www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi B dan D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) memanggil RDP Kadis Pariwisata Sumut Hidayati, Direktur Destinasi Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) M Tata Syafaat R, Kadishub Kab Samosir diwakili Sekretaris Drs Jagogo Sagala dan Kepala Pos Dermaga Tomok Kab Samosir Riduan Manalu, Selasa siang (3/7/2018) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. RDP bertujuan membahas keselamatan, kenyamanan, keamanan dan prospek pengembangan kawasan wisata Danau Toba.
Pengamatan www.MartabeSumut.com, RDP dipimpin Sekretaris Komisi B Robi Agusman Harahap, SH. Tampak hadir anggota Komisi B Richard P Sidabutar, SE, Jenny RL Berutu, SH dan dan Sekretaris Komisi D Sutrisno Pangaribuan, ST. Setelah Kadis Pariwisata Sumut Hidayati dan Direktur Destinasi BPODT M Tata Syafaat R membeberkan program pengembangan kawasan wisata Danau Toba, giliran Sekretaris Dishub Kab Samosir Jagogo Sagala yang mengatakan analisis faktor cuaca buruk mempengaruhi tragedi KM Sinar Bangun, itu langsung dicecar Richard Sidabutar. Politisi Partai Gerindra ini memastikan, KM Sinar Bangun tenggelam akibat kelalaian aparat Dishub Samosir mengawasi kapal-kapal kayu berpenumpang yang beroperasi di perairan Danau Toba. “Mari kita semua berdoa sejenak atas korban-korban KM Sinar Bangun. Jangan bapak bicara absurd (konyol) soal analisis cuaca buruk,” kesal Richard sembari menatap tajam Jagogo Sagala. Padahal, lanjutnya lagi, transportasi keselamatan pelayaran tidak diawasi petugas Dishub Samosir sesuai aturan berlaku. Termasuk berbagai Standard Operational Procedure (SOP) yang kerap dilanggar dan diabaikan pejabat pengawas berwenang. Pada sisi lain, Richard membenarkan pengeluaran izin trayek berlayar memang kewenangan provinsi. Namun pelaksanaan kegiatan izin itu disebutnya tanggungjawab pihak kabupaten karena kapal beroperasi di wilayah kabupaten. “Jangan macam kiper kalian buang badan. Provinsi dan kabupaten sama-sama buang badan atas tragedi KM Sinar Bangun. Terakhir kita macam membahas gaib di sini,” geram Richard dengan nada tinggi, seraya membacakan beberapa dasar regulasi.
Solusi
Solusinya, singkap Richard lebih jauh, uji kelaikan kapal/boat yang melayari Danau Toba sudah diatur Dephub secara jelas. Artinya, setiap kapal yang tak lolos uji dilarang berlayar dan bila dilanggar atau ada kelalaian harus diberi sanksi hukum dengan merujuk Permenhub No. KM 73/2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai/Danau, Permenhub No. KM 58/2007 tentang Perubahan Keputusan Permenhub 73/2004 tentang penyelenggaraan angkutan sungai dan danau serta Permenhub PM NO. 8/2014 tentang Kompetensi Sumber Daya Manusia bidang lalulintas angkutan jalan, angkutaan sungai, danau dan penyeberangan. “Apa kalian sudah periksa semua dasar atau izin, kualifikasi, kompetensi menakhodai kapal dan boat di Danau Toba ? Kalau tak ada, tindak dong. Lalu bina mereka berdasarkan UU No.17/2008 tentang Pelayaran,” pinta Richard. Menurut dia, 7 Pemkab di kawasan Danau Toba mau tak mau mesti mempersiapkan tenaga medis dan ambulance di lokasi destinasi yang jadi pilihan pengunjung. Kemudian mengantisipasi keselamatan penumpang, pengunjung dan wisatawan dengan memperhatikan standar keselamatan transportasi, keamanan serta kenyamanan publik. Bagi Richard, pesan moral tragedi KM Sinar Bangun mengisyaratkan manajemen penanganan bencana tidak jelas termasuk manajemen pengurangan risiko bencana. “Life guard dan life jacket aja kita tak punya di kapal tapi bicara Danau Toba jadi Monaco of Asia ? Ingat ya, regulasi, koordinasi dan eksekusi saja tak cukup. Pakailah hati,” ingatnya. Sedangkan Robi Agusman Harahap dan Jenny RL Berutu mencecar jumlah maksimal penumpang kapal-kapal kayu yang berlayar selama ini. Kemudian kelalaian Dishub Samosir lantaran membiarkan KM Sinar Bangun berlayar dengan tonase berlebih. (MS/BUD)