www.MartabeSumut.com, Medan
Lantaran pihak Kodam I BB dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumatera Utara tak menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Camat Medan Helvetia Edi Mulia Matondang akhirnya jadi tumbal kekesalan wakil rakyat, Selasa siang (22/9/2015) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Bukan apa-apa, beberapa anggota Komisi A DPRDSU antusias “menggilir” Camat Medan Helvetia Edi Mulia Matondang dengan kalimat-kalimat pedas sampai tak berkutik.
Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP Komisi membidangi hukum/pemerintahan tersebut telat jadwal dan baru dimulai pukul 11.20 WIB akibat menunggu pihak berkompeten Kodam I BB, Pemko Medan dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumatera Utara. Setelah lama menunggu, rapat dibuka Ketua Komisi A DPRDSU Toni Togatorop, SE, MM, Sekretaris Rony Reynaldo Situmorang, SH dan dihadiri anggota Komisi Sutrisno Pangaribuan, ST, H Burhanuddin Siregar, SE, Sarma Hutajulu, SH, Drs Anhar A Monel, MAP dan beberapa anggota Komisi A lain. Selain dihadiri Camat Medan Helvetia Edi Mulia Matondang, tampak pula Lurah Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia Riswan Sihombing, Lurah Cinta Damai, Kadis Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sumatera Utara Dinsyah serta puluhan warga perwakilan Aliansi Masyarakat Pinggir Rel Helvetia Medan (AMPRHM)/masyarakat tepi rel kereta api Jalan Asrama Medan. “RDP kita belum sempurna karena pihak Kodam I BB, perwakilan Pemko Medan dan PT KAI tak hadir,” sesal Toni Togatorop, saat mengawali percakapan rapat.
Stop Perusakan Berdalih Normalisasi Sungai
Juru bicara AMPRHM Romson Purba, dalam forum RDP membeberkan, pada 28 Agustus 2015 datang surat Lurah Tanjung Gusta Medan kepada puluhan warga. Penggusuran warga diyakininya bukan program pemerintah untuk menormalisasi sungai melainkan sekadar titipan orang berkuasa, keinginan yang punya uang hingga berujung aksi barbar penggusuran tidak manusiawi. “Stop perusakan dan penggusuran warga dengan dalih normalisasi Sungai Badera,” cetusnya. Oleh sebab itu, lanjut Romson, pihaknya menuntut ganti rugi moril/materil atas kerusakan puluhan rumah, pencopotan Pangdam I BB yang dianggap mengurusi pekerjaan bukan bidangnya dan penghentian aksi-aksi penekanan warga melalui oknum tentara, aparat Satpol PP, oknum kelurahan bahkan pihak Kecamatan Medan Helvetia. Sementara Kadis PSDA Sumut Dinsyah mengungkapkan, mengacu aturan pemerintah soal sempadan sungai Nomor 5 tahun 1995, maka bila kedalaman sungai lebih 3 Meter, sempadan sungai wajib 15 Meter. Sejak tahun 1985, terang Dinsyah, Kota Medan telah menata sungai-sungai untuk mengendalikan banjir. “Semua Ini akibat kelalaian. Hanya Sungai Badera yang belum dinormalisasi. Terjadi penyempitan sungai. Sungai Sikambing dan Sungai Putih sudah normalisasi. Sekarang sungai-sungai hilang karena telah berada di bawah rumah warga. Sungai Badera muaranya ke Sungai Belawan. Tinggal Sungai Badera yang belum bisa disempurnakan. Sungai Denai di Amplas, Sungai Kra di Moh Yamin, Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Putih dan lainnya telah pula dibenahi sejak tahun 1985,” singkap Dinsyah, sembari menambahkan, durasi hujan 1 jam saja Medan langsung banjir. “Kemana arah drainase itu semua? Tahun 1980 – 1995 bagian kiri-kanan Sungai Badera sudah dibebaskan. Sekarang ini tidak ada kegiatan PSDA Sumut untuk Sungai Badera,” timpalnya lagi.
Penyempitan Sungai Badera
Sedangkan Camat Medan Helvetia Eddy Matondang berkeyakinan, dari Jalan Gatot Subroto Medan – area Kab Deli Serdang telah menemukan penyempitan Sungai Badera. Badan sungai selebar 4 Meter disebutnya menyusut jadi 2 Meter. Sepanjang Sungai Bedera, kata Matondang, pihaknya akan segera melakukan pembongkaran. “Saya bongkar walau belum diganti rugi atau sudah. Saya terima keluhan ribuan warga di sekitar Sungai Badera. Saya tidak tunggu ganti rugi. Dulu namanya sungai tapi sekarang parit,” tegasnya. Soal warga di pinggiran rel, Matondang mengakui bukan kapasitas pihaknya. Namun normalisasi warga menjadi urusan tapi bukan pembongkaran. Sebagai Camat, ujar Mantondang, dirinya sangat tahu titik-titik banjir di Jalan Asrama Medan. “Yang kami lakukan kemarin pengerukan parit, bukan pembongkaran. Sebab banyak warga pada 4 kelurahan di sana seperti Cinta Damai, Tanjung Gusta, Dwikora dan Helvetia,” ucapnya. Mendengar penjelasan Matondang, salah satu warga Sahat Sianturi langsung protes. “Bohong itu semua yang dibilang Camat yang gagah itu,” teriaknya. Romson menambahkan, dari 100 yang dikatakan Camat Medan Helvetia Eddy Matondang, cuma 1 yang benar yaitu soal banjir saat hujan turun.
Insiden Pengusiran Rinto Maha
Masih berdasarkan pengamatan www.MartabeSumut.com di lokasi, tatkala rapat berlangsung, Pimpinan RDP Rony Reynaldo Situmorang sempat mengusir LBH pendamping warga bernama Rinto Maha akibat bicara seolah-olah mengatur pimpinan rapat. Padahal, Rony sudah mengingatkan 1 kali namun saat diizinkan bicara kedua kali, Rinto Maha kembali terkesan mengatur mekanisme rapat. RDP dianggapnya tidak memaparkan awal pembahasan, pertengahan dan penutup sesuai tertib acara. “Kalo Anda tidak setuju, silahkan Anda keluar. Kami sekarang sedang menggali informasi, bukan mau berdebat,” seru Rony dengan nada tinggi, diikuti sikap diam Rinto Maha.
Camat Medan Helvetia “Digilir”
Menanggapi pendapat berkembang, khususnya komentar Camat Helvetia Eddy Matondang, anggota Komisi A DPRDSU Sarma Hutajulu mulai “menggilir” sang Camat dengan kalimat-kalimat pedas nan kritis. Sarma menilai, PSDA tidak memiliki kaitan dengan apa-apa yang dijelaskan Camat Medan Helvetia Eddy Matondang. “Jangan Bapak biasakan pakai kata saya ya Pak Camat. Kalo dengan orang-orang yang membelokkan bibir Sungai Deli Bapak bisa garang gak,” cecar Sarma bertanya. Menurut politisi PDIP ini, Pemko Medan, PT KAI dan Kodam I BB sudah bisa dilaporkan atas kasus pidana perusakan. “Kenapa surat Bapak menormalisasi Sungai Badera berdasarkan surat Kodam I BB ? Apa Kodam sudah tak ada kerja sehingga mengeruk-ngeruk sungai ? Kenapa pertemuan kalian di Kodam I BB dan bukan di kantor Camat ? Mohon maaf kalo agak-agak keras. Karena kalo gak keras gak didengarkan,” terangnya. Sarma juga mempertanyakan siapa yang punya hak atas proyek normalisasi. Sebab PT KAI ditegaskannya mengeluarkan surat sesuai surat Kodam I BB. PT KAI akhirnya dituding Sarma bersikap aneh karena justru tidak berkutik ketika lahannya dicaplok pengelola Center Point . “Kok sekarang sama warga pinggir rel garang ? Tugas Camat dan Lurah melindungi warga ya Pak. Bila masih ada yang di bantaran sungai, aturlah dengan baik tapi hentikan aksi kekerasan. Kami minta mulai hari ini dihentikan kekerasan dan penggusuran warga pinggir rel,” imbau Sarma.
Sutrisno Naik Pitam
Usai Sarma “menggilir” Camat Medan Helvetia Eddy Matondang, selanjutnya anggota Komisi A DPRDSU Sutrisno Pangaribuan angkat bicara. Menurut Sutrisno, sejak awal ingin marah setelah mendengar penjelasan Camat Medan Helvetia Eddy Matondang. “Tadinya saya mau marah, tapi terpaksa saya tertawa. Karena Pak Camat dan Pak Lurah mengatasnamakan negara, janganlah sombong apalagi arogan. Sadarlah Anda dibayar oleh negara dengan memakai pajak uang rakyat. Kodam I BB, Pemko Medan dan PT KAI tidak hadir RDP sama saja bukti tidak mengindahkan undangan Negara melalui institusi DPRDSU,” aku Sutrisno. Sebenarnya, ucap politisi PDIP itu melanjutkan, Lurah dan Camat Medan Helvetia sedikit berani karena di belakangnya Kodam I BB. Kalimat Kadis PSDA Sumut dipercaya Sutrisno sudah jelas sebab normalisasi sungai adalah tupoksi Balai Wilayah Sungai (BWS) II Sumatera. Namun lucunya lagi, imbuh Sutrisno, Lurah Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia Riswan Sihombing malah tidak memakai kop surat kelurahan saat mengeluarkan surat.
Dia juga meminta sikap jujur kalau sebenarnya Lurah dan Camat Medan Helvetia takut dan tidak berdaya lantaran ditekan Kodam I BB. “Saya sudah ke lapangan. Saya lihat sungai bisa dibelokkan bila ada bangunan ruko lantai IV di sana. Saya sudah copy KTP dan KK masyarakat. Pengungsi asing asal Rohingya saja kita tampung, dimana sikapmu mengusir warga sendiri,” hardik Sutrisno emosi menatap Camat Medan Helvetia serta Lurah Tanjung Gusta dan Lurah Cinta Damai, seraya mencampakkan 1 pucuk kertas. “Maaf saya emosi,” sambungnya lagi. Camat Medan Helvetia terdiam mematung ketika “digilir” Sutrisno. Belum lagi sorot tajam semua mata anggota Komisi A DPRDSU yang tak sanggup dihadapinya. “Kami tidak pernah undang tentara tapi kami yang diundang tentara Kodam I BB. Di pinggiran rel terdapat kendala,” tepisnya. Sementara itu, Lurah Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia Riswan Sihombing mengutarakan, pekerjaan normalisasi masih seputar rel kereta api. “Surat kami ditujukan kepada semua warga yang mengambil badan sungai dan mendirikan bangunan. Kami terlibat karena diundang Kodam I BB. Markas Kodam I BB sering banjir dan setiap banjir Kodam menelepon kami. Jadi inisiator normalisasi Sungai Badera memang Kodam I BB,” aku Sihombing, sambil menyatakan, setiap rapat di Kodam I BB dipimpin oleh Kasdam I BB dan Aslog.
Normalisasi Wajib Tinjau Hulu-Hilir Sungai
Kadis PSDA Sumut Dinsyah kembali berbicara. Dia memastikan, acuan baku normalisasi sungai memerlukan peninjauan dari hulu-hilir sungai. Termasuk melakukan survei, investigasi, melihat debit air dan kondisi lapangan. Lebar sungai ideal dikatakannya minimal 3 Meter dengan kedalaman 1,5 Meter. Artinya, imbuh Dinsyah lebih jauh, normalisasi sungai tidak boleh dilakukan secara parsial. “Makanya saya diam saja dari tadi. Bagaimana mungkin mau menormalisasi sungai kalau penampang sungai dari hilir-hulu tidak diinvestigasi,” herannya. Sekira pukul 13.45 WIB, Sekretaris Komisi A DPRDSU Rony Reynaldo Situmorang menskor rapat untuk dilanjutkan sesuai jadwal kemudian. “Teman-teman Pers tolong dicatat semua kalimat Camat dan Lurah tadi. Faktanya ada penggusuran di pinggir rel. Kita heran apa tugas TNI sebenarnya ? RDP kita skors, tapi kami minta Camat dan Lurah tidak melakukan apapun kepada warga di bantaran sungai maupun di pinggir rel sampai ada kesimpulan tetap,” tutup politisi Partai Demokrat tersebut. (MS/BUD)