MartabeSumut, Jakarta
Pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan ekstasi jenis Cathinone di rumah artis Raffi Ahmad, Jakarta, saat berkumpul bersama teman-teman, Minggu pagi (27/1) kemarin. Beberapa kapsul berisi zat cathinone yang ikut diamankan, disebut-sebut sebagai Narkoba jenis baru. Padahal cathinone bukan sesuatu yang baru dalam senyawa obat-obat berbahaya.
Berdasarkan data/informasi yang dihimpun dari wikipedia, zat yang dalam bahasa latin disebut Cathinonum dan dalam bahasa Spanyol dinamai Catinona, itu dikenal sebagai hagigat di negara Israel. Zat tersebut adalah turunan dari Cathinone, sejenis stimulan mirip aphetamine yang berasal dari tanaman Khat/Kat (Chata Edulis). Zat tersebut memiliki efek seperti ekstasi. Efek dari Cathinone bisa menimbulkan euforia, peningkatan aktivitas, bahkan peningkatan dorongan seksual. Tetapi berdasarkan pengalaman pengguna, zat ini juga menimbulkan paranoia, agitasi, delirium, dan halusinasi sampai gejala psikotik. Bahkan banyak perilaku kekerasan yang menjurus kasus pemukulan, pengaiayaan hingga berujung kematian.
Asal Daun Memabukkan
Tanaman Khat/Kat merupakan salah satu tumbuhan yang tumbuh subur di kawasan Azerbaijan, Arab Saudi dan Israel. Di sana, tanaman memabukkan itu diperjuabelikan secara bebas karena banyak yang mengkonsumsinya melalui pemakaian sirih untuk dikunyah-kunyah. Tak hanya itu, mengkonsumsi daun memabukkan itu juga bisa dengan cara membuat jus. Di Israel jus Khat dinyatakan legal dan banyak dijual di kota besar seperti Yerusalem dan Tel Aviv. Tapi mengkonsumsi jus khat secara besar-besaran dan terus menerus bisa menimbulkan masalah. Pada bulan Agustus 2012 lalu, kepolisian Israel menangkap enam penjual jus khat yang membuat campuran minuman dengan kadar chatinone cukup tinggi. Jus khat sama seperti dengan meracik jus lainnya. Daun dan tunas khat dicuci lalu diblender atau ditumbuk setelah sebelumnya dicampur dengan air. Bisa juga ditambah gula sebagai penambah rasa. Namun kini, sari tanaman tersebut sudah banyak diolah dan salah satunya berbentuk kapsul. Bahkan masih berdasarkan sumber lain, di beberapa negara, zat yang dilabeli dengan berbagai merek itu dijual bebas secara online maupun lewat toko-toko obat.
Mengacu semua itu, tidaklah mengherankan bila Raffi dkk diamankan BNN karena terindikasi memakai turunan cathinone yang sudah berbentuk kapsul. Diduga Raffi menggunakan zat tersebut untuk meningkatkan stamina. Sebab, berdasarkan penelitian, efek peningkatan energi dan gelisah terjadi pada mereka yang menggunakan cathinone secara konsisten bersamaan dengan zat-zat tertenu lain. Misalnya, amphetamine dan kokain. Pada sisi lain, senyawa kimia chatinone diistilahkan dengan benzoylethanamine. Merupakan golongan monoamin alkaloid yang dihasilkan dari tumbuhan bernama Catha edulis atau khat tadi. Senyawa kimia ini sama dengan ephedrine, cathone dan amphetamine lain. Mengkonsumsei zat mengandung Cathinone akan mampu mendorong munculnya dopamin, yakni sel kimia di dalam otak yang memberikan dampak rasa senang dan bahagia. Kadar dopamin yang tinggi menyebabkan seseorang memiliki energi meluap-luap dan rasa senang berlebihan. Pemakai khat/kat akan tampak tidak membutuhkan tidur dan selera makan berkurang. Namun pemakaian dopamin berlebihan bisa pula menimbulkan ketidakwarasan (skizofrenia) hingga rasa adiksi (ketagihan).
Kelompok I Psikotropika
Di dunia internasional cathinone tergolong kelompok I pada Konvensi Psikotropika. DEA, salah satu lembaga/agensi di Amerika Serikat (seperti BNN di Indonesia) yang bertugas menanggulangi obat berbahaya, memasukkan cathinone dalam zat pengawasan atau dikontrol. Beberapa negara melegalkan perdagangan zat ini, tapi ada juga yang melarang. Di Amerika Serikat sintesis cathinone ini dicampur dengan obat ‘rekreasi’ yang dikenal dengan ‘bath salts’. Karena struktur kimianya yang sedikit berbeda dengan amphetamine yang biasanya dikenal dengan Sabu Sabu. Cathinone termasuk stimulan. Dampak dari pemakaian senyawa ini adalah sulit tidur (insomnia) sehingga si pemakai terlihat kuat begadang. Selain itu, cathinone juga menimbulkan halusinasi, kecemasan dan serangan panik.
