MartabeSumut, Medan
Pemerintah harus mencabut Inpres Nomor 9 tahun 2013 tentang penetapan upah minimum pekerja/buruh, menghapuskan sistem kerja outsourching (kontrak) dan menaikkan upah minimum kab/kota (UMK) maupun upah minimum provinsi (UMP). Tuntutan itu wajib berlaku evektif sejak tahun 2014 sebab selama ini menjadi kekuatan penguasa dan pengusaha mengokohkan politik upah murah terhadap pekerja/buruh.
Tiga poin tersebut dilontarkan ribuan buruh/pekerja yang berunjukrasa ke kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) dan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Senin pagi (28/10/2013). Pantauan MartabeSumut di kantor Gubsu, sedikitnya ada 300 demonstran yang berunjukrasa sejak pukul 10.30 WIB. Aksi massa yang datang berbendera Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSPLEM) itu tentu saja membuat polisi harus menutup separo ruas jalan Diponegoro Medan sampai pukul 12.45 WIB, depan kantor Gubsu. Tidak terlihat perwakilan pejabat Pemprovsu menerima aspirasi demonstran. Tapi dalam aksinya massa menyampaikan tuntutan terkait aspirasi kenaikan UMP dan UMK 50%, menuntut kenaikan UMP Sumut dan UMK Kota Medan, Kab Deliserdang dan Kab Sergai sebesar 50% per Januari 2014. Selain kenaikan UMP/UMK, demonstran juga menyatakan menolak upah murah pekerja/buruh, menuntut penerapan program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) bagi seluruh rakyat Indonesia mulai 1 Januari 2014, penghapusan tenaga outsourching.
1.000 Demonstran di Gedung DPRDSU
Sementara itu, pantauan MartabeSumut di gedung DPRDSU Jalan Imam Bonjol Medan, sedikitnya ada 1.000 demonstran berbendera SBSI 1992 yang tiba sejak pukul 10.35 WIB. Lagi-lagi polisi kembali menutup total ruas jalan protokol di sana dan mengalihkan pengendara melintasi Jalan Maulana Lubis. “Cabut Inpres Nomor 9 tahun 2013 tentang upah minimum dan Permenaker 19 tahun 2013 tentang persyaratan outsourching. Kedua aturan tersebut mengakibatkan pemiskinan buruh. Kenapa Inpres itu membatasi kenaikan upah pekerja/buruh cuma 5-10 persen saja ? Kami menolak politik upah murah,” cetus Ketua DPD SBSI 1992 Sumut Pahala Napitupulu dalam orasinya. Sedangkan Bambang Hermanto, Sekjen DPD SBSI 1992 Sumut menambahkan, pemerintah telah menghianati rakyatnya yang membuat aturan kenaikan upah pada angka 5-10 persen. Inpres itu dipastikannya bertujuan memperkokoh politik upah murah di Indonesia.
BPJS Akal-akalan = Agen Asuransi
Pada sisi lain, lanjut Bambang, Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) yang diatur UU No 24 tahun 2011 hanya akal-akalan pemerintah karena prinsipnya menark iuran sosial dan kesehatan dari buruh/pekerja. Sistem BPJS dinilainya sama saja dengan agen asuransi yang mengumpulkan uang konsumen (buruh/pekerja) tapi yang mennggerogoti kelak adalah kalangan pejabat, pengusaha dan pemerintah korup. “BPJS hanya akal-akalan, karena kalo pekerja dan buruh tidak ikut kepesertaannya, maka akan dipersulit dalam urusan administrasi kependudukan,” tegasnya, seraya membeberkan kasus Polindo Sihotang yang diduga dianiaya preman dan aparat Polsek di Kab Kampar Riau akibat aktif dalam serikat buruh pada salah satu perusahaan. “Di Sumut juga banyak terjadi di pabrik KIM 1 dan KIM 2. Lalu suara pembelaan rakyat dari DPRD dan polisi mana ? Saya rasa polisi dan DPRD sedang berada di kawasan hiburan berkaraoke semua,” sindirnya. Dia juga meminta sistem kerja outsourching segara dihapuskan dan DPRDSU harus secepatnya memanggil Dewan Pengupahan Sumut untuk membahas kenaikan UMK/UMP tahun 2014.
DPRDSU Dukung Tuntutan Buruh
Masih berdasarkan pengamatan MartabeSumut, pada pukul 11.15 WIB Wakil Ketua DPRDSU Chaidir Ritongan dan Ketua Komisi E DPRDSU B Mokhtar menemui pengunjukrasa di luar pagar gedung Dewan. Sempat terjadi insiden kecil tatkala Chaidir Ritonga ‘dipaksa’ naik mobil komando pengunjukrasa yang dilengkapi alat pengeras suara. Bukan apa-apa, saat menaiki mobil komando buruh setinggi 3 Meter, Chaidir terjatuh walau tidak mengalami luka apapun. “Kami di DPRDSU mendukung semua tuntutan buruh. Negara harus campur tangan agar hidup buruh tidak kesulitan bersama keluarganya. Kami mendukung sepenuhnya penolakan aturan-aturan yang tidak berpihak kepada buruh termasuk penghapusan sistem kerja outsourching,” kata Chaidir. Menurut Chaidir, DPRDSU sangat mengapresiasi unjukrasa yang dilakukan dengan baik tanpa aksi anarkis. “Percayakan pada kami, saya akan perjuangkan dengan kekuatan dan keterbatasan saya. Kita tolak outsourching dan kebijakan pemerintah yang terbukti menyengsarakan rakyat,” timpalnya. Pada saat berikut, demonstran meminta Chaidir dan B Mohktar menandatangani surat dukungan untuk di-faks-kan ke pemerintah pusat di Jakarta.
Tampak pula hadir berorasi Ketua Umum DPP SBSI 1992 Sunarti dan aktivis Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Jakarta Rudi Habedaman. Mereka mengakui kehadiran ke Medan bertujuan untuk memastikan kalau seluruh buruh/pekerja yang ada di Medan/Sumut sudah bergerak melawan rezim penguasa/pengusaha yang mempertahankan politik upah murah. “Mari kita lawan politik upah murah penguasa dan pengusaha. Kita akan berunjukrasa dan turun ke jalan sejak 28 Oktober sampai 1 November 2013 demi memajukan kesejahteraan pekerja/buruh,” ingat Sunarti. Setelah sebagian massa puas berjoget-joget di depan gedung Dewan sekira 1 jam dengan alunan dangdut house music, pengunjukrasa pun membubarkan diri secara teratur pukul 13.00 WIB. Polisi mulai membuka ruas Jalan Imam Bonjol untuk umum pada pukul 13.15 WIB.(MS/BUD)