www.MartabeSumut.com, Medan
Sekretaris Partai Gerindra Sumut Robert Lumbantobing, SE, Ak, MSi, mengatakan, hingga kini Ketua Partai Gerindra Sumut Gus Irawan Pasaribu belum mengambil sikap atas kasus hukum yang menimpa kader Partai Gerindra Pintor Sitorus (PS) dan Benny Harianto Sihotang, SE (BHS). Pada Senin (9/9/2019) PS dilaporkan Lembaga Pemantau Pemilu dan Pemerintahan Sumatera Utara (LP3SU) ke Polda Sumut atas dugaan penggunaan Surat Keterangan Pengganti Ijazah (SKPI) palsu saat mendaftar sebagai Caleg Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) tahun 2019. Sementara BHS BHS, mantan Dirut PD Pasar Horas Jaya Pematang Siantar, telah ditetapkan tersangka oleh penyidik Subdit II Harta Benda Bangunan dan Tanah (Harda Bangtah) Ditreskrimum Polda Sumut terkait dugaan penipuan.
Baca juga: Hari ini 100 Anggota DPRD Sumut Dilantik, Massa Bakal Demo Pintor Sitorus ?
Dihubungi www.MartabeSumut.com, Selasa siang (17/9/2019) melalui ponselnya, Robert menjelaskan, pihaknya masih mendalami keberadaan UU Nomor 2/2018 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Menurut Robert, kedudukan UU MD3 akan dihubungkan dengan kasus PS dan BHS. Khusus status tersangka BHS, Robert menilai bukan mustahil penyidik melakukan pemeriksaan melalui tahapan proses izin dari Badan Kehormatan Dewan (BKD) atau kepala daerah (Kdh). “Apakah UU MD3 diterapkan penyidik setelah BHS resmi jadi anggota Dewan pada 16 September 2019 ? Atau, tanpa UU MD3 karena peristiwa hukum terjadi sebelum BHS menjabat anggota DPRDSU. Sebab UU mengamanahkan bahwa aparat penegak hukum memerlukan izin BKD dan Kdh bila akan memeriksa seorang anggota Dewan yang terlibat tindak pidana. Makanya, kita akan dalami lagi UU MD3,” ucap Robert, sembari menyatakan belum memanggil PS dan BHS karena masih menunggu arahan Ketua Partai Gerindra Sumut. Terpisah, www.MartabeSumut.com mengkonfirmasi BHS melalui saluran telepon, Selasa siang (17/9/2019). Namun sayang, BHS enggan berkomentar dengan alasan sedang ada urusan bersama keluarga. “Nanti ya saya hubungi lagi, saya masih bersama keluarga,” tutup BHS. Perlu diketahu, kabar tak sedap melanda 2 kader Partai Gerindra akibat tersandung hukum. Masalah kian ironis tatkala keduanya merupakan anggota DPRDSU periode 2019-2024 yang baru dilantik pada Senin 16 September 2019.
Kasus BHS
Seperti diketahui, BHS merupakan Caleg terpilih Partai Gerindra untuk DPRDSU 2019-2024 dari Dapil Sumut II Medan Sunggal, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Barat, Medan Baru dan Medan Petisah. BHS sempat “terancam” batal dilantik pada 16 September 2019 lantaran saat itu Polda Sumut dikabarkan akan memeriksanya. Toh, BHS tetap dilantik dan belum diketahui persis apakah terjadi pemeriksaan polisi terhadap dirinya. Semua memang tergantung diskresi kepolisian. Kasus serupa pernah membelit kader Partai Gerindra Eveready Sitorus ketika akan dilantik sebagai anggota DPRDSU periode 2014-2019 atas kasus penipuan/penggelapan. Bahkan situasinya lebih rumit. Eveready Sitorus justru sudah divonis, menjalani hukuman dan sedang ditahan. Namun, kala itu, Eveready Sitorus tetap bisa keluar dari sel menjalani agenda pelantikan dengan pengawalan polisi.
Informasi diperoleh www.MartabeSumut.com, proyek revitalisasi Pasar Horas Jaya Pematang Siantar diproyeksikan tahun 2018 dengan pagu anggaran sebesar Rp. 24 Miliar. Oleh pihak PD Pasar Horas Jaya, yang saat itu jabatan Dirut dipegang Benny Harianto Sihotang alias BHS, memenangkan 1 perusahaan milik Fernando Nainggolan alias Moses bersama rekannya Rusdi Taslim. Seiring berjalan waktu, BHS meminta uang kepada rekanan (Rusdi Taslim). Rusdi Taslim menyanggupi dan menyuruh anggotanya bernama Didit Cemerlang memberikan uang kepada Fernando Nainggolan alias Moses. Selanjutnya Fernando Nainggolan alias Moses mengirim uang lewat rekening kepada BHS. Akan tetapi, proyek pembangunan Pasar Horas tidak terlihat alias fiktif. Akibat kejadian itu, Rusdi Taslim mengaku mengalami kerugian Rp. 1,7 Miliar. Rusdi Taslim pun melaporkan kasus itu ke Polda Sumut dan ditangani Subdit IV/Renakta. Namun karena penanganannya dinilai lambat, akhirnya diserahkan ke Subdit II/Harda-Bangtah. Kasubbid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan, kepada wartawan mengatakan, benar Benny Harianto Sihotang alias BHS ditetapkan sebagai tersangka karena diduga kuat terlibat kasus penipuan dan penggelapan dana revitalisasi pembangunan Pasar Horas di Pematang Siantar. Tapi hingga kini, kata Nainggolan, BHS belum memenuhi paggilan penyidik Subdit II Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Sumut untuk diperiksa. “Benny Harianto Sihotang ditetapkan sebagai tersangka bersama 1 orang lain Fernando Nainggolan alias Moses. Dua-duanya belum memenuhi panggilan penyidik (belum datang ke Polda Sumut),” ungkapnya. Nainggolan menyatakan, penyidik Polda Sumut akan melayangkan panggilan kedua jika kedua tersangka enggan memenuhi panggilan penyidik. “Intinya, kita akan terus memproses kasus ini,” janjinya. Sedangkan Direktur Reskrimum Polda Sumut Kombes Pol Andi Rian, Kamis (12/9/2019) menegaskan, dalam kasus penipuan tersebut Benny Harianto Sihotang merupakan otak pelaku. “Memang dia (Benny Sihotang) yang dilaporkan (otak pelakunya). Sedangkan Fernando ikut serta dalam kasus ini. Dia (Fernando) merupakan orang suruhan Benny,” ucap Andi Rian.
Baca juga: SK Mendagri Belum Turun, Sekretariat DPRDSU Siapkan Pelantikan Anggota Dewan 2019-2024
Baca juga: Prediksi Iskandar Sakty Batubara: dari 100 Anggota DPRDSU 2014-2019, Cuma 25 Persen Incumbent Lolos
Kasus PS
Untuk kasus Pintor Sitorus alias PS, yang pada Senin (9/9/2019) dilaporkan Lembaga Pemantau Pemilu dan Pemerintahan Sumatera Utara (LP3SU) ke Polda Sumut atas dugaan penggunaan SKPI palsu saat mendaftar sebagai Caleg DPRDSU tahun 2019 Dapil Sumut IX, dibenarkan oleh Ketua LP3SU Salfimi, SE. Kepada wartawan, Senin (9/9/2019) di Polda Sumut, Salfimi mengungkapkan, SKPI Nomor 422 CadisdikWil.VII/2018 atas nama Pintor Sitorus. Diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VII Kota Cimahi Drs H Husen R Hasan, MPd. Salfimi menduga kuat, SKPI atas nama PS tersebut melanggar Permendikbud Nomor 29 tahun 2014 tentang Pengesahan Fotocopy Ijazah/STTB dan Penerbitan SKPI. “Dalam SKPI itu kami temukan kejanggalan yang tak sesuai Permendikbud Nomor 29 tahun 2014. Misalnya, SKPI tidak mencantumkan nomor induk, SKPI tak mencantumkan nomor ijazah, SKPI tanpa sidik jari PS, SKPI tidak dibubuhi materai 6.000 dan tidak memuat tanggal SKPI dikeluarkan,” singkap Salfimi, sembari memastikan, andaikan SKPI benar diterbitkan pejabat berwenang, SKPI milik PS juga terindikasi permainan dokumen palsu karena jika suatu sekolah tak lagi beroperasi atau tutup, maka harus memakai format 2B sesuai Permendikbud Nomor 29 tahun 2014.
PS Bantah SKPI-nya Palsu
Menanggapi berita skeptis media seputar dugaan SKPI palsu atas nama dirinya, Pintor Sitorus alias PS pun angkat suara. Kepada www.MartabeSumut.com, Sabtu sore (14/9/2019), Pintor menegaskan, tidak ada alasan melaporkan dirinya sebab pencalonan saat Pileg sudah sesuai prosedur. “Kan partai yang menerima persyaratan dibutuhkan ? Kalo dituduh palsu, lalu aslinya dimana ? Bagaimana maksudnya palsu ? Aslinya dimana kalo dinyatakan palsu,” ujar Pintor melalui saluran telepon. Dia mengakui, pihak pengadu (LP3SU) telah konfirmasi ke Disdik Wilayah VII Kota Cimahi Jawa Barat. Dan Disdik Wilayah VII Kota Cimahi menerangkan bahwa memang benar mengeluarkan SKPI. Pintor pun menguraikan prosedur sejak jadi Caleg hingga ketika ditetapkan KPU memenuhi syarat atau MS. “Kan KPU menyatakan saya MS. Kenapa dipersoalkan saat mau pelantikan ? Tidak benar kalo SKPI saya palsu. Trus dimana aslinya,” sesal Pintor membantah tuduhan. (MS/BUD)