Natal, Menabur 9 Perbuatan Universal

Bagikan Berita :

TULISAN ini dituangkan tidak sekadar “menggelitik” umat Nasrani yang kebetulan merayakan Natal tiap tanggal 25 Desember. Lebih dari itu, sengaja direfleksikan dengan maksud “menggugat” kiprah jati diri anak manusia secara universal di era kekinian: “bagaimana pola kita menabur kasih kepada sesama?”.

Sekarang ini menjelang Pemilu Caleg 2014, Pemilu Presiden 2014, Pemilu DPD RI bahkan Pemilu Kepala Daerah, banyak sekali orang berminat melakukan perbuatan baik. Sumbang sana, sumbang sini. Bantu sana, bantu sini. Mereka dengan mudah pula akan janji memberi ini atau janji memberi itu. Hadir di sini, datang ke sana dan kerap kali bisa nongol dimana-mana. Sampai-sampai masyarakat yang tidak tahu apa-apa berduyun-duyun nimbrung manakala mendengar sosok si A, si B atau si Z akan mampir ke salah satu tempat. Tujuannya tentu saja ingin mendapatkan sesuatu karena mendengar sosok-sosok yang datang bertujuan memberikan “bantuan” kepada masyarakat kurang mampu hingga lembaga tertentu. Itulah sekilas realita kekinian menjelang Pemilu apapun di Indonesia. Orang-orang berkepentingan selalu tampil bangga menaburkan bantuan namun syaratnya harus dilihat banyak pihak. Kalau tidak banyak yang melihat jangan harap mereka sudi menggelontorkan bantuan. Kenapa ? Ya sudah pasti karena mereka telah menargetkan untung rugi lebih dulu sesuai kepentingan jangka pendek atau jangka panjang.

Dalam kalimat di atas saya sengaja menuliskan kata “berminat” semata-mata disebabkan sikap mereka yang kental menampakkan kemauan membantu tatkala diamati masyarakat, pejabat, aparat, wakil rakyat, konglomerat, penguasa dan kelompok tertentu sasaran kepentingan. Mereka berminat berbuat baik demi mencapai kepentingannya dan siap melakukan apa saja termasuk memberi janji palsu hingga membohongi diri sendiri. Makanya, sindiran yang diungkapkan seorang tokoh pembebasan Perancis era Perang Dunia II Charles de Gaulle teramat pantas direnungkan bersama: “Politisi itu tidak pernah percaya dengan kata-katanya sendiri. Itulah sebabnya, mereka selalu terkejut bila rakyat mempercayainya”. Kalimat Charles de Gaulle itu jelas sangat masuk akal untuk diketahui publik Indonesia lantaran berkaitan erat dengan ajang Pemilu 9 April 2014 yang tinggal hitungan 3 bulan. Logikanya mari kita buktikan dengan mata telanjang di lingkungan sekitar. Perbuatan-perbuatan baik dari pihak berkepentingan itu tiba-tiba laris manis bak barang obralan. Sementara kelompok manusia-manusia oportunis ikut-ikutan “pura-pura baik” tapi sebenarnya memanfaatkan sikap “baik hati” mendadak orang-orang berkepentingan dengan modus memperjualbelikan jasa pengaruh diri, kemampuan sosialisasi hingga teknik meraih simpati. Pada sisi lain, jangan terkejut pula bila suatu saat mereka yang berkepentingan tadi bisa sangat tega tidak peduli dan bakalan enggan membantu kalau kepentingannya tidak terlihat jelas atau belum terakomodasi dari diri seseorang/kelompok. Bukti empiris lucu bisa diamati ketika seorang Caleg menarik semua bantuannya dari satu tempat setelah tahu tidak lolos di lembaga legislatif. Pun demikian, saya keliru juga kalau menyimpulkan semua orang bersikap sama seperti itu. Sebab bisa dipastikan, masih ada 1 atau 2 orang yang tulus berbuat diam-diam dengan pola “tangan kanan memberi namun tangan kiri tidak melihat”. Orang-orang begini biasanya sedikit sekali jumlahnya. Tapi kerap berbuat sesuatu yang berguna kepada sesama tanpa harus masuk koran, menuliskan identitas no name alias “NN”, tidak muncul di TV apalagi dipanggil-panggil namanya melalui acara pesta lelang/sumbangan. Timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan umat Nasrani dalam menyambut Natal atau lajim disebut peringatan kelahiran Yesus Kristus ? Dan bagaimana pula perbuatan sehari-hari setelah Natal usai ? Sebelum menjawab itu, ada baiknya terlebih dulu dipahami makna harfiah kelahiran yang berarti kemunculan kehidupan baru secara fisik. Kelahiran atau kehidupan baru tentu saja berkorelasi erat dengan kehadiran sifat manusiawi seperti rasa haru, senang, kagum pada pelestarian keturunan, pewarisan nilai-nilai bahkan peletakan harapan-harapan. Tak heran, tatkala seorang manusia lahir ke dunia, semua orang akan bangga menyambut kedatangannya dan mempersiapkan pemberian nama, kenduri besar hingga publikasi penyiaran sukacita sampai ke-7 arah mata angin.

