Pasal 107
Penggunaan Lampu Utama
(1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan Bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.
(2) Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.
TEROPONG: Merengut (baca; muka kesal) semua pemilik ‘kreta’ gara-gara dipaksa polisi ngidupin lampu bos. Mereka banyak keberatan alias terpaksa melakukan. Sebab, selain mempercepat putusnya bola lampu yang merugikan pemilik sepeda motor, lampu sepeda motor yang hidup di siang hari ‘keknya’ mengganggu pemakai jasa jalan lain. Bila alasannya adalah untuk keselamatan, maka harus diyakinkan dulu hubungan langsung antara lampu hidup dengan keselamatan pengendara. Disamping itu, apakah ada data-data pendukung hidup lampu di siang hari bisa mengurangi kecelakaan? Atau, adakah data pendukung lain yang menyatakan kalau lampu sepeda motor padam di siang hari menjadi penyebab utama tingginya angka kecelakaan di jalan raya?
Pasal 112
Belokan atau Simpangan
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
Belokan atau Simpangan
(1) Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalik arah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.
(2) Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.
(3) Pada persimpangan Jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, Pengemudi Kendaraan dilarang langsung berbelok kiri, kecuali ditentukan lain oleh Rambu Lalu Lintas atau Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
TEROPONG: Hebat juga bahhhh khusus ayat 3 itu. Memangnya seberapa banyak sarana yang telah disediakan oleh pihak kepolisian, dinas perhubungan atau lembaga pengatur lalu lintas terkait ? Ayat tersebut terkesan sumir dan tidak jelas bagi pemakai jasa jalan. Bisa merepotkan dan membingungkan masyarakat yang tidak menemukan fasilitas atau sarana pendukung yang dimaksud.
Pasal 273
Ketentuan Pidana
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
TEROPONG: Isi Ayat 1 di atas sangat tidak wajar Lae. Kok bisa pulak aturan perundangan yang ada justru memidanakan pelaksana Undang-Undang ? Bila kita masih mau jujur, budaya ketimuran di Republik tercinta ini teramat sulit membawa aturan tersebut ke meja hukum. Bukan apa-apa, fungsi pemerintahan, termasuk penyelenggaraan jalan, pada prinsipnya adalah pelaksana Undang-Undang. Artinya, apa masuk akal ada masyarakat (korban) menggugat Gubernur, Walikota, Bupati, Kepala Dinas Perhubungan atau institusi terkait lainnya setelah menjadi korban di jalan yang rusak ? Untuk diketahui juga, Kementerian PU sendiri masih mempermasalahkan pasal pemidanaan penyelenggara jalan yang memang secara hukum tidak berdasarkan konsep realistis untuk diterapkan.(MS/Sumber: UU 22 tahun 2009/Ilustrasi Foto: Google)