Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Oloan Simbolon, ST, mengharapkan Pemprovsu serius mengurus kawasan Danau Toba melalui program jangka panjang yang berorientasi pada pelestarian lingkungan dan penguatan kearifan lokal. Menurut Oloan, event tahunan semisal Pesta Danau Toba (PDT) seyogyanya bisa dijadikan momentum strategis dalam mengelola kawasan wisata secara terpadu dan berkesinambungan. Sehingga pelaksanaan PDT tidak lagi terlihat sekadar seremonial belaka melainkan memikirkan hal mendasar yang berkorelasi terhadap nilai-nilai seni/budaya, pelestarian lingkungan hidup, promosi potensi alam hingga doktrinasi bagi generasi muda di sekolah dasar terkait kurikulum khusus kemegahan Danau Toba.
Kepada MartabeSumut dan beberapa insan Pers di Medan, Jumat sore (25/5), Politisi Partai Persatuan Daerah (PPD) Sumut ini menjelaskan, Pemprovsu dan 6 pimpinan wilayah kabupaten (Samosir, Tanah Karo, Dairi, Taput, Tobasa dan Samosir) yang melingkupi Danau Toba harus segera masuk mengurusi langsung apa-apa saja sebenarnya yang wajib dimaknai dalam event besar PDT. “Selama ini PDT hanya bersifat seremonial. Itu tidak cukup tapi yang namanya momen pesta sepatutnya menggali hal-hal baru serta mencari potensi apa yang mau dijual dari kawasan Danau Toba,” cetusnya. Kalau konsentrasi PDT digelar di satu tempat, lanjut Oloan, kedepannya sudah perlu dilakukan 3 – 4 even di lokasi berbeda. “Keseluruhan dana yang ada dibagi-bagi saja. Formatlah bentuk kegiatan yang mengedepankan nilai-nilai seni orisinil masyarakat Batak dengan tetap melibatkan kawasan Danau Toba secara praktis. Kemudian, sudah perlu pula difikirkan kurikulum pelajaran siswa sekolah dasar di Sumut dan Indonesia ini untuk membentuk pola fikir anak semenjak dini tentang Danau Toba,” usulnya.
Bagi Oloan, pelaksanaan PDT selama ini terkesan sia-sia tatkala pesta besar yang dilakukan di kawasan Danau Toba justru membiarkan danau tersebut jauh dari konsepsi perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Artinya, imbuh Oloan lagi, Gubsu dan 6 pimpinan kabupaten membiarkan perusahaan modal asing (PMA) asal Swiss PT Aqua Farm Nusantara (AFN) yang merusak terang-terangan habitat asri Danau Toba. “Catatan saya, ada sekira 100 ton pelet setiap harinya dimasukkan perusahaan budidaya ikan itu ke Danau Toba. Setengah jumlah pelet akan dimakan ikan, setengahnya lagi pasti jadi limbah di danau. Fakta ini jelas mencemarkan lungkungan di sana. Lima tahun terakhir saya dan keluarga takut ke Danau Toba karena banyak yang mengeluh gatal-gatal,” aku putra Samosir tersebut dengan rona kecewa.
Warga Trauma
Dibeberkan anggota Fraksi Gerindra Bulan Bintang Reformasi (GBBR) itu, hingga kini rasa trauma masih terus dialami warga setempat. Namun umumnya masyarakat diam saja karena berbagai dasar pemikiran. Sedangkan turis lokal maupun internasional disebutnya cemas atas publikasi negatif Danau Toba yang terdengar deras dari mulut-ke mulut. Dia merinci, masyarakat yang tinggal di daerah seperti Tomok, Tongging, Haranggaol dan Parapat, kerap menjadi korban penyakit gatal-gatal dan mengeluhkan banyaknya populasi ikan mati akibat lingkungan yang tercemar bahan-bahan kimia. “Secara pragmatis ekonomis warga setempat memang belum atau bahkan tidak memikirkan dampak kedepan. Mungkin disebabkan ada yang diterima bekerja di PT AFN sementara sebagian besar lagi mendapat keuntungan usaha mandiri tertentu. Makanya, pila Pemprovsu tidak bisa menertibkan, saya minta PT AFN segera hengkang dari kawasan Danau Toba sebelum Tuhan marah menyaksikan keutuhan ciptaanNya dirusak manusia serakah demi kepentingan komersial sesaat,” tutup Oloan dengan nada tinggi, sembari menduga kuat kalau Amdal PT AFN sangat lemah karena tidak memuat daya dukung kondisi alam hayati.
Sebelumnya, seperti diberitakan MartabeSumut, rapat kerja Komisi C DPRDSU dengan PT AFN pada Selasa pagi (22/5), menghasilkan rekomendasi penting atas permintaan relokasi PT AFN dari kawasan Danau Toba. Selaku wajib Pajak Air Permukaan (PAP), sumbangan PT AFN sebesar Rp. 400 juta dianggap DPRDSU tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan Danau Toba. Menyahuti kritik tersebut, juru bicara PT AFN menyatakan pihaknya sedang memproses perpanjangan izin operasi dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Sumut sebab sudah mati sekira 2 tahun. Sementara menyangkut relokasi operasi dari kawasan Danau Toba, PT AFN mengatakan siap mematuhi bila didasari ketentuan dan peraturan pemerintah.
Tidak Berdampak Ekonomis
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi C DPRDSU Ir Marasal Hutasoit mengaku sulit mengingkari kalau keberadaan PT AFN di kawasan Danau Toba telah merusak lingkungan, tidak berdampak ekonomis bahkan hasil panennya minus dinikmati rakyat. Dengan setoran PAP ke kas daerah sekira Rp. 400 juta pada tahun 2011, kata Marasal, operasional PT AFN di Danau Toba menjadi sangat tidak tepat karena melanggar Keputusan Presiden (Keppres) tentang penetapan Danau Toba sebagai kawasan wisata Nasional yang sepatutnya asri, indah, nyaman, bersih dan lestari. “Bahkan izinnya saja mereka akui sedang diurus. Heran juga kita kenapa perpanjangan izin bisa sampai 2 tahun. Saya rasa BPPT Sumut sudah kecolongan dan mereka harus menertibkan operasional PT AFN,” ujar Marasal kepada MartabeSumut, Selasa siang (22/5), seraya menambahkan pihaknya di DPRDSU akan melakukan kunjungan ke PT AFN dalam waktu dekat untuk memeriksa fakta-fakta dan semua sampel-sampel.
Fakta Miris PDT Tidak Siap
Untuk diketahui, berdasarkan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi B DPRD Sumut dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara, Rabu pagi (23/05), terungkap fakta miris bahwa panitia Pesta Danau Toba (PDT) tahun 2012 tidak siap menyelenggarakan kegiatan tahunan tersebut. Agenda yang dijadwalkan Juni 2012, ternyata anggarannya baru diajukan pada 30 April 2012. “Kita tidak mau melihat siapa yang salah. Mungkin ada yang keliru,” kata Kepala Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Sumut Naharuddin Dalimunthe. Disebutkannya, kegiatan PDT sebenarnya non instansi sehingga yang berhak mengajukan anggaran adalah panitia sendiri. “Tapi usulan anggaran justru baru masuk bulan April. Surat masuk 30 April, mana bisa dimasukkan lagi dalam APBD. APBD saja sudah jalan, paling nanti bisa di P-APBD,” ujar Dalimunthe, yang mengaku baru tahu setelah ada tembusan surat ke Dinas Pariwisata Sumut