www.MartabeSumut.com, Medan
Kalimat bernuansa sarkasme “orang miskin dilarang sakit” kembali terbukti. Dialami pasangan Herianto Sembiring dan Riris Simamora tatkala membawa anak balita berobat ke Rumah Sakit (RS) USU Medan, Jumat (17/3/2017) lalu. Putra mereka Rianto Sembiring kelahiran 8 Maret 2017 menderita demam, mencret dan banyak kehilangan cairan tubuh. Kendati tak punya uang, kartu BPJS, KTP dan KK, toh Herianto Sembiring dan Riris Simamora tetap nekad ke RS USU Medan.
Kehadiran pasien langsung dilayani dan ditangani perawat/dokter RS USU dengan memberi pertolongan pertama. Selanjutnya pihak RS USU mempertanyakan data-data untuk menetapkan status pasien pelayanan umum atau masuk jaminan kartu kesehatan KIS/BPJS. Ternyata Herianto Sembiring dan Riris Simamora tidak memiliki kartu BPJS/KIS, KK bahkan KTP. Mereka cuma memegang informasi minim dari luar bahwa kartu KIS/BPJS bisa diurus setelah pasien masuk RS. “Kami masuk RS USU pada Jumat 17 Maret 2017. Awalnya saya akui ada kartu BPJS agar anak saya bisa ditangani. Makanya saya teken form isian. Jujur, RS USU melayani anak saya dengan baik. Keesokan hari pegawai BPJS Kesehatan di RS USU meminta kartu BPJS untuk pendataan. Saya terpaksa mengakui tak punya kartu BPJS,” ungkap Riris Simamora kepada www.MartabeSumut.com, Jumat pagi (24/3/2017) melalui saluran telepon. Mengetahui realitas tersebut, pihak BPJS dan RS USU meminta segera diurus sebab syarat pelayanan pasien BPJS/KIS 3×24 jam terhitung pasien mulai masuk. Nah, singkat cerita, berbekal bantuan anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, ST dan pendampingan Wakil Bendahara Komunitas Aksi Jurnalis Independen (KAJI) Unit DPRD Sumut Lincoln B Napitupulu, kedua orangtua miskin itu berhasil mendapat kartu BPJS/KIS pada Rabu (22/3/2017). Namun batas 3×24 jam telah berakhir pada Selasa (21/3/2017). Riris pun mengakui salah lantaran tidak punya kartu BPJS/KIS sejak awal. Dia memastikan anaknya Rianto Sembiring sudah sehat dan dokter menyatakan boleh pulang sejak Rabu 22 Maret 2017. “Sampai sekarang kami belum pulang karena RS USU dan BPJS meminta penandatanganan surat cicilan tagihan pasien umum sekira Rp. 14 juta. Dari mana saya dapat uang sebesar itu? Makan aja susah. Saya tidak berkerja sedangkan kerja suami ikut orang jualan durian. Tolong bantu saya Pak,” keluh Riris kebingungan, sembari memohon doa dan berharap ada mujizat.
Tanggungjawab Kemanusiaan
Terpisah, www.MartabeSumut.com mengkonfirmasi Humas RS USU Medan Muhammad Zeini Zen, Jumat pagi (24/3/2017). Menurut Zen, secara prosedur etika, tanggungjawab kemanusiaan dan sistem pelayanan, RSU USU sudah memberikan penanganan kesehatan terhadap pasien balita Rianto Sembiring. Tapi persoalan selanjutnya muncul kepada pihak BPJS Kesehatan yang diikat aturan resmi pendaftaran pasien sakit 3×24 jam. “Kami di RS USU tidak ada masalah Bang. Penetapan status pasien jadi tagihan umum disebabkan syarat BPJS memang gitu. Silahkan saja dikonfirmasi kepada BPJS Kesehatan,” ucap Zen. Humas BPJS Kesehatan Medan, Mulyani, menyatakan akan mempelajari persoalan yang dihadapi keluarga miskin Herianto Sembiring dan Riris Simamora. “Terimakasih infonya Pak. Maaf ya Pak, saya belum mendapat laporan. Saya akan konfirmasi dan pelajari laporannya dulu nanti,” ujar Mulyani kepada www.MartabeSumut.com melalui pesan singkat SMS, Jumat sore (24/3/2017). Menyahuti kondisi keluarga miskin tersebut, KAJI Unit DPRD Sumut bersimpati meringankan beban orangtua miskin itu dengan memberi bantuan Rp. 200 ribu. “Sabtu siang (25/3/2017) kita sudah serahkan bantuan KAJI Unit DPRD Sumut untuk Ibu Riris,” terang Wakil Bendahara KAJI Unit DPRD Sumut Lincoln B Napitupulu. Informasi terakhir diperoleh www.MartabeSumut.com, entah karena kuatnya dorongan media terhadap RS USU atau memang mujizat telah terjadi, Herianto Sembiring dan Riris Simamora akhirnya tersenyum lega. Pada Sabtu sore (25/3/2017), pihak RS USU mengizinkan pasangan tersebut membawa anak mereka Rianto Sembiring untuk pulang. Benarkah orang miskin tidak boleh menderita sakit?(MS/BUD)