Terungkap ! Ini Perilaku Dosen USU HS Sang Predator Seks Mahasiswi Sendiri

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Kendati korban “D”, mahasiswi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan yang jadi korban pelecehan seksual dosennya itu belum berhasil dikonfirmasi, namun Ketua Koalisi MedanWomenMarchMdn Lely Zailani mengungkapkan modus perbuatan sang dosen “HS” saat menjadi predator seks pada 3 Februari 2018 silam.

Dikonfirmasi www.MartabeSumut.com Senin siang (27/5/2019), Lely mengatakan, “D” menjadi korban pelecehan seksual “HS” dengan cara menggerayangi paha dan meraba alat vital korban. Kala itu, ungkap Lely, korban “D” bertemu “HS” di ruang dosen FISIP USU. Rencananya “D” ingin memperbaiki nilai mata kuliah penelitian partisipatif. Setelah ngobrol beberapa lama, “HS” pun mengabulkan permintaan “D”. Ternyata obrolan mereka berlanjut. “HS” tidak hanya membahas nilai. Dia mengajak “D” untuk menemaninya ke salah satu lokasi penelitian berjarak 3 jam dari Kota Medan. “Awalnya peristiwa karena si “D” mau memperbaiki nilai,” ucap Lely melalui saluran telepon. Mendapat ajakan “HS, korban “D” tak begitu saja menerima tawaran tersebut. “D” kemudian menggantungjawaban dan bertanya kepada seniornya di kampus. Mayoritas seniornya pun menjawab bahwa “HS” merupakan dosen yang baik dan sering mengajak mahasiswa melakukan penelitian. Tak menaruh firasat buruk, ungkap Lely lagi, “D” kembali menghubungi “HS”. Kemudian keduanya membuat janji bertemu pada 3 Februari 2018 di depan pintu I USU.

Aksi HS di Dalam Mobil

Masih menurut Lely, sepanjang jalan keduanya melakukan obrolan ringan. Hingga 1 jam perjalanan, “HS” memberhentikan mobil. Dia menjumpai seorang petani lemon di salah satu perkebunan yang belum terungkap sampai sekarang. Tak lama berikutnya “HS” melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka melewati kawasan kebun sawit, yang juga belum diketahui dimana lokasinya. Ketika jalanan diyakini sepi dan aman, “HS” mulai menyentuh paha “D”. Tentu saja “D” terkejut dan tak sempat mengelak. Tangan “HS” sudah menyambar bokong milik “D”. Sementara “D” tak kuasa melawan. “D” takut “HS” melakukan perbuatan yang dapat mengancam nyawanya. “Waktu jalan sepi itulah tangan si “HS” menggerayangi paha “D” sampai ke bokongnya,” singkap Lely. Melihat gelagat itu, “D” hanya bisa mendorong tubuhnya kuat ke dinding pintu mobil. Namun tangan “HS” lebih cekatan. Dia berhasil meraba dada hingga mengusap-usapkan jarinya ke kemaluan “D”. Sekira 2 jam “HS” melakukan aksi bejatnya ini, “D” merasa tak tahan dan meminta diturunkan di depan satu rumah yang diakui “D” sebagai rumah temannya. Padahal bukan. Kelakuan buruk “HS” pun reda. Dia berhenti beraksi dan memberi uang sebanyak Rp. 200.000 tapi ditolak “D”. Selanjutnya “HS” memaksa dan akhirnya “D” menerima. Setelah “HS” tak tampak lagi, “D” yang turun di tengah jalan langsung menunggu angkutan dan bergegas menuju ke Medan. Sepanjang perjalanan “D” menangis dan menceritakan hal tersebut kepada teman satu organisasinya. Selang beberapa hari, kejadian itu dilaporkan kepada Ketua Program Studi Sosiologi USU, Harmona Daulay. Laporan “D” ditindaklanjuti hingga akhirnya “HS” mendapat teguran keras. “Pihak fakultas melakukan investigasi. Tapi terduga pelaku hanya mendapat surat berisi keputusan skorsing dengan tulisan tangan. Tak ada kop surat apalagi tanda tangan Dekan. Tentu saja kondisi ini jadi ancaman khususnya kepada para mahasiswi. Hingga kini oknum dosen “HS” masih bebas berkeliaran,” sesal Lely tak habis pikir. Lely menduga, bukan mustahil masih terdapat korban kekerasan seksual lain di kampus USU namun malu melaporkan peristiwa yang dialami. “Kasus “D” sudah setahun terjadi. Kok belum ada tindakan tegas universitas terhadap dosen “HS” sang terduga pelaku pelecehan seksual ? Itu artinya, ada ancaman serius ketidak-amanan mahasiswi perempuan di USU,” geramnya. Lely menilai, tidak adanya tindakan tegas Rektorat ditengarai lantaran terduga pelaku “HS” memiliki jaringan kuat pada civitas kampus. Sehingga posisi korban “D” menjadi lemah serta tidak dianggap penting untuk diselesaikan. Hingga kini, dosen “HS” juga belum berhasil dikonfirmasi. Dari kampus USU diperoleh informasi, “HS” sang predator seks dikabarkan menghilang seperti ditelan bumi.

Dekan FISIP USU Membenarkan


Terpisah sebelumnya, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Dr Muryanto Amin, SSos, MSi, membenarkan dosen dari departemen Sosiologi inisial “HS” bersalah dan terbukti melakukan tindak kekerasan seksual terhadap “D”, mahasiswinya. Kepada www.MartabeSumut.com, Jumat sore (24/5/2019), Muryanto Amin menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu 3 Februari 2018. “HS” disebutnya sudah mengakui sendiri melalui investigasi kecil Jurusan. “Kemudian kami laporkan ke Dekan FISIP,” terang Muryanto melalui saluran telepon. Saat mengakui perbuatannya, lanjut Muryanto, “HS” mengaku khilaf dan meminta maaf. “Kami kasih sanksi teguran keras,” tegasnya.

Pria yang meraih gelar Doktor dari Universitas Indonesia itu juga membantah kabar bahwa surat teguran untuk “HS” bersifat tidak resmi. Dia memastikan, informasi kasus “HS” tidak ditutup-tutupi. Menyahuti permintaan korban “D” dan pendampingnya pada Kamis (23/5/2019) saat hadir ke FISIP USU, yakni pemecatan dosen “HS” termasuk regulasi penanganan korban pelecehan seksual, Muryanto menyarankan usulan tersebut sebaiknya dibuat tertulis supaya dapat diproses. (MS/PRASETIYO)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here