www.MartabeSumut.com, Medan
Informasi mengejutkan beredar viral sejak kemarin. Bukan apa-apa, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dikabarkan melacak transaksi mencurigakan dari 19 orang yang diduga terlibat sejumlah tindak pidana money laundering (pencucian uang). Ironisnya lagi, dalam setahun terakhir, para terduga kedapatan melakukan transaksi uang mencapai total fantastis Rp 747 triliun lewat 228 rekening bank/lembaga keuangan.
Mendengar kabar tersebut, 3 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Rony Reynaldo Situmorang, SH (FP-Demokrat), Drs H Aripay Tambunan, MM (F-PAN) dan Drs Hartoyo (FP-Demokrat) angkat suara. Dikonfirmasi www.MartabeSumut.com melalui jejaring pesan WhatsApp, Rabu siang (20/12/2017), ketiga legislator sepakat menyatakan, bila informasi itu benar, maka PPATK harus secepatnya membongkar secara terbuka dan bertanggungjawab.
Rony Situmorang, misalnya. Anggota Komisi A membidangi hukum/pemerintahan itu mengaku merinding mendengar kabar tersebut. Rony menegaskan, regulasi perbuatan kriminal pencucian uang mulai disahkan melalui UU No 15/2002 dan diubah jadi UU No 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sementara UU Perseroan Terbatas (PT) No 40/2007 Pasal 7 ayat 1 dan (2) disebut Rony mengandung pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada korporasi bila terbukti melakukan pencucian uang. “Saya rasa PPATK harus membuka terang benderang. Gasak dan bongkar semua pelaku yang terbukti mencuci uang hasil kejahatan di Indonesia,” imbaunya.
Legislator asal Dapil Sumut X Kab Simalungun dan Kota Pematang Siantar ini menjelaskan, istilah kejahatan money laundering mulai dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat lantaran maraknya organisasi kejahatan mafia bisnis ilegal minuman keras, perjudian dan pelacuran. Untuk membersihkan uang dari bisnis ilegal itu, lanjutnya, organisasi mafia membeli sesuatu, dan membuka bisnis pencucian pakaian (laundry). “Pada mulanya pencucian uang bukanlah merupakan tindak kriminal, kecuali merupakan perbuatan melawan hukum akibat menghindari pajak (tax evasion). Baru pada tahun 1986 pencucian uang menjadi perbuatan kriminal di Amerika Serikat dan diikuti berbagai negara,” terangnya, sembari menambahkan, modus pencucian uang berkembang dan dikaitkan dengan kejahatan obat bius, Narkoba, pelacuran, minuman keras, korupsi, penyelundupan, perjudian, perdagangan manusia, mengelakkan pajak hingga terorisme.
Kejahatan Diam-diam
Hal senada disampaikan Aripay Tambunan. Bagi dia, money laundering adalah kejahatan diam diam dan tersembunyi yang menimbun/memutar dirty money (uang kotor). “Saya rasa kejahatan begini lebih parah dibanding yang terang- terang,” ucapnya. Anggota Komisi B membidangi perekonomian itu mengingatkan, andaikan informasi PPATK valid, tentu saja wajib dipertanggungjawabkan terbuka kepada publik. “Siapa pelaku, dimana lokasi dan apa modusnya ? Jika tidak dibuka maka Ketua PPATK juga ikut salah,” cetus legislator asal Dapil Sumut VI Kab Labuhan Batu, Kab Labura dan Kab Labusel itu.
Sementara Hartoyo berpendapat, jika dugaan pencucian uang benar, PPATK sebaiknya meneruskan temuan kepada pihak-pihak berkompeten agar tidak dikosumsi publik secara liar, ganjil, meresahkan dan fitnah. Wakil rakyat asal Dapil Sumut IV Kab Sergai dan Kota Tebing Tinggi itu percaya, PPATK merupakan lembaga profesional yang dapat proaktif mengantisipasi dini kejahatan pencucian uang termasuk aliran penyimpangan penggunaan uang negara. “Jangan sampai kejahatan mengerikan begini bisa berkesinambungan secara permanen,” tutup Sekretaris Komisi C DPRDSU membidangi keuangan tersebut.
Seperti diketahui, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin disebut-sebut mengeluarkan informasi seputar dugaan transaksi pada ratusan rekening yang bertujuan untuk menyamarkan uang haram hasil kejahatan. Kendati Kiagus enggan memaparkan detail identitas pelaku dugaan kejahatan pencucian uang tersebut, toh dia menyebut para pelaku meliputi gubernur, bupati, pegawai negeri sipil, aparat penegak hukum, pengusaha, hingga kepala rumah sakit umum daerah. (MS/BUD)