Itu kalau menyangkut kelahiran manusia biasa. Sedangkan Yesus Kristus diyakini umat Nasrani adalah manusia yang muncul ke dunia sebagai Mesias/Juru Selamat dan dilahirkan dari kandungan perempuan perawan bernama Maria. Yesus lahir di kandang domba hina di Kota Betlehem Yudea Palestina dalam suasana miris. Tak ada makanan sehat untuk seorang manusia bayi yang baru lahir apalagi undangan pesta syukuran ke-7 arah mata angin. Yang ada hanya ketakutan orangtua-Nya Yusuf dan Maria akibat ancaman pembunuhan dari Raja Herodes. Kislev atau kalender Yahudi memperkirakan Yesus Kristus lahir pada tanggal 24 bulan ke-9. Sementara kalender Gregorian mempercayai kelahiran Yesus Kristus jatuh tanggal 25 Desember. Nah, berangkat dari sekelumit fakta sejarah kelahiran manusia dan dihubungkan dengan kelahiran Yesus Kristus, maka Garis Bawah ini menjawab 2 pertanyaan di atas dengan sederhana: “Menabur kasih tanpa henti..!”. Ya, umat Nasrani harus menabur kasih tanpa henti dalam menapaki hari-hari biasa, untuk selanjutnya menguatkan perbuatan itu tatkala memasuki momentum perayaan Natal. Jadi tidak latah mendadak berbuat baik sebatas perayaan Natal. Melainkan berkesinambungan terus sehingga hasilnya berguna bagi “orang-orang yang masih kesepian ditengah-tengah keramaian” sekaligus percontohan kepada orang-orang sekitar. Bukan apa-apa, adalah kelalaian besar bila umat Nasrani menyikapi kelahiran Juru Selamat Yesus Kristus sekadar seremonial ke gereja tanggal 24-25 Desember. Kemudian mendengar khotbah beberapa jam lalu tiba-tiba mendadak berbuat baik. Adalah kesalahan fatal pula kalau Natal dimaknai ajang berkumpul dalam ikatan keluarga, berpelesiran ke luar daerah, ramai-ramai membuat pesta parsahutaon semalam suntuk hingga formalitas acara kolega kantor di gedung-gedung mewah. Mengenang kelahiran Yesus Kristus tidak diukur hal-hal demikian apalagi mentradisikan penampilan tergolong “wah”, baju baru, sepatu mahal, jalan-jalan ke tempat wisata, sarana kangen-kangenan bersama sanak keluarga, gelora jiwa membuat kue-kue/makanan atau semangat mendekorasi rumah/gereja dengan pohon Natal. Disadari atau tidak, ternyata semua itu hanya bagian kecil bernuansa kamuflase semu sehingga kurang pantas lagi ditonjol-tonjolkan. Yesus Kristus yang lahir di kandang domba hina menolak perbuatan-perbuatan baik mendadak yang dilandasi kepentingan tersembunyi dan kemeriahan pesta menghambur-hamburkan uang.

