Ketua Komisi E DPRDSU John Hugo Silalahi Janji Teruskan Aspirasi ke Mendiknas
MartabeSumut, Medan
Puluhan orang guru asal Medan, Binjai, Sergai, Siantar dan Simalungun melakukan aksi duduk melantai di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Jumat (25/5) sekira pukul 10.30 WIB. Pengamatan MartabeSumut di lokasi, para pendidik yang mengaku dari Komite Pendidikan Sumut (KPS) tersebut datang ke DPRDSU terkait penyampaian aspirasi penghapusan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan Rancangan Undang Undang Perguruan Tinggi (RUU PT). Namun karena belum ada tanggapan, guru-guru pun beramai-ramai duduk di lantai emperan depan ruang Komisi E DPRDSU, yang sehari-harinya dilintasi lalulalang tamu serta penghuni gedung Dewan.
Koordinator KPS Abdi M Saragih, SPd, mengatakan, mereka datang ke Komisi E DPRDSU karena diundang via telepon untuk membahas surat KPS yang disampaikan beberapa waktu lalu. “Saya tidak tahu apa alasan Komisi E DPRDSU sehingga kami belum diterima. Padahal mereka yang memanggil kami ke sini. Ya tiba-tiba saja teman-teman guru pada duduk di lantai semua sekarang,” kata Abdi kepada MartabeSumut. Menurut dia, KPS adalah organisasi yang memiliki beberapa aliansi sejenis semisal Komunitas Air Mata Guru (KMAG) dan konsern mempersoalkan 2 hal mendasar terkait UN maupun RUU PT. “Organisasi KPS ingin menyampaikan kepada Komisi E DPRDSU bahwa pelaksanaan UN sejak tahun 2003 terbukti merusak nilai-nilai pendiidkan Indonesia dan berdampak pada menurunnya moral, mental, semangat belajar serta masa depan anak didik,” tegasnya.
UN Rusak Nilai Pendidikan
Alasannya, lanjut Abdi, UN telah dijadikan dewa dan merusak nilai-nilai pendidikan antara guru-siswa didik karena diposisikan sebagai satu-satunya alat penentu kelulusan. Padahal, katanya, guru dan siswa sendirilah yang sangat tahu sejauh mana proses belajar mengajar dilakukan kurun waktu panjang. “Guru yang berhak menentukan kelulusan siswa bukan pemerintah pusat. Tugas pemerintah pusat adalah mengevaluasi sekolah dan kurikulum saja. Masalah UN ini terlalu krusial dan berdampak buruk terhadap peningkatan kualitas siswa. Selama ini saya dan teman-teman telah turun mengamati di sekolah-sekolah. Program UN yang menghabiskan dana ratusan miliar itu dianggap program yang sangat hebat padahal tidak benar sama sekali,” bebernya.
Kendati menyatakan siswa yang tidak lulus UN bisa mengikuti paket C, toh Abdi berkeyakinan kalau sebenarnya UN bertentangan dengan tujuan pendidikan Nasional yang mengisyaratkan pembangunan kemandirian anak bangsa. Artinya, timpal dia lebih jauh, sekarang siswa didik di penjuru Tanah Air tidak mau lagi belajar karena keberadaan kunci jawaban yang kerap menyebar secara tersembunyi. Fakta itu dikatakannya berbahaya dan merusak pola fikir siswa yang risau, cemas dan takut belajar sungguh-sungguh sementara ada pihak lain yang punya uang bisa membeli kunci jawaban.”PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 27 harus dicabut. PP itu menegaskan kelulusan UN adalah bukti kelulusan dari sekolah. Lucu sekali rasanya bila peran guru dan sekolah jadi tidak ada guna lagi sekarang. Sebab kalo gak dapat nilai/lulus UN, berarti gak ada arti dong pendidikan yang ditimba di sekolah selama ini. Jadi saya pastikan tidak ada sisi positif UN karena guru jadi malas mengajar, siswa asal-asalan belajar karena bertahun-tahun mengajar dan bersekolah akan hangus akibat 3 hari saja melalui UN,” cetus guru SMKN 4 Medan tersebut.
RUU PT Harus Dicabut
Menyinggung aspirasi seputar RUU PT, Abdi juga menilainya harus dicabut sebab tujuannya hampir sama dengan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sudah pernah ditolak DPR RI. “Coba abang bayangkan bila RUU PT diwujudkan. Terjadilah pengkotak-kotakan, diskriminasi dan kastanisasi pendidikan. Karena hanya yang punya duit yang bisa masuk ke salah satu perguruan tinggi,” ucapnya. Dia mencontohkan, fakta penerimaan dalam Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) saat ini cuma 35 persen saja. Lalu 65 persen lagi tersembunyi diloloskan melalui jalur undangan, mandiri atau seleksi tertentu yang mengandalkan uang. RUU itu hrs dibatalkan karena merusak nilai-nilai pendidikan yang hakiki bagi semua lapisan rakyat,” ingatnya.
Setelah hampir 1 jam duduk di lantai, sekira pukul 11.30 WIB massa guru akhirnya diterima Ketua Komisi E John Hugo Silalahi. Didampingi Sekretaris Komisi Arlene Manurung, anggota Komisi Megalia Agustina, Ida Budiningsih, Andi Arba, Hamami Sul Bahsyan dan Tagor P Simangunsong, Komisi E DPRDSU pun menyatakan menyambut baik aspirasi guru. “Kami di Komisi E akan meneruskan ke pimpinan DPRDSU untuk selanjutnya menyampaikan aspirasi KPS kepada Mendiknas di Jakarta,” janji John Hugo di hadapan puluhan guru. (MS/BUD)