www.MartabeSumut.com, Medan
Beberapa butir usulan DPR RI merevisi UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiratkan pesan jelas niat pelemahan KPK. Bermodus akal-akalan untuk menguatkan padahal bermaksud melemahkan. Sebab, butir kelembagaan Dewan Pengawas (Dewas) selaku pemberi izin operasi penyadapan KPK, itu rentan membuka ruang intervensi, konflik kepentingan, tidak independen bahkan berpotensi bocor ke publik.
Baca juga: Demonstran Dukung Revisi UU KPK, Anggota DPRDSU Nezar Djoeli Yakin Penyadapan Butuh Pengawasan
Baca juga: Ada 73 Kasus TPPU Korporasi di Indonesia Rp. 4,5 T, KPK Sebut TPPU Saudara Kandung Korupsi
Peringatan tersebut dilontarkan politisi Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) Robi Agusman Harahap, SH dan politisi Partai Amanat Nasional (PAN) HM Iskandar Sakty Batubara, SE, MSP. Berbicara kepada www.MartabeSumut.com, Sabtu siang (7/9/2019) melalui saluran telepon, keduanya sepakat menyatakan tidak setuju revisi UU KPK yang dipersiapkan DPR RI. Robi Agusman Harahap, misalnya. Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 itu mensinyalir, revisi bukan bermaksud menguatkan KPK sebagai lembaga anti rasuah, yang kini sangat dipercaya rakyat. Melainkan melemahkan secara sistematis dengan memasukkan butir-butir ambivalen (bercabang dan saling bertentangan-Red) dalam teknis kerja KPK. “Kalo untuk menguatkan saya setuju. Tapi bila melemahkan, saya tidak setuju. Keberadaan Dewas menentukan izin penyadapan sama saja melemahkan KPK. Kok jadi muter-muter kita memelintir kalimat ? Pelemahan kok dibilang penguatan ? Menata KPK kuat bukan begitu,” ucap Robi tak habis pikir. Ketua F-PKB DPRD Sumut tersebut menegaskan, ketika Dewas dibentuk sementara orang-orang yang duduk tidak independen, maka bisa dipastikan KPK akan kehilangan “taji” dalam setiap operasi. “Oke kalo Dewas-nya independen, gimana bila tidak ? Siapa bisa jamin Dewas independen ? Boleh-boleh saja direvisi, tapi penyadapan jangan diatur atau dibatasi. Boleh ada Dewan Pengawas, namun fungsinya tidak memutuskan izin penyadapan,” cetusnya.
Baca juga: Dihadiri 18 Anggota Dewan, DPRDSU PAW 3 Legislator yang Tersandung Hukum di KPK
Baca juga: Tersangkut Kasus Korupsi di KPK,2 Anggota DPRDSU Kena PAW
KPK tak Perlu Izin Penyadapan
Robi melanjutkan, operasi penyadapan KPK memang tidak memerlukan izin supaya leluasa menjalankan misi penjebakan koruptor. Karena prosedur izin sadap yang administratif berpotensi bocor, tidak independen, rentan konflik kepentingan serta menghadirkan intervensi berbagai pihak. Robi pun menyatakan kaget, curiga dan mempertanyakan integritas pihak-pihak yang ketakutan sehingga ngotot memasukkan mekanisme izin penyadapan dalam butir revisi. “Santai aja Bro kalo gak salah. Masak mau menyadap diatur-atur ? Ya keburu tahulah yang mau disadap. Polisi dan Jaksa saja sering menangkap tersangka dahulu baru mengeluarkan surat perintah penangkapan,” ujar Robi tertawa. Idealnya, timpal dia lebih jauh, kelembagaan Dewas patut sebatas mengawasi kinerja, mengevaluasi lembaga dan tidak masuk pada tataran urusan teknis. Alasan Robi, tidak pernah ada penjelasan logis apapun suatu kelembagaan Dewas mencampuri ranah teknis. Ibarat KPK adalah organizing committee atau panitia pelaksana, Robi pun menyebut posisi Dewas berperan sebagai steering committee atau panitia pengarah. “Jadi KPK selaku pelaksana teknis. Sedangkan Dewas mengawasi dan mengevaluasi tatkala ada hasil kerja yang gak beres. Besok-besok posisi KPK jadi gak penting jika Dewas mengurusi teknis,” yakin Robi. Anggota Komisi B DPRDSU bidang perekonomian ini percaya, ketika DPR RI jujur merevisi UU KPK untuk penguatan, tentu saja tidak menuai prokontra publik berjilid-jilid. Karena pada tahun 2012 usaha revisi pernah dilakukan DPR RI tapi gagal akibat perlawanan publik. “Sekarang muncul revisi jilid baru lagi nih,” herannya. Menurut Robi, penguatan KPK seyogianya memberikan wewenang full mulai dari operasi pencegahan, penindakan, eksekusi hingga penuntutan. Dijelaskan Robi, suka tak suka namun fakta menyatakan bahwa operasi penyadapan dan OTT KPK telah menggentarkan para koruptor. Logikanya, akan sangat konyol bicara revisi penguatan tapi terselip hasrat tersembunyi membatasi ruang gerak KPK. “Itulah kelebihan KPK. Beda dengan lembaga penegak hukum lain. Tolong KPK jangan dilemahkan,” imbaunya. Andaikan kelak DPR RI tetap “bandel” memaksa butir-butir usulan masuk dalam UU KPK, Robi optimis Presiden Jokowi bakal mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) demi menajamkan “taji” KPK. “Koruptor nakal ya ditindak dong, kok malah ada yang bela-bela bermodus penguatan,” sindir Legislator asal Dapil Sumut VII Kab Tapsel, Kab Madina, Kota Padang Sidempuan, Kab Palas dan Kab Paluta tersebut.
Baca juga: KPK Tangkap 4 Hakim di Medan: Doli Siregar Prihatin dengan Wakil Tuhan, Imbau Selidiki Eks HGU Lain
Revisi = Mencabuti Kuku KPK
Sikap senada ditunjukkan Iskandar Sakty Batubara, SE, MSP. Bagi Ketua Komisi C DPRD Sumut bidang keuangan ini, publik tahu bahwa butir-butir usulan revisi DPR RI berorientasi mencabut “kuku” KPK satu-per-satu. Dalam artian, imbuh pria yang akrab disapa “Coki” itu, mencabuti “kuku” ibarat merampas paksa kewenangan KPK. “Kuku kita dicabuti kan sakit ? Saya tegas mengatakan gak setuju. Sebab butir-butir revisi bertujuan melemahkan dan bukan menguatkan KPK,” cetusnya. Coki sepakat, 17 tahun KPK eksis, masalah korupsi dan penegakan hukum di Indonesia memang belum selesai. Indeks korupsi tidak turun bahkan koruptor kian merajalela memainkan modus-modus baru merampok uang rakyat. “Gimana pula jadinya jika kewenangan sadap dan OTT KPK dicabut ? Ya makin mudahlah koruptor bergerak bebas. Silahkan revisi UU KPK untuk menguatkan, tapi jangan melemahkan,” pintanya. Pada sisi institusi Dewan Pengawas KPK, Coki langsung menyatakan sangat tidak diperlukan. Pasalnya, unsur-unsur yang duduk di Dewas bakal menuai polemik panjang. Mulai konflik kepentingan, intervensi hingga independensi. “Saya rasa izin pengadilan lebih tepat untuk penyadapan. Namun telah ditolak jauh-jauh hari. Sekarang kok malah izin Dewas ya ? Intinya, penguatan bukan pelemahan KPK,” tutup Legislator asal Dapil Sumut VII tersebut. (MS/BUD)