Perkapolri) Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Begitu pula
Perkapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan
Kepolisian,” terangnya.
Dalam Standar dan mekanisme HAM,
katanya lagi, mewajibkan negara menghormati, melindungi serta memenuhi
hak asasi manusia. Penghormatan terhadap HAM salah satunya adalah
jaminan bahwa aparat negara (TNI dan Polri) bisa menahan diri dari
segala tindak kekerasan ketika berhadapan dengan masyarakat sipil.
Negara juga berkewajiban melindungi setiap individu dari segala
perlakuan yang kejam dan merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Baik yang
dilakukan oleh aparat negara maupun aktor ketiga selain aparat negara.
“Negara punya kewajiban memenuhi hak asasi manusia. Diantaranya
memastikan bahwa hukum dapat ditegakkan demi pemenuhan keadilan,” tegas
Manambus.
Pembatasan Akses Media Sosial
Pada
sisi lain, lanjut Manambus, BAKUMSU mempersoalkan juga kebijakan
Kementerian Komunikasi dan Informasi yang sempat membatasi akses
terhadap media sosial. Sebab berpotensi melanggar hak atas informasi dan
kebebasan berpendapat. Dalil bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
mencegah penyebaran hoax, dinilainya terkesan sangat subjektif
bagi publik dan tidak cukup kuat membenarkan tindakan tersebut. “Tanpa
ada penjelasan dan pertanggungjawaban yang jelas terhadap publik,
dikuatirkan tindakan semacam ini berpotensi terulang kedepan,” ingatnya.
Bagi
BAKUMSU, simpul Manambus lebih jauh, kekerasan dalam bentuk apapun
tidak bisa dibenarkan. Untuk itu, BAKUMSU sebagai lembaga yang fokus
pada penegakan hukum dan HAM menyerukan perlu ada upaya konkret mengusut
tuntas peristiwa kerusuhan sehingga jadi terang kepada publik. Atas
dasar tersebut, BAKUMSU disebutnya mendesak 4 Sikap. Pertama, kepolisian segera mengusut tuntas dalang dibalik terjadinya kerusuhan. Kedua, semua pihak yang terlibat harus diproses sesuai hukum. Dalam penanganan
kekerasan aparat Kepolisian wajib profesional melakukan tugas dan
fungsi dengan mengacu Peraturan Kapolri No.8 tahun 2009 dan Peraturan
Kapolri No.1 tahun 2009. Ketiga, mengungkap dan menuntaskan kasus
memerlukan independensi sehingga dirasa perlu pembentukan Tim Pencari
Fakta Independen yang kuat dari penegak hukum untuk menghindari bias
kepentingan politik. Keempat, Komnas HAM melakukan intervensi dan investigasi sesuai tugas pokok dan fungsi. (MS/DEKS)