Data dihimpun MartabeSumut di DPRD Medan, nama-nama yang telah menandatangani usulan hak Inisiatif diantaranya; 6 anggota DPRD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, 6 anggota Fraksi Demokrat, 2 anggota Fraksi PDIP, 2 anggota Fraksi Golkar, 2 Fraksi PDS, 1 anggota Fraksi PPP dan 1 anggota Fraksi Medan Bersatu. Budiman Panjaitan salah seorang pengusul hak insiatif mengatakan, Perda Nomor 3/2011 sangat memberatkan masyarakat sehingga dewan mempunyai kewajiban moral untuk memperjuangkan perubahan. “Perda itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat dan tidak ada kata lain harus segera direvisi,” cetusnyanya.
Hal senada dilontarkan R Sihombing. Menurut Sihombing, kalau tahun 2011 dirinya membayar PBB sebesar Rp. 296.808 ribu, kini membengkak di angka Rp. 654. 096. Sihombing menyatakan terkejut dengan pertambahan jumlah yang mencapai 150 % tersebut. Padahal, lanjut Sihombing, pengurusan SPPT PBB tahun 2012 sudah tidak lagi dilakukan Kanwil Dirjen Pajak melainkan ditangani langsung oleh Pemko Medan melalui Dinas Pendapatan Daerah. “Kok Pemko Medan yang menangani sendiri malah jadi melonjak pembayarannya. Bagaimana sih mereka menghitung PBB dan mau dikemanakan uang rakyat itu,” sindirnya bertanya.
Nurani Pemerintah Mati
Suara lebih lantang datang pula dari P Saragih. Bagi dia, apapun metode penghitungan pemerintah pusat (Ditjen/Kanwil Pajak) dan Pemko Medan untuk menaikkan pembayaran PBB warga tahun 2012, jelas-jelas menjadi bukti telah matinya hati nurani pemerintah terhadap kondisi sulit ekonomi rakyat. “Kita tidak tertarik lagi mendengar dalih pemerintah yang mengatakan uang pajak untuk pembangunan. Sudah terlalu banyak uang rakyat dari sektor pajak dikorupsi untuk memperkaya pribadi oknum pegawai pemerintah. Lagian, tak ada gunanya segudang dalih pembangunan kalau akhirnya rakyat yang dipaksa menjerit bayar pajak,” ketus Saragih.
Sementara pada Selasa siang (3/4), MartabeSumut menyaksikan puluhan warga mendatangi kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Medan untuk memprotes kenaikan SPPT PBB tahun 2012. Salah seorang ibu separo baya, yang kebetulan sedang menunggu istirahat makan siang pegawai Dispenda Medan, mengatakan, tahun 2011 PBB rumahnya hanya dikenai Rp. 800 ribu. Namun tahun 2012 mencapai Rp. 3 juta lebih. “Saya rasa ada keanehan dalam penghitungan sekarang yang naik hampir 300 %. Tidak memakai standard baku dan merugikan rakyat,” sesalnya.
Warga Boleh Ajukan Keberatan
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Fraksi PAN DPRD Medan H Ahmad Arif, SE, MM, mengatakan, warga Medan boleh mengajukan keberatan bila merasa tidak mampu. “Boleh dengan alasan ekonomi sulit atau surat miskin,” kata Arif kepada MartabeSumut, Kamis kemarin, melalui ponselnya. Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Medan itu mengingatkan, apapun jenis suatu Perda, sepatutnya jangan sampai memberatkan masyarakat. Sebab Perda merupakan payung hukum teknis yang mengacu peraturan lebih tinggi. Bila faktanya Perda PBB Kota Medan yang ada saat ini memunculkan keluhan dari warga, timpal Arif lagi, maka pihaknya di DPRD Medan sepakat melakukan revisi. “Karena belakangani ini marak keberatan masyarakat, tentu saja menjadi pertimbangan Dewan. Ada kok klausul menjelaskan dalam konsiderans Perda,” akunya.
Rakyat Boleh Mengkritisi Kebijakan Pemerintah
Anggota Komisi C DPRD Sumatera Utara (DPRDSU), Ramli, menanggapi, masyarakat Medan tidak perlu ragu untuk belajar mengkritisi kebijakan pemerintah yang dirasakan memberatkan. “Memang kenaikannya tergolong selangit. Saya rasa DPRD Medan juga kecolongan atau tidak menduga fakta kenaikan tarif tersebut,” duga Ramli. Oleh sebab itu, semenjak dini, Ramli menyarankan anggota DPRD Medan supaya segera merevisi Perda PBB Medan tanpa syarat apapun. Artinya, kata Ramli, maksud mulia pembangunan daerah dengan menggalang uang pajak rakyat dari sektor PBB jangan sampai melukai, memberatkan atau menargetkan pendapatan sepihak pemerintah tanpa melihat kondisi ril ekonomi masyarakat. “Pemko Medan boleh punya target pendapatan pajak. Tapi ingat, pajak tidak ada artinya bila rakyat yang menderita,” sindir Ramli, sembari menghubungkan tarif kenaikan PBB dengan sikap penolakan pemerintah atas pembayaran pajak becak bermotor (bermotor) di Medan gara-gara terindikasi permainan korup oknum badan usaha dan oknum pemerintah.
Anggota Komisi C DPRDSU Oloan Simbolon, ST, lebih keras lagi. Secara blak-blakan dia mengaku kesal mengetahui realisasi Perda PBB Kota Medan No 3/2011 menyangkut SPPT PBB tahun 2012. Alasannya disebut Oloan karena tarif kenaikan PBB yang ditetapkan Pemko Medan sepihak dan sewenang-wenang tanpa perhitungan jelas. Kenaikan juga disebut dia tidak saja berada di kisaran angka 100 % melainkan mencapai 100-300%. Sebagai anggota DPRD Sumut dan secara pribadi, kata Oloan, dirinya sangat menyesalkan kebijakan Pemko Medan menaikkan tarif PBB yang membuat rakyat semakin susah. “Kenaikan itu bukan 100% seperti yang dikatakan Walikota Medan namun ada yang mencapai 300 %. Tak ada gunanya bicara pajak untuk pembangunan kalau akhirnya menyengsarakan rakyat dan menjadikannya objek penderita,” ingat Oloan Simbolon kepada MartabeSumut, Rabu lalu.
Jangan Buat Rayat Tidak Patuh
Pada sisi lain, Oloan juga berkeyakinan, kenaikan tarif pajak PBB yang rata-rata menyentakkan perasaan warga Medan, itu bisa membuat masyarakat tidak patuh membayar pajak. Logikanya ditegaskan Oloan terkait kebijakan Pemko Medan yang didasari ambisi mengejar target pendapatan. “Malah fakta yang terjadi sekarang adalah sebaliknya. Rakyat sudah jenuh melihat maraknya perilaku oknum pemerintah menggerogoti uang dari sektor pajak. Umumnya semakin kesal tatkala disodori kebijakan tarif PBB yang selangit,” cetus anggota Fraksi Gerindra Bulan Bintang Reformasi (GBBR).
Ketua Partai Persatuan Daerah (PPD) Sumut ini mengimbau, Pemko Medan dan DPRD Medan sebaiknya segera merevisi Perda PBB yang dikeluhkan masyarakat. “Harusnya DPRD Medan melihat kondisi warga Medan lebih rasional. Perda Kota Medan terkait PBB wajib direvisi atau kalau memungkinkan dibatalkan. Janganlah kita tambah lagi kesulitan ekonomi rakyat setelah pusing menghadapi rencana kenaikan BBM kemarin,” tegasnya, sambil menyatakan sangat setuju bila warga Kota Medan beramai-ramai mendatangi Pemko Medan untuk menampakkan keberanian sikap mengajukan keberatan atas kenaikan tarif PBB.
Walikota Gelar Pertemuan di Dispenda Medan
Walikota Medan Rahudman Harahap, Wakil Walikota Medan Dzulmi Eldin, Kadispenda Medan Syahrul Harahap, Camat dan Lurah se-Kota Medan, jauh-jauh hari selalu berupaya keras mempertahankan kebijakan dengan menggelar pertemuan sosialisasi kepada warga Medan menyangkut pelimpahan pengurusan SPPT PBB dari Kanwil Pajak Direktorat Jenderal Pajak Medan kepada Pemko Medan. Kadispenda Medan Syahrul Harahap menegaskan, sejak 1 Januari 2012 SPPT PBB langsung ditangani Pemko Medan. Dijelaskannya, penetapan kenaikan PBB sebesar 100 % sudah tepat karena sesuai dengan UU No 28/2009, Peraturan Daerah (Perda) Medan No 3/2011 dan Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 73 tahun 2011. “PBB itu sudah pajak daerah makanya kita tangani. Tapi kalau kab/kota lain kita kurang tahu,” akunya.
Menyahuti nilai nominal PBB tahun 2012 yang dikeluhkan warga karena jumlahnya tiba-tiba selangit dan mencapai 100-300 %, Syahrul menegaskan pihaknya hanya mengacu data dari Kanwil Pajak. Sampai sekarang, kata Syahrul, Pemko Medan belum pernah mengubah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebab hanya menyesuaikan dengan data Kanwil Pajak serta dilandasi payung hukum pengatur teknis. “Tahun 2012 kita lakukan cek pendataan ke daerah-daerah agar PBB sesuai NJOP. Memang tidak merata, tapi setidaknya kita bisa melihat NJOP berdasarkan lokasi, kelas, luas tanah maupun luas bangunan. Lalu tahun 2013 kita sesuaikan lagi untuk mengecek data valid di lapangan. Pasti ada yang senang dan ada yang tidak senang,” tepis Syahrul.