Pemerintah Belum Tegas Lawan Musuh Negara Seperti Narkoba
Saat ini pro kontra publik di Indonesia sedang gencar-gencarnya meributkan kinerja BNN yang menyatakan ‘bingung’ karena belum ada aturan/UU yang menjerat pemakai Narkoba jenis chatinone. Padahal, kandungan daun memabukkan yang sudah diproses melalui senyawa kimia, jelas-jelas mengandung unsur Narkotika. Artinya, bila mengacu landasan Pasal 1 ayat [1] UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka defenisi “Narkotika itu adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang”. Sikap BNN mengindikasikan kalau pemerintah Indonesia belum tegas melawan musuh negara semisal Narkoba.
Ironisnya lagi, pada Pasal 54 UU No 35 tahun 2009 berbunyi: “Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Pasal tersebut didukung pula oleh Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) RI No.4 Tahun 2010 tentang penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan pecandu Narkotika kedalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kemudian ikut pula Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu Narkotika. Semua aturan tersebut tentu saja mengundang banyak kontroversi publik. Peraturan bersama yang ditandatangani Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yang mengatur setiap pecandu yang kedapatan membawa kurang dari 1 gram Narkotika akan dibebaskan, menuai perdebatan panjang sampai sekarang.
2 Klasifikasi Rehabilitasi
Direktur Narkotika Alami BNN, Bigjen Pol Benny J Mamoto, dalam jumpa pers di Kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu, menjelaskan, Surat Edaran Mahkamah Agung No.4/Bua.6/Hs/SP/IV/2010 menjelaskan bahwa penerapan pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 huruf a dan b Undang-undang Narkotika Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika Hanya dapat dijatuhkan pada 2 klasifikasi tindak pidana diantaranya: A. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan, B. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir A diatas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut : Kelompok Metamphetamine (shabu) : 1 gram, Kelompok MDMA (ekstasi): 2,4 gram = 8 butir, Kelompok Heroin: 1,8 gram, Kelompok Kokain: 1,8 gram, kelompok Ganja : 5 gram, Daun Koka: 5 gram, Meskalin: 5 gram, kelompok Psilosybin: 3 gram, Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) : 2 gram, Kelompok PCP (phencyelidine): 3 gram, kelompok Fentanil: 1 gram, kelompok Metadon: 0,5 gram, kelompok Morfin: 1,8 gram, kelompok Petidin: 0,96 gram, kelompok Kodein : 72 gram, kelompok Bufrenorfin: 32 gram.
Yang Melapor Dapat Fasilitas Rehabilitasi
Benny juga menjelaskan jika para pecandu telah melapor sesuai dengan Peraruran Pemerintah No.25 Tahun 2011, maka akan mendapatkan fasilitas rehabilitasi dari institusi yang telah ditunjuk pemerintah. Adapun lembaga rehabilitasi yang dimaksudnya adalah, lembaga medis dan nasional yang di dikelola atau dibina diawasi oleh BNN, Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur, Jakarta Timur, Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia (Depkes RI), Panti Rebabilitasi Departemen Sosial RI dan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah), serta tempat-tempat rujukan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh mayarakat yang sudah mendapatkan akreditasi dari Departemen kesehatan atau Departemen Sosial. Benny juga menegaskan bahwa proses sejak mengajukan sampai proses rehabilitasi untuk para pencandu Narkoba tidak dipungut biaya, karena di biayai oleh pemerintah.
Fakta di Lapangan
Kendati demikian, faktanya di lapangan saat ini, kalau pemakai Narkoba yang disidangkan adalah masyarakat golongan ekonomi lemah, maka semua yang ditegaskan aturan hukum atau dinyatakan Benny itu tidak berlaku. Karena tidak sedikit warga ekonomi lemah atau pengangguran yang dijebloskan ke tahanan dengan sanksi murni pidana penjara. Sedangkan kalangan ekonomi kuat yang terbukti memakai Narkoba justru dengan mudahnya mendapat vonis rehabilitasi. Satu anomali hukum, aturan dan ketentuan yang patut segera diperbaiki secepatnya bila Indonesia mau dinilai tegas melawan musuh dunia seperti Narkoba. Mata ‘pisau’ hukum dan aturan tidak boleh tajam ke bawah namun tumpul saat ke atas. (MS/berbagai sumber/JECXON)