Lima Masalah Imigran Gelap Asing Jangan Resahkan Rakyat Sumut, Pemerintah & Aparat Diminta Tegas

OLYMPUS DIGITAL CAMERA
Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Kehadiran imigran gelap (pengungsi asing) ke suatu daerah atau negara memungkinkan timbulnya banyak masalah baru dan keresahan rakyat. Untuk Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terdapat 2.031 imigran ilegal asal 17 negara. Akibatnya, 5 masalah umum kerap muncul diantaranya; perkelahian sesama pengungsi, perkelahian pengungsi dengan masyarakat lokal, pengungsi ikut aksi unjukrasa, imigran menikah dengan WNI hingga sikap tak patuh aturan tinggal di lokasi penampungan namun kabur ke luar area.

Peringatan tersebut dilontarkan Dosen Sosiologi Politik (Sospol) Fisip Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSi, saat dikonfirmasi www.MartabeSumut.com, Minggu siang (23/8/2015). Dihubungi melalui jaringan telepon, pengamat kebijakan publik ini berkeyakinan, berdasarkan data Imigrasi Depkum HAM Sumut, sebanyak 2.031 imigran gelap asal 17 negara yang datang ke Sumut pantas disikapi tegas oleh aparat pemerintah termasuk penegak hukum. Apapun ceritanya, kata Shohibul, Konvensi WINA 1951 dan Protokol 1967 belum diratifikasi Indonesia sehingga pengungsi tidak boleh diusir atau dikembalikan ke daerah perbatasan wilayah yang bisa mengancam jiwa, keselamatan dan kebebasan hidup sesuai hak asasi manusia (HAM). “Saya rasa tidak ada hambatan Indonesia secara politis dan kultur untuk meratifikasinya. Supaya kedepan penanganan pengungsi yang datang ke Indonesia bisa lebih baik. Apakah dari sisi jumlah atau hal lainnya,” terang Shohibul, sembari mensinyalir, maraknya imigran gelap yang mayoritas beragama Muslim datang disebabkan persepsi bahwa Indonesia merupakan negara penganut Muslim terbesar dunia.

Lokasi Konsentrasi dan Penegakan Hukum

Dosen yang juga menjabat Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nBASIS) yang berdiri sejak tahun 1999, Koordinator Daerah Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) periode 2008-2010 hingga tenaga ahli bidang Sospol DPRD Sumut, itu mengusulkan, menyikapi dampak sosial diantaranya keresahan warga maupun aksi kriminal, pemerintah maupun aparat penegak hukum tidak boleh berfikir sebatas damai di tempat lantaran melihat kehidupan miris para pengungsi. Namun lebih dari itu, lanjut Shohibul, masalah kemanusiaan yang ditangani wajib sejalan dengan kebijakan tepat supaya tidak berimplikasi negatif terhadap lingkungan sosial masyarakat tempatan. Artinya, imbuh dia lebih jauh, ribuan pengungsi yang ada di Sumut sekarang patut direlokasi pada satu konsentrasi tempat khusus. Sementara setiap aktivitas pidana dan kriminal yang dilakukan pengungsi, patut diproses sesuai hukum berlaku di Indonesia. “Lima masalah umum pengungsi jangan sampai meresahkan rakyat. Makanya pemerintah harus tegas,” imbaunya. Menurut Shohibul, menempatkan pengungsi pada 1 lokasi terpadu, seperti manusia perahu yang ditempatkan pemerintah di Pulau Galang beberapa tahun lalu, adalah kebijakan yang cukup masuk akal. Sedangkan soal penegakan hukum, polisi diharapkannya tidak “remeh temeh” apalagi bersikap sepele “kasihan” kepada pengungsi. “Tolong diingat, tujuan hukum memberi efek jera dan membuat potensi niat jahat teredam,” ingatnya.

Waspadai Kasus Kejahatan

Sebelumnya, Ketua Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Efendi Panjaitan mengimbau aparat Poldasu, Imigrasi Depkum HAM Sumut, Yayasan Pusaka dan International Organization of Migration (IOM) Indonesia wilayah Sumut agar bersinergi mengantisipasi kasus-kasus kejahatan akibat dampak kehadiran pengungsi ke Sumut. Tatkala memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas persoalan pengungsi asal 17 negara asing, belum lama ini di gedung DPRDSU Jalan Imam Bonjol Medan, Efendi memastikan, kasus kriminal semisal perkelahian dan human trafficking (perdagangan manusia-Red) menjadi sesuatu yang pantas diwaspadai. “Perdagangan manusia sangat memungkinkan terjadi. Baik dengan modus menawarkan diri, penjualan langsung terbuka hingga menjamurnya calo-calo mengambil keuntungan sesaat. Bila tidak diantisipasi, dampak negatifnya meluas pada masyarakat. Bukan mustahil menjustifikasi human trafficking. Perlu dikordinasikan pihak-pihak terkait menangkal indikasi ini,” cetus politisi F-PDIP tersebut. Kecenderungan jumlah pengungsi meningkat, ungkap Efendi lagi, harus mampu diantisipasi semua instansi terkait di daerah dan pusat. Aparat Poldasu, Imigrasi, IOM, Yayasan Pusaka dan UNHCR diimbaunya bekerjasama melihat jernih posisi serta mobilisasi pengungsi yang cenderung membludak. “Kalau memungkinkan, ada regulasi yang tidak bertentangan dengan pusat tapi daerah bisa mengisi kekosongan aturan,” ucapnya.

Penegakan Hukum Banyak Damai dan Tak Jelas

Data dihimpun www.MartabeSumut.com dari Poldasu,5 potensi kerawanan pengungsi seperti perkelahian sesama pengungsi, perkelahian pengungsi dengan masyarakat lokal, pengungsi ikut aksi unjukrasa, imigran menikah dengan WNI hingga sikap tak patuh aturan tinggal di lokasi penampungan namun kabur ke luar area, terindikasi diselesaikan secara damai bahkan tak jelas. Poldasu mencatat, sebanyak 2.024 pengungsi asal 16 negara, memiliki 9 kasus perkelahian antara sesama pengungsi, 5 kasus perkelahian pengungsi dengan masyarakat, 2 kasus unjukrasa pengungsi dengan masyarakat lokal, 6 kasus pernikahan pengungsi dengan WNI dan kaburnya pengungsi dari penampungan. Ironisnya, 9 kasus perkelahian antara sesama pengungsi dan 5 kasus perkelahian pengungsi dengan masyarakat, ternyata penegakan hukumnya dominan damai alias banyak tidak jelas.

Tersebar di 24 Lokasi Penampungan

Padasisi lain, data dihimpun www.MartabeSumut.com dari Divisi Keimigrasian Depkum HAM Sumut, mengungkapkan, 17 negara asal 2.031 pengungsi per 7 Agustus 2015 meliputi; Sri Lanka (410 jiwa), Afganistan (392 jiwa), Myanmar/Rohingya (304 jiwa), Palestina (283 jiwa), Somalia (305 jiwa), Iran (151 jiwa), Bangladesh (30 jiwa), Pakistan (55 jiwa), Iraq (27 jiwa), Sudan (26 jiwa), Mesir (13 jiwa), Syria (12 jiwa), Etyopia (6 jiwa), Thailand (2 jiwa), Quwaith (2 jiwa), Jordania (2 jiwa) dan Etheria (2 jiwa).

Sementara 2.031 pengungsi dikonsentrasikan pada 24 titik penampungan terpisah. Diantaranya; Rumah Detensi Imigrasi Medan Jalan Selebes Belawan (396 orang), Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan Jalan Gatot Subroto No 268 Medan (8 orang), Kantor imigrasi Kelas II Belawan Jalan Serma Hanafiah No 2 Belawan (2 orang), Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai Asahan Jalan Jenderal Soedirman Km 4,5 Tanjung Balai Asahan (13 orang), Hotel Pelangi Jalan Letjen Jamin Ginting No 12 Medan Tuntungan (92 orang), Hotel Top Inn Jalan Flamboyan Raya No 7 Medan Selayang (31 orang), Wisma YPAP I Jalan Bunga Cempaka/Pasar III No 4 Medan Selayang (142 orang), Wisma Shandy Putra Jalan Letjen Jamin Ginting Simpang Selayang Medan Tuntungan (94 orang), Hotel Sentabi Jalan Letjen Jamin Ginting Penembahan Medan Tuntungan (102 orang), Wisma Cendana Jalan Pembangunan USU Gang Rezeki No 7A Medan Selayang (138 orang), Wisma Lestari I Jalan Pembangunan USU Lorong Kabung Medan Selayang (84 orang), Wisma Syalom Bukit Hijau Jalan Letjen Jamin Ginting Simpang Selayang Medan Tuntungan (51 orang), Wisma Rumah Kita Jalan Bunga Terompet No 9 Medan Selayang (85 orang), Wisma Lestari II Jalan Dr Mansyur Gang Sehat No 26 Medan (116 orang), Graha Ayura Jalan Soedirman Gang Perumahan Griya Sudirman Lubuk Pakam (65 orang), My Mansion Jalan SMTK Dalam No 15 Medan (90 orang), Wisma Virgo II Jalan Sei Padang No 13 Medan Baru (38 orang), Wisma Keluarga Jalan Medan-Binjai Km 12,5 Kab Deli Serdang (183 orang), Wisma Virgo I Jalan Pesantren Medan Sunggal (42 orang), Wisma Rajawali Jalan Rajawali No 40 Medan Sunggal (46 orang), Wisma Gekapita Jalan Budi Lubur Medan Helvetia (30 orang), Hotel Rizki Jalan Gatot Subroto Gang Harapan No 2 A Medan Helvetia (42 orang), Homestay Aisyah Jalan Alfalah Raya No 12 Medan Barat (78 orang) dan Hotel Beraspati Jalan Jamin Ginting Km 10,2 Medan (71 orang).(MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here