Makna Natal dan 9 Perbuatan Universal

Makna kelahiran Yesus Kristus selaku Juru Selamat (Natal) terlalu sederhana dirayakan umat Nasrani dengan perilaku fisik bernuansa sesaat. Kesakralan kelahiran Yesus Kritsus ke dunia harus dipandang sebagai momentum strategis diri menebarkan kasih bagi dunia dalam wujud 9 perilaku universal yang tidak mengenal diskriminasi. Maaf, saya istilahkan perbuatan universal semata-mata dilandasi bunyi nats Alkitabiah Nasranidalam Kitab  Galatia 5:22. “Tetapi buah-buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri”. Saya berani menyatakan perbuatan universal semata-mata lantaran ke-9 perilaku tersebut adalah cermin sikap manusia yang hidup di bumi. Bila nats teologi itu direnungkan sejenak selama 1 menit oleh umat Nasrani maupun sekira 7 miliar manusia yang mendiami bumi, niscaya sangat fundamental dijadikan pijakan hidup dalam aktivitas apapun. Sebab tidak ada 1 hukum manapun yang menentang 9 perbuatan tersebut kendati mudah diucapkan tapi langka diterapkan. Saya menggarisbawahi, makna Natal sejati adalah peristiwa kelahiran Yesus Kristus di hati masing-masing dan menekadkan 9 perilaku besar universal dalam kehidupan yang dijalani kelak.

Kasih Tanpa Diskriminasi

Sekali lagi saya mohon maaf, Garis Bawah ini tidak bermaksud menuding buruk perbuatan baik seseorang yang ditampilkan terbuka ke permukaan. Bukan pula berniat menghakimi pola-pola demonstratif pihak manapun dalam mewujudkan aksi-aksi baiknya. Namun mencoba melihat realita miris yang melanda umat Nasrani dan penduduk dunia atas fakta rekayasa perbuatan-perbuatan tulus atau bahkan ketika dengan mudahnya memposisikan manusia secara diskriminatif. Satu perbuatan yang menurut hemat saya wajib dihentikan sebelum kita semua kehilangan akal sehat untuk tahu menilai mana perbuatan tulus dan mana yang pura-pura tulus. Kelahiran Juru Selamat Yesus Kristus ke dunia bukan kepura-puraan tapi meletakkan harapan perjalanan hidup kepada-Nya melalui perbuatan yang tidak lagi meniru atau serupa dengan cara-cara kepalsuan dunia. Logika 9 perilaku universal yang saya sebut di awal tadi pantas dijadikan perisai Natal untuk diangkat tinggi-tinggi dalam menepis semua perbuatan pura-pura baik di muka bumi ini. Sudah saatnya masyarakat Nasrani Indonesia dan penduduk dunia (non Kristiani) sadar mengakui bahwa perbuatan kasih yang sejati itu milik kemajemukan manusia sebagai bentuk hakiki yang mustahil diperdebatkan. Apapun tugas, fungsi dan tanggungjawab Anda sekarang, semangat mengasihi tanpa diskriminasi melalui 9 perilaku universal menjadi urgen dibuktikan ke permukaan. Sebab sangat tidak bijaksana rasanya bila kita masih saja menjalani hidup fanatik sementara fakta sikap yang terlihat justru munafik. “Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri” adalah 9 kata kerja yang sering kali terdengar merdu namun sangat jarang terasakan. Sikap ego dan merendahkan keberadaan manusia lain selalu berhasil mendahului semangat mengasihi. Tidak sedikit lagi orang berlomba-lomba mempertontonkan tabiat bangga memusuhi/membenci manusia (minoritas) karena berbeda agama/suku (bukan damai sejahtera). Lalu beramai-ramai merencanakan niat pamrih atas tugas maupun tanggungjawab sehingga tak malu-malu merampok/memeras/mencuri yang tidak haknya (bukan penguasaan diri dan bukan kemurahan hati). Ironisnya lagi, keadaan semakin parah manakala muncul sosok aparat, birokrat, konglomerat dan wakil rakyat yang sewenang-wenang membodohi, menindas, membohongi dan memperdaya si lemah (bukan kebaikan) bahkan menjadi raja tega mencaci maki, menghujat, menyakiti orang-orang sekitar demi pelampiasan kepentingan pribadi/kelompok (bukan sukacita).

Oleh sebab itu, semenjak dini, andaikan kita masih mau jujur mengamati sekeliling, maka makna Natal yang jatuh pada hari Rabu 25 Desember 2013 patut diterjemahkan dalam bentuk perbuatan sakral oleh umat Nasrani Indonesia secara khusus dan masyarakat Indonesia/penduduk dunia secara umum (non Kristiani). Ini menjadi sangat strategis mengingat makna Natal berimplikasi pada kelahiran kemauan belajar dari diri sendiri dalam konteks memancarkan positive side effect (rangsangan percontohan) terhadap kehidupan sekitar. Setiap manusia yang masih bernafas sebenarnya akan benar-benar hidup bila mau belajar seperti cara-cara yang diajarkan Yesus Kristus melalui 9 perbuatan universal. Walau kita lahir/bangkit tidak dari kematian seperti yang dialami Yesus Kristus, tapi setidaknya kita mau mencoba (belajar) bangkit berdasarkan performance perilaku, kewajiban hidup dan tanggungjawab perbuatan. Selanjutnya gigih menyikapi persoalan dunia semisal kesombongan, kebohongan, ketidakadilan, kekerasan, kejahatan, kemunafikan, kemiskinan, perampasan hak, pembodohan, penjajahan, perusakan keutuhanciptaan, korupsi atau sejenisnya.

Akhirnya saya mau menyimpulkan, momentum Natal adalah semangat menabur perbuatan kasih tanpa henti. Jangan artikan sempit karena tidak ada hukum positif, hukum agama, hukum adat atau hukum internasional apapun yang menentang. Artinya, semangat menabur kasih bukanlah sesuatu yang direkayasa dan dimunculkan dengan sengaja demi kepentingan tertentu atau baru dilakukan lantaran memperingati hari Natal setiap tahun. Melainkan teramat mungkin diaktualisasikan setiap hari biasa oleh siapa saja. Contoh sederhana dapat dicermati pada lingkungan terkecil seperti rumah sendiri. Kita bisa mulai belajar membawa bekas gelas minuman ke bak pencucian atau menutup pagar rumah tanpa selalu menunggu anak, istri atau memerintah pembantu yang telah lelah satu harian (kebaikan). Kemudian berinisiatif memberi bantuan orangtua jompo di lembaga sosial, membawa makanan/minuman sehat kepada Napi di penjara bahkan merencanakan pemberian derma terhadap anak yatim piatu tanpa harus “diamati” orang lain (kemurahan hati). Tidak masalah apakah banyak atau sedikit yang bisa kita berikan. Bantulah “orang-orang yang masih kesepian ditengah-tengah keramaian” dengan cara-cara tulus dan tidak didasari muatan kepentingan. Terakhir saya juga mau mengingatkan, belajar menabur kasih bukanlah sesuatu yang rumit. Dengan sikap tidak membeda-bedakan, mempersulit keadaan apalagi meminta duit masyarakat yang kebetulan sedang mengurus KTP/administrasi kependudukan, maka selaku aparat pemerintah Anda sudah menampilkan wujud kasih yang sejati (kesetiaan dan penguasaan diri). Sudah saatnya kita semua termasuk saya untuk tetap belajar menjadikan momentum peringatan Natal sebagai penguat perbuatan kasih berkelanjutan terhadap sesama. Tak terkecuali apakah Anda seorang masyarakat melarat, aparat, birokrat, wakil rakyat, pejabat, konglomerat bahkan penjahat. Taburkan kasih tanpa henti dengan 9 perbuatan universal. Akui kemajemukan umat manusia dengan tidak melihat latar belakang suku, agama, ras, warna kulit, golongan atau status apapun. Selamat Natal 25 Desember 2013, peace on earth and God Bless Indonesia..!

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here