www.MartabeSumut.com, Medan
Kab Mandailing Natal (Madina) merupakan 1 dari 13 kab/kota di Provinsi Sumut yang mendapat dana transfer Bantuan Langsung Tunai (BLT) Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 Rp. 12.200.625.000 dengan kuota Sembako sebanyak 54.255 paket. Namun ironisnya, setelah Pemkab Madina menerima dana transfer 2 minggu sebelum Idul Fitri 1441 H, ternyata hingga kini baru 46 persen Sembako disalurkan atau sebanyak 25.018 paket. Menanggapi realitas tersebut, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Fahrizal Efendi Nasution, SH, naik pitam.
BACA LAGI: Danau Toba jadi Tong Sampah Raksasa, Fahrizal Efendi Nasution Dukung Penolakan Relokasi KJA
BACA LAGI: Kadissos Sebut “Coki” Muchrid Nasution Penerima Bantuan Donatur GTPP Covid-19 Sumut, DPRDSU Terkejut
Ditemui www.MartabeSumut.com, Rabu siang (17/6/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Fahrizal mengatakan, lambatnya penyaluran Sembako terhadap warga Madina bukan mustahil dilatarbelakangi kepentingan terselubung. Politisi Partai Hanura ini khawatir, keterlambatan penyaluran diduga bertujuan untuk mengurangi jumlah Sembako. “Jujur saja saya prihatin. Geliat Pemkab Madina mencerminkan kejanggalan pembagian Sembako seperti di Kab Simalungun, Kab Asahan dan Kab Batubara beberapa waktu lalu. Saya ingatkan para pemangku kepentingan di Madina, jangan ada kepentingan terselubung. Pembagian Sembako merupakan aksi sosial kemanusiaan,” tegas Fahrizal dengan nada tinggi.
BACA LAGI: Ini Rincian JPS-Covid-19 di Sumut: Langkat Penerima Sembako Terbesar, Pakpak Bharat Terkecil
BACA LAGI : Bantuan Pemerintah Saat Corona, DPRDSU: Kades & Camat Jangan KKN Mendata Warga
BACA LAGI: Dampak Corona: DPRDSU Ungkap Harga Karet Anjlok di Tabagsel, Minta Gubsu Alihkan Usaha Rakyat
Ada Oknum Bermain Kurangi Kuota ?
Wakil rakyat asal Dapil Sumut 7 Kab Madina, Kab Paluta, Kab Palas, Kab Tapsel dan Kota Padang Sidimpuan itu melanjutkan, dengan jumlah paket Sembako disalurkan sebanyak 25.018 sampai 17 Juni 2020, berarti hanya 46 persen dari total 54.255 paket yang dikirimkan Pemprovsu. Anehnya lagi, timpal Fahrizal, jumlah yang disalurkan baru mencakup 15 kecamatan dari 23 kecamatan di Kab Madina. Sementara 8 kecamatan lagi belum disalurkan Pemkab Madina. “Sedih saya mengetahui keterlambatan penyaluran Sembako di Madina. Padahal masyarakat miskin terdampak pandemi virus Corona sangat membutuhkan. Pekan lalu waktu acara serah terima, Pemkab Madina berkomitmen menuntaskan pembagian Sembako hingga 15 Juni 2020. Sekarang sudah 17 Juni 2020, kok baru 46 persen ? Ada apa, atau apa ada ? Jangan-jangan oknum Pemkab Madina “bermain” mengurangi 54.255 paket Sembako tersebut,” sindir Fahrizal blak-blakan.
BACA LAGI: Fahrizal Efendi Nasution: Pemerintah Perlu Jelaskan Adakah Pasien Meninggal Akibat Covid-19 Murni ?
Jika Pemkab Madina memiliki kendala dalam penyaluran, imbuh Fahrizal lebih jauh, seharusnya disampaikan secara terbuka. Bukan justru dianggap remeh atau menyederhanakan persoalan serius menyangkut kemanusiaan. Anggota Komisi B DPRDSU bidang perekonomian itu meyakini, patut diduga permainan terselubung telah terjadi pada lingkaran Pemkab Madina sehingga deadline penyaluran Sembako tidak terpenuhi. “Sadarkah mereka kalau kegiatan pembagian Sembako adalah urusan kemanusiaan yang harus cepat direalisasikan terhadap warga terdampak wabah Corona ? Telatnya penyaluran sama saja merampas hak asasi masyarakat Madina,” geram Fahrizal.
BACA LAGI: DPRDSU Imbau Gubsu Publikasikan Semua Donatur GTPP Covid-19 Sumut
DPRDSU Monitoring 3 Objek
Oleh sebab itu, semenjak dini, Fahrizal pun bertekad melakukan monitoring ketat dengan 3 objek pengawasan. Diantaranya melihat volume bantuan yang disalurkan kepada warga, memastikan penerima Sembako memang tepat sasaran serta verifikasi 54.255 paket Sembako di lapangan. Fahrizal juga mengimbau publik, LSM dan insan media massa agar ikut memonitor. Melalui partisipasi aktif publik mengawasi, Fahrizal percaya akan semakin mudah menelisik berbagai penyimpangan yang kemungkinan terjadi. “Saya bakal memonitor. Publik saya ajak hadir memantau. Kita pakai metode sampling dan pemantauan. Misalnya, pada 1 kecamatan dibagi 1.000 Sembako. Maka perlu kita cross-check minimal 100 warga penerima di tempat tersebut. Apakah beras 10 Kg, gula 2 Kg, mie instan 1 kotak dan minyak makan 2 Liter diterima warga secara baik/utuh,” cetusnya mantap.
BACA LAGI: Kasus “Sunat” Sembako Masuk Ranah Hukum, Disperindag Sumut Minus Program Atasi Harga Bahan Pokok
Pada sisi lain, anggota DPRDSU periode 2014-2019 dan 2019-2024 ini menyesalkan pula kebijakan Pemprovsu memberikan transfer uang BLT terhadap 13 kab/kota di Sumut tapi mewajibkan pembelian Sembako. Idealnya kedepan, simpul Fahrizal, penyaluran bantuan sosial (Bansos) tidak lagi Sembako dan tidak melalui perantara. Namun langsung mengirim uang BLT ke rekening warga miskin. “Jadi pemerintah daerah sebatas memverifikasi data warga miskin. Bila warga menerima uang, tentu mereka lebih tahu membelanjakan kebutuhan berskala prioritas primer. Bansos utuh diterima masyarakat dan tidak ada niat oknum-oknum “bermain”. Hemat saya lebih bijak begitu,” tutup Fahrizal Efendi Nasution diplomatis. (MS/BUD)