SBMPTN Dimulai tapi Kasus Dosen HS Sang Predator Seks tak Jelas, WCC-SP Sebut 3 Kelalaian USU

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Universitas Sumatera Utara sudah dimulai pada Senin 10 Juni 2019. Tapi anehnya, hingga kini belum jelas kasus predator seks dosen HS terhadap mahasiswinya sendiri berinisial D jurusan Sosiologi Fisip USU.

Koordinator Women Crisis Center Sinceritas-Pesada (WCC SP), Dina Lumbantobing, mengatakan, jika dirunut awal kejadian pada Rabu 3 Februari 2018 silam, belum adanya penyelesaian terhadap kasus ditengarai karena 3 kelalain yang melanda internal USU. Yakni, lambatnya penanganan, pembiaran serta mendahulukan solidaritas antar-sesama kolega USU. Menurut Dina, 3 faktor itu membuat pimpinan USU remeh menyelesaikan masalah serius anak didik. Dina menganalisis, faktor tersebut juga diperkuat fakta seperti tidak adanya regulasi khusus dan tegas mengatur tentang sanksi terhadap para pelaku tindak kekerasan seksual yang melibatkan dosen, mahasiswa maupun pegawai USU. “Sehingga HS sebagai pelaku hanya diberi peringatan tertulis dan masih aktif mengajar sebagai dosen,” heran Dina, tatkala dijumpai www.MartabeSumut.com, Senin siang (10/6/2019) di Sekretariat WCC-SP Jalan Pancur Siwa Nomor 1 G Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor. Dina berkeyakinan, sebagai pendamping korban D, WCC-SP sebenarnya telah melayangkan surat resmi kepada pihak USU pada hari Selasa 28 Mei 2019. Isinya mendesak USU agar membuka kembali kasus pelecehan seksual yang diduga kuat dillakukan dosen HS. Kemudian meminta USU segera menonaktifkkan dosen HS selama proses investigasi dilakukan tim pencari fakta.

HS akan Ajak Damai Korban ?


Menganggapi kabar tentang dosen USU HS yang akan mengajak beberapa mahasiswi termasuk D untuk berdamai atau diberi imbalan dengan mengikat perjanjian, Dina menyatakan tidak ambil pusing. Bagi dia, jika benar perdamaian seperti yang diisukan itu dilakukan HS, maka kelak akan menjadi penghalang dalam menindaklanjuti perkara. “Malah bakal jadi suatu pengakuan. Dengan menempuh jalur damai, tentu saja tidak menghilangkan pidana atau mempengaruhi hukuman secara internal dari USU. Bahkan memperjelas posisi HS selaku pelaku,” ujarnya. Dina memastikan, upaya perdamaian adalah jawaban atas pengakuan suatu perbuatan. Apalagi kalau diikuti pemberian amplop-amplop yang bisa menimbulkan makna tafsir. Demikian juga terhadap pihak kampus USU. Dina berharap, bila upaya damai dilakukan HS dan USU, niscaya sama saja memposisikan institusi pendidikan USU mencoreng nama baik sendiri serta mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara pendidikan yang berkewajiban memberi rasa aman kepada semua anak didiknya. Dina mengakui, saat ini bersama Tim WCC-SP masih berusaha menelusuri kebenaran kabar mengenai upaya damai yang akan dilakukan HS terhadap korban D.


Tempuh Jalur Hukum

Dina menjelaskan, kasus HS bisa saja diteruskan WCC-SP ke jalur hukum. Namun hal ini menunggu waktu tepat dan berdasarkan permintaan korban D. Sejauh ini, imbuh Dina lebih jauh, kapasitas WCC-SP hanya melakukan 3 permintaan korban D. Yakni meminta trauma dipulihkan, pelaku HS dinonaktifkan sebagai dosen dan menuntut HS meminta maaf kepada korban D di depan publik. Artinya, apa yang dialami korban D tidak boleh dianggap sepele sehingga sebatas memikirkan solusi damai. Sebab, persoalan korban D berimplikasi pada kehidupan manusia seumur hidup. Dengan rona geram dan mendadak pilu, Dina pun mengimbau HS dan pimpinan USU untuk melihat dampak negatif korban D. Pasalnya, ada pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan serta mencari popularitas atas kasus yang melanda D. Dina menegaskan, kehadiran WCC-SP semata-mata untuk membela nasib perempuan yang menjadi korban kekerasan namun tidak berani mengungkapkan. Salah satunya korban tindak kekerasan seksual seperti yang dialami D. “Satu jiwa manusia dan satu jiwa perempuan adalah harga seorang ibu kepada negara. Tanpa ibu, tidak ada bangsa atau tidak ada negara. Jadi jangan sampai dipolitisir oleh siapapun,” ingat Dina dengan nada tinggi. (MS/PRASETIYO)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here