www.MartabeSumut.com, Medan
Penanganan kasus dugaan penyalahgunaan APBD Sumut 2011-2013 dari program Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), yang awalnya ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) tapi kemudian diambil alih Kejaksaan Agung (Kejagung) pusat, hingga kini terkesan berproses sangat lamban. Itupun kalau tidak mau dikatakan jalan ditempat. Sebab, kondisi tersebut mengakibatkan kepercayaan rakyat kian merosot terhadap korps Adhyaksa. Lambatnya proses perlu disingkap melalui pintu masuk pemeriksaan terhadap penyidik Kejatisu yang sempat menangani kasus sejak tahun 2013.
Kritik pedas itu dilontarkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Sutrisno Pangaribuan, ST, kepada www.MartabeSumut.com, Rabu sore (26/8/2015). Sutrisno menjelaskan, perkembangan proses penyelidikan/penyidikan pihak Kejagung mulai diragukan dan dipertanyakan publik Sumatera Utara (Sumut). “Rakyat Indonesia khususnya masyarakat Sumut mencium aroma kerja Tim Satgassus Kejagung bakal sama dengan Kejatisu. Lamban, gantung, tidak serius dan terindikasi berbau transaksional seperti kinerja Kejatisu saat menangani tahun 2013 silam. Sebagai unsur penyelenggara Pemprovsu sekaligus wakil rakyat Sumut, saya merasakan kepercayaan rakyat merosot turun kepada Kejagung bila tetap bergerak lamban,” sindir Sutrisno.
Ganjil Bila Kejagung Lamban
Wakil rakyat membidangi masalah hukum/pemerintahan itu melanjutkan, adalah sesuatu yang ganjil rasanya ketika pihak Kejagung berjalan lamban sedangkan rakyat Sumut/Indonesia menunggu dengan ekspektasi tinggi. Politisi PDIP ini membeberkan, kelambanan Tim Satgassus Kejagung menangani kasus dugaan pencurian uang rakyat dari kantong APBD Sumut 2011-2013 akhirnya menorehkan 5 persepsi miring publik. Pertama,penanganan kasus dugaan penyalahgunaan dana Bansos, BDB, BHP dan BOS Pemprovsu yang ditangani Kejatisu sejak tahun 2013 tergolong tidak serius. Tatkala kasus diambil alih Kejagung dari Kejatisu, tegas Sutrisno, patut diduga berkaitan erat dengan praktik transaksional suap. “Praktik suap diduga terjadi di Kejatisu sehingga penanganannya tak jelas dan lamban. Namun tidak tertutup kemungkinan terjadi pula di Kejagung atau saat pemeriksaan sekarang. Sehingga intervensi terhadap penanganan kasus memunculkan konsepsi take over(pengambilalihan). Sampai sekarang tak ada penjelasan resmi kepada publik menyangkut alasan pengambilalihan penanganan kasus tersebut,” terang Sutrisno.
Kedua, lambannya penanganan kasus mengakibatkan kesulitan untuk mencari barang bukti. Waktu yang begitu lama dinilai Sutrisno dapat dimanfaatkan para terduga pelaku menghilangkan barang bukti. Demikian juga bila laporan penggunaan dana-dana tersebut selama ini belum ada lantaran sebagian besar diperkirakan fiktif. Artinya, lanjut Sutrisno, akan sangat cukup waktu untuk melengkapi berkas administrasi laporan dari para pengguna dana rakyat. Modus itu dipastikannya sering digunakan dengan membuat kelengkapan administrasi tanggal mundur. Dari beberapa sumber yang dapat dipercaya, aku Sutrisno lagi, beberapa dinas, badan dan instansi Pemprovsu telah mengeluarkan sejumlah surat panggilan kepada lembaga-lembaga pengguna dana APBD Sumut agar segera memberikan Laporan Pertanggungjawaban (Lpj) bahkan mengembalikan uang ke kas daerah.
Publik Kehilangan Kepercayaan
Ketiga, publik kehilangan kepercayaan terhadap korps kejaksaan dalam penanganan kasus dugaan penyalahgunaan dana Bansos, BDB, BHP dan BOS. Kali ini Sutrisno berkeyakinan, telah beredar luas di kalangan masyarakat Sumut bahwa sejak kasus ditangani Kejagung, para terduga pelaku penyalahgunaan dana APBD Sumut kerap dijadikan “ATM” berjalan oleh para penyidik. Sehingga kasus tidak pernah mengalami kemajuan, sengaja diperlambat atau berujung tak jelas. “Saya berharap KPK melakukan pengusutan, pencarian rekam jejak dan pemeriksaan terhadap semua penyidik Kejatisu yang menangani kasus sejak tahun 2011-2013. Jika mengacu pada tindakan menyuap Ketua, Hakim dan Panitera PTUN Medan dilakukan atas pemeriksaan penyalahgunaan dana yang bersumber dari APBD Sumut, maka tentu diyakini bahwa ada kesalahan fatal dalam pengelolaan dana-dana tersebut,” cetus Sutrisno, sembari memastikan, penalaran logis saja tidak memungkinkan terjadinya peristiwa penyuapan bila tidak ada yang ditutupi, tidak ada yang ditakuti atau tidak ada yang dilindungi. “Dalam hal ini, penyuap diduga menginginkan agar pemeriksaan tidak dilanjutkan. Kalau perlu kasus closed case alias di-SP3-kan dengan menyuap penyidik Kejatisu bahkan penyidik Satgassus Kejagung,” timpalnya lagi.
Komisi Kejaksaan Periksa Penyidik Kejatisu
Keempat, Komisi Kejaksaan diminta melakukan pemeriksaan kepada para penyidik Kejatisu dan Kejagung terkait lambannya penanganan kasus. Menurut Sutrisno, publik dan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Sumut, saat ini mulai jenuh/meragukan akuntabilitas, profesionalitas maupun integritas para penyidik yang menangani kasus penyalahgunaan APBD Sumut sejak 2011-2013. Sehingga bertahun-tahun kasus tak ada kemajuan sampai akhirnya jebakan OTT KPK membuka aib yang terbenam cukup lama. Meningkatnya gairah Kejagung melakukan pemeriksaan kepada jajaran pejabat di lingkungan Pemprovsu terkait dugaan penyalahgunaan dana APBD Sumut 2011-2013 melalui program Bansos, BDB, BHP dan BOS, pasca-OTT KPK, itu dipercaya Sutrisno sebatas upaya membangun citra positif belaka serta diduga bertujuan melakukan kanalisasi persoalan. “Para pelaku kecil akan jadi tersangka sementara aktor intelektual tidak pernah tersentuh hukum. Sekali lagi, Komisi Kejaksaan sangat pantas memeriksa para penyidik Kejatisu yang menangani kasus tahun 2013,” pintanya.
Keengganan Kejagung Limpahkan Kasus ke KPK
Kelima, keengganan Kejagung melimpahkan penanganan kasus dugaan penyalahgunaan dana Bansos, BDB, BHP dan BOS Pemprovsu kepada KPK diduga sebagai upaya memilah dan memilih calon tersangka. Tentu saja, ucap Sutrisno, berkorelasi erat dengan dugaan upaya melindungi aktor intelektual dalam kasus yang kemungkinan besar melibatkan orang secara berjemaah. Berarti Satgassus Kejagung yang turun ke Medan baru-baru ini cuma sebatas pamer kekuasaan formalitas ? Sutrisno justru enggan berandai-andai. Bagi legislator asal daerah pemilihan (Dapil) Sumut VII Kab Tapsel, Kab Madina, Kab Padang Lawas, Kab Padang Lawas Utara dan Kota Padang Sidimpuan itu, teramat pantas dicurigai bila progress (perkembangan-Red) pemeriksaan data-data penyaluran Bansos dinyatakan baru sekadar pengumpulan. Sementara dunia tahu betul kalau kasus telah ditangani Kejatisu sedari tahun 2013. “Menjadi sulit diterima akal sehat jika Kejagung lantang menyatakan baru mengumpulkan data atau tidak memiliki data valid. Makanya, supaya polemik tidak berkepanjangan, saya rasa Kejagung legowo aja menyerahkan penanganan kasus dugaan penyalahgunaan dana-dana bersumber dari APBD Sumut tahun 2011-2013 kepada KPK,” imbaunya diakhir penjelasan, seraya mengharapkan Kejagung jujur, terbuka bahkan memahami keletihan masyarakat Sumut menunggu pengungkapan kasus terang benderang demi mewujudkan wajah Sumut yang Baru.
Awal Kasus
Seperti diketahui, awal perkara dugaan korupsi dana APBD Sumut 2011-2013 mulai mencuat setelah Mantan Kepala Biro Keuangan Pemprovsu Ahmad Fuad Lubis mengajukan gugatan ke PTUN Medan terkait surat perintah penyelidikan kasus korupsi dana Bansos Sumut tahun 2011-2013 yang diterbitkan Kejatisu. Gugatan tersebut akhirnya disidangkan di PTUN Medan dan penggugat (Pemprovsu) meraih kemenangan. Namun kemenangan itu ternyata beraroma korupsi dan berakhir pada OTT KPK atas peristiwa penyuapan Ketua, Hakim dan Panitera PTUN Medan yang dilakukan oleh pengacara dari kantor OC Kaligis (pengacara penggugat/Pemprovsu). Pengembangan Kasus OTT sampai sekarang masih dilakukan pihak KPK dengan melakukan penggeledahan di sejumlah kantor SKPD/Dinas, Badan, Instansi Pemprovsu hingga ke gedung DPRDSU. Sementara itu, Kejatisu mengajukan banding atas keputusan PTUN Medan yang memenangkan Ahmad Fuad Lubis ke PT TUN. Kemudian Kejagung justru mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan dana Bansos, BDB, BHP dan BOS yang dikelola Pemprovsu. (MS/BUD)