Catatan Shohibul Anshor Siregar: Program Berbasis Konstitusi (3)

Bagikan Berita :

MERUJUK kembali bunyi pembukaan UUD 1945 ”melindungi segenap tumpah darah dan seluruh bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia”, maka 3 pilar pokok yang harus dihadirkan sebagai pakem untuk perumusan program pembangunan adalah, pertama, perlindungan seluruh masyarakat. Kedua, memajukan kesejahteraan rakyat. Ketiga, mencerdaskan semua warga negara.

BACA LAGI: Catatan Shohibul Anshor Siregar: Program Berbasis Konstitusi (1)

Tentu saja tanggungjawab berjuang pada tataran internal negara dan tataran eksternal untuk memastikan terhapusnya penjajahan di atas permukaan bumi tidak akan pernah dipandang sepele. Sebab hal itu, oleh Indonesia, diyakini bertentangan dengan nilai-nilai sakral perikemanusiaan dan perikeadilan. Dalam bentuk apapun penjajahan itu berlangsung, secara jeli harus diidentifikasi, dilawan dan dimusnahkan. Memang yang namanya penjajahan bisa juga berlangsung oleh pemerintahan kepada rakyatnya melalui kebijakan-kebijakan yang tak menempatkan warga negara sebagai determinan utama dan terpenting. Dengan berbagai alasan artifisial, kerap kali terjadi pemberontakan warga terhadap pemerintahannya akibat arah yang ditempuh dipandang mempertinggi ketidak-adilan. Catatan sejarah dunia sangat banyak tentang hal ini. Menunjukkan bagaimana sebuah rezim tertentu digulingkan.

BACA LAGI: Catatan Shohibul Anshor Siregar: Program Berbasis Konstitusi (2)

Konsentrasi Pertama

Konsentrasi pertama gagasan program berbasis konstitusi diarahkan secara ketat memenuhi seoptimal mungkin peran negara dan pemerintahan dalam perlindungan tumpah darah (wilayah) dan seluruh bangsa Indonesia (warga). Setidaknya ada 3 domain penting yang dapat diajukan sebagai alat ukur konsentrasi. Pertama, bagaimana merumuskan program yang targetnya dapat diukur dengan berbagai media parametrik yang objektif. Misalnya mengenai upaya untuk memastikan demokratisasi itu telah berjalan bergairah dengan segenap dimensi nilai yang ada. Sehingga tidak sebatas berurusan pada prosedural, namun juga substansi dan pengembangan nilai tersebut. Sebab demokratisasi yang baik harus konsisten dengan ide dasar yang terdapat dalam konstitusi. Kedua, promosi hidup sehat yang tidak hanya berurusan mengenai penyakit. Melainkan mematok nilai hidup bersih, pola konsumsi serta orientasi hidup berkeadaban. Negara yang tidak mengarah kepada pemosisian rakyat sebagai beban akan terus membenahi diri dengan obsesi pemenuhan fungsi sebagai welfare state. Negara juga tidak mengarusutamakan perang bebas antar-warga negara memperebutkan sumber daya tanpa pengaturan berbasis keadilan. Ketiga, revitalisasi pendidikan berorientasi pemerataan, peningkatan mutu dan efisiensi sumber daya. Negara kesejahteraan akan memilih pembebasan biaya kesehatan dan pendidikan rakyatnya. Karena kedua sektor inilah jalan utama untuk memastikan sebuah negara tak terancan menjadi budak bagi negara lain. Sekali sektor kesehatan dan pendidikan dikomersilkan menjadi setara komoditi, niscaya suatu negara sesungguhnya sudahlah runtuh.

Konsentrasi Kedua

Konsentrasi kedua secara kreatif dapat menukik pada 3 agenda utama. Meliputi, pertama, membangun budaya pemerintahan dan masyarakat yang tanggap atas kemungkinan terjadinya bencana. Negara yang terlanjur abai memikirkan kelestarian lingkungan karena kenikmatan naif bergelut mengeksploitasi sektor industri ekstraktif (bahan baku diambil langsung dari alam sekitar), pada gilirannya akan menuai bencana demi bencana. Ulah tangan sendiri merusak lingkungan terus berlangsung meskipun badan-badan dunia secara tegas memberi peringatan tentang kewajiban me-manaje pembangunan memakai prinsip sustainable (berkesinambungan). Kedua, mutlak perlu mengagendakan kegiatan-kegiatan konsisten dengan karakter pembangunan ekonomi yang bersifat inklusif, dengan pertumbuhan dibarengi pemerataan secara adil. Seluruh negara di dunia terus dipacu oleh target paling tradisional, yakni pertumbuhan (growth). Padahal tidak ada kaitan menyakinkan antara pertumbuhan dengan kesejahteraan rakyat, bahkan semenjak dicetuskannya teori trickle down effect. Badan-badan dunia juga gencar dengan seruan pertumbuhan inklusif. Namun ada ketidak-konsistenan dalam seruan itu yang menyebabkan kemiskinan tetap menjadi karakter utama dunia saat ini. Ketiga, pembangunan infrastruktur modern yang memfasilitasi proses modernisasi secara utuh. Infrastruktur bukanlah sejenis jimat, melainkan prasyarat yang mendahului berbagai akibat yang berlangsung bagai efek domino. Membangun instalasi dan lapangan terbang adalah infrastruktur yang dapat dilakukan dengan cepat dan dengan pengerahan teknologi serta biaya besar. Tetapi pertanyaan dasarnya, apakah hal itu benar-benar diperlukan oleh rakyat?

Konsentrasi Ketiga

Konsentrasi ketiga program berbasis konstitusi mengacu kepada perhatian seimbang antara 3 agenda utama. Yaitu, pertama, membangun solidaritas sesama warga hingga terwujud harmoni yang berporos pada perasaan senasib sepenanggungan. Itu adalah nasionalisme sejati. Kedua, mobilitas warga di desa mau pun di kota dan antara sesamanya. Begitu pula antar-negara yang sifatnya wajib efisien dengan fokus pada penataan transportasi darat, laut maupun udara. Ketiga, membangun kapasitas pemerintahan (good governance & clean government) sebagai prasyarat utama melaksanakan tugas dan kewajiban konstitusionalnya dalam memberi perlindungan, memajukan kesejahteraan umum bahkan mencerdaskan kehidupan seluruh warga. (BERSAMBUNG)

* Penulis Shohibul Anshor Siregar adalah Dosen FISIP UMSU || Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (‘nbasis).

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here