www.MartabeSumut.com, Medan
Lantaran mencurigai validasi data Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) terindikasi berbau korupsi dan maraknya kasus gas oplosan elpiji 3 Kg, Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) mencecar Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Sumatera Utara (Sumut) dan Manajemen Pertamina Regional I Sumut dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), Selasa siang (22/3/2016) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan.
Pantauan www.MartabeSumut.com, selain menghadirkan Dispenda Sumut dan Pertamina Sumut, tampak pula manajemen PT AKR Corporindo Tbk serta PT Surya Parna Niaga (SPN). Rapat dipimpin langsung Ketua Komisi C DPRDSU Zeira Salim Ritonga, SE dan diikuti anggota Komisi C seperti Astrayuda Bangun, Sutrisno Pangaribuan, Jubel Tambunan, Sonny Firdaus, Arota Lase dan beberapa anggota Komisi lain. Sejak rapat dimulai, persoalan validasi data PBBKB yang diduga berbau korupsi dengan modus buruknya sinergi Pertamina Sumut dan Dispenda Sumut, itu mendapat sorotan keras dari kalangan legislator. Tak heran, beberapa anggota Komisi C DPRDSU serius mencari tahu akar “disharmoni” sebab diyakini berdampak pada penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ironisnya lagi, Dispenda Sumut sendiri belum mengetahui berapa besaran PAD yang seharusnya diperoleh dari Pertamina karena belum ada pertemuan bersama Dispenda Sumut dan GM Pertamina Regional I Sumut. “Selama ini Dispenda Sumut berulang kali ingin bertemu GM Pertamina untuk membicarakan besaran PBBKB dari Pertamina. Namun tidak pernah berjumpa dengan alasan ada rapat di pusat,” ungkap Kepala Bidang (Kabid) APU Dispenda Sumut Rita Mestika.
Sulit Bertemu = Celah Korupsi
Menyahuti jawaban Dispenda Sumut, anggota Komisi C DPRDSU Sutrisno Pangaribuan, ST, tak habis fikir. Dia pun mencurigai relasi kerja Dispenda Sumut dan PT Pertamina Sumut sengaja diciptakan kurang bersinergi karena aktivitas korupsi yang tersembunyi. Sutrisno mensinyalir, kalau untuk bertemu saja pejabat Pemprovsu dan BUMN masih sulit, maka tata cara tersebut sama saja membuka celah melakukan korupsi. “Kenapa susah bertemu? Kemarin kita bermasalah dengan jumlah kendaraan, sekarang validasi data pajak bahan bakar saja tidak jelas. Kemarin saya dengar bahan bakar bersubsidi dijual ke industri. Kita harus pastikan berapa besaran pajak bahan bakar dipakai di Sumut ini,” ingatnya. Politisi PDIP itu melanjutkan, Dispenda Sumut wajib menarik pajak bahan bakar dengan konsepsi transparansi. Pertamina diyakininya belum bersih-bersih amat sebab terbukti ada ketidaksinkronan hubungan antara Pertamina dan Dispenda. “Kalo sampai hari ini tidak ada pihak-pihak tertentu bertemu antara Dispenda dan Pertamina, tentu saja jadi pertanyaan besar bagi kita,” sindirnya.
Bagi Sutrisno, jangan sampai ada alasan pejabat publik tidak
bisa bertemu padahal terindikasi melakukan praktik
korupsi. Komisi C DPRDSU juga dipercaya Sutrisno tidak tahu persis
perhitungan rinci besaran PAD dari sektor PBBKB di Sumut. “Harus ada deadline
dari kita kapan mereka bertemu. Uang rakyat ada
di Pertamina dan Dispenda. Negara harus menjelaskan kepada rakyat dari
setiap liter bahan bakar yang dibeli, berapa pajak dan PAD yang
ditarik,” cetusnya, sembari membeberkan kasus gas elpiji 3 Kg oplosan
yang marak terjadi tapi Pertamina tidak berdaya. Dia menambahkan,
orang-orang kecil yang beli gas bersubsidi
3 Kg selalu mengeluh lantaran baru 2 hari dipakai sudah langsung habis.
“Kenapa ada oknum anggota Dewan
yang punya pangkalan gas? Apa karena duduk di Komisi tertentu sebagai
anggota Dewan? Kita mau dengar penjelasan dari Pertamina,” cecar
Sutrisno dengan nada tinggi.
Diawasi BPH Migas
Menanggapi sorotan kritis Komisi C DPRDSU, Pjs General Manager Pertamina Regional I Sumut, yang juga pejabat Retail Fuel Marketing Region Manager I, Nurhadiya, mengatakan, pasokan bahan bakar di Sumut tidak cuma Pertamina yang mendistribusikan tapi juga oleh penyalur resmi lain “Bahan bakar di luar jauh lebih murah dibanding Pertamina. Kami diawasi BPH Migas setiap periode. SPN, SPD juga penyalur bahan bakar. Soal gas elpiji 3 Kg memang disubsidi sedangkan yang lain tidak,” ungkapnya. Diakui Nurhadiya, disparitas harga gas elpiji 3 Kg mengakibatkan oknum-oknum kreatif muncul berbuat curang dengan memasukkan ke dalam elpiji non subsidi. “Kami ada langkah tegas. Skorsing agen dan penyalur resmi. Bahkan pemutusan hubungan usaha (PHU) kalo lembaganya memang penyalur kami. Kalo di luar penyalur kami, ya silahkan polisi bertindak,” ucapnya. Menurut Nurhadiya, subsidi pemerintah memang sangat besar untuk gas elpiji 3 Kg. Kasus gas elpiji 3 Kg bersubsidi yang dioplos ditegaskannya merupakan praktik pencurian hak orang miskin. “Untuk agen nakal telah kita tindak. Kami konsentrasi sekali jual gas nonsubsidi sekarang,” tutupnya. Aggota Komisi C DPRDSU lain Jubel Tambunan mempersoalkan sikap Pertamina Sumut yang seolah-olah tidak mau tahu padahal menjadi pihak utama paling dirugikan dalam kasus pengoplos gas elpiji 3 Kg. “Gas Pertamina dioplos. Kok Pertamina tidak pernah mengadu ke polisi ? Cobalah adukan, kami mau tau dulu,” kejar Jubel Tambunan.
Rekomendasi Komisi C DPRDSU
Ketua Komisi C DPRDSU Zeira Salim Ritonga akhirnya membacakan 4 rekomendasi sebelum menutup RDP. Diantaranya; meminta pihak-pihak penyalur, Pertamina, PT AKR dan Dispenda Sumut untuk melengkapi data PBBKB di Sumut sebelum tanggal 20 Maret 2016. Kemudian pihak penyalur, Pertamina, Dispenda Sumut melakukan rapat rekonsiliasi terkait PBBKB di Sumut. Selanjutnya Dispenda Sumut harus punya data sendiri dari semua SPBU di Sumut dan akan ada rapat lanjutan Komisi C DPRDSU. Disela-sela RDP ditutup, www.MartabeSumut.com mengkonfirmasi Pjs General Manager Pertamina Regional I Sumut, yang juga pejabat Retail Fuel Marketing Region Manager I, Nurhadiya. Tatkala ditanya kapan Pertamina Sumut mengadu ke polisi soal kasus-kasus gas elpiji 3 Kg oplosan seperti di Medan Sunggal, Belawan dan Marelan, Nurhadiya menjawab enteng masalahnya sudah ditindaklanjuti polisi. “Nantilah kami cari waktu yang tepat. Kami mencoba mengeliminir penyelewengan,” tepisnya. Dia menjelaskan, gas elpiji 3 Kg sasarannya kalangan mikro usaha kecil dan rumah tangga dengan audit berkala dari BPH Migas. “Cross check juga dilakukan Pertamina ke semua lembaga penyalur resmi,” terang Nurhadiya sambil berlalu.
Data dihimpun www.MartabeSumut.com, saat ini ada sekira 5,8 juta unit kendaraan bermotor di Sumut. Dari jumlah tersebut, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang tertagih hanya 2,5 juta unit sedangkan 3,3 juta unit lagi tidak jelas. Inoformasi lain menyebut, Dispenda Sumut dibawah pimpinan Rajali SSos, sejak lama telah mendapat sorotan tajam publik karena rendahnya PAD Sumut yang bersumber dari jumlah PKB bahkan PBBKB. Apalagi dalam RDP itu terungkap perbedaan data kendaran mencapai 299.000 antara Dispenda Sumut, PT Jasa Raharja bahkan Ditlantas Polda Sumut. Nah, penyalur resmi bahan bakar yaitu PT Pertamina dan PT AKR mempunyai quota bahan bakar kendaraaan untuk pasokan di Sumut, yang jelas-jelas berhubungan dengan pajak bahan bakar. “Kita bisa tanya kepada Kementerian SDM kok data pasokan bahan vakar itu atau minta hasil audit BPK soal laporan Pertamina. Tapi sepertinya data PBBKB disengaja tidak sinkron supaya ada celah korupsi,” beber anggota Komisi C DPRDSU Sutrisno Pangaribuan mencurigai, ketika dikonfirmasi www.MartabeSumut.com seusai RDP. (MS/BUD)