Warga Barisdito Langkat Memelas Dukungan DPRDSU Terkait Konflik Tanah dengan BBTNGL

Bagikan Berita :

Masyarakat pengungsi korban konflik Aceh yang tinggal di Desa Barak Induk Sei Minyak Damar Hitam dan Tower (disingkat warga setempat dengan sebutan Barisdito-Red) Kecamatan Besitang dan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mengharapkan perlindungan, bantuan serta dukungan dari DPRD Sumut dalam menyelesaikan konflik mereka dengan pihak Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL).

Harapan itu disampaikan warga pengungsi kepada Drs.H. Raudin Purba dalam kunjungan resesnya di lokasi pengungsi yang berada di dua kecamatan di Kabupaten Langkat, yakni Kecamatan Besitang serta Kecamatan Sei Lepan, Rabu (8/2) lalu. Pertemuan yang dilaksanakan di Desa Tower Kecamatan Besitang itu dihadiri 700-an warga pengungsi, organisasi non pemerintah (ornop) Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) yang selama ini mengadvokasi warga pengungsi, Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumut, perwakilan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat, Dandim 0203 Langkat, Camat Kecamatan Besitang, perwakilan Camat Kecamatan Sei Lepan, Dan Kotis TNGL, Kepala Desa Tower serta para pemangku desa lain.

Resah Tindakan Represif Polri & TNI

Ketua Panitia Pelaksana pertemuan, Pandiangan, yang juga warga pengungsi mengungkapkan, warga pengungsi saat ini merasa resah atas tindakan represif yang dilakukan aparat TNI dan kepolisian sekira setengah tahun lalu. Tidak itu saja, Pandiangan juga mengaku kalau sejak terjadinya tindakan represif, warga kerap diteror oleh orang-orang tidak dikenal. Tujuannya adalah agar warga pengungsi segera meninggalkan lokasi yang diklaim oleh BBTNGL berada dalam lokasi TNGL.

“Dulu Dandim 0203 pernah mengatakan kepada kami kalau tidak akan ada lagi perusakan terhadap lahan yang telah dikelola masyarakat. Namun kenyataan yang kami alami justru berbeda. Tanaman kami dibuldoser oleh BBTNGL dengan pengawalan ketat aparat TNI dan Brimob,” beber Pandiangan.

Perlu Persatuan Rakyat

Ketua FRB Sumut Drs. Amiluddin mengingatkan warga akan perlunya persatuan rakyat. Menurut mantan anggota DPRD Kabupaten Langkat itu, selama ini rakyat berjuang hanya sendiri-sendiri. Disebutkan Alimuddin, karena rakyat tidak bersatu, perjuangannya menjadi lebih sulit. “Bagaimana rakyat mau menang kalau tidak bersatu. Maka, mulai dari sekarang, seluruh rakyat yang punya masalah tanah harus bersatu agar rakyat dapat segera mengelola dan menikmati hasil dari tanah yang diperjuangkan,” tegasnya.

FRB Sumut disebut Amiluddin, sangat mengharapkan dukungan dan bantuan dari DPRD Sumut supaya konflik tanah yang sedang terjadi di Sumut, khususnya di Kabupaten Langkat, dapat segera diselesaikan. “Kita hanya berharap kepada para anggota dewan seperti Bapak Drs. H. Rauddin Purba yang memang harus kita akui mempunyai kepedulian terhadap nasib dan masalah yang sedang dialami masyarakat terutama para petani. Dan memang hal ini adalah tugas beliau yang duduk di Komisi A DPRD Sumut yang memang menangani masalah-masalah seperti itu,” ujar Amiluddin.

Pernyataan Sikap

Sayed Zainal, Direktur Eksekutif LembAHtari yang turut hadir dalam pertemuan juga menyampaikan pernyataan sikap lembaganya atas tindakan represif TNI/Polri terhadap masyarakat pengungsi pada 27 Juni 2011 lalu. Dalam pernyataan sikap itu, Zainal mengatakan kalau LembAHtari merasa prihatin atas tindakan penggusuran dan kekerasan yang dilakukan BBTNGL dengan dukungan aparat TNI/Polri yang menyebabkan terjadinya penembakan terhadap warga sipil. “LembAHtari juga menyatakan prihatin dan rasa duka yang mendalam, bahwa Kodim 0203 Kabupaten Langkat dan BBTNGL dengan didukung Kodam I Bukit Barisan telah membabat dan merusak tanaman kelapa sawit dan karet warga kurang lebih 500 Hektare yang telah berproduksi sehingga mematikan perekonomian petani Sei Minyak, PIR ADB Kecamatan Besitang tanpa berperikemanusiaan,” ucap Zainal.

Dandim & Ka BBTNGL Bertanggungjawab

Zainal menyebutkan, Dandim 0203 Langkat Letkol Yusak Prastisa Girsang dan Kepala BBTNGL Andi Basrul bertanggungjawab sepenuhnya atas perusakan dan pembabatan tanaman warga petani pengungsi dan telah melakukan pelanggaran serta penyimpangan dari nota kesepakatan antara Panglima TNI dan Menteri Kehutanan RI tertanggal 24 Maret 2011.

Selain itu, LembAHtari menolak secara keras tindakan intimidasi langsung dan tidak langsung serta provokasi yang dilakukan oknum anggota TNI dalam rangka program reboisasi dan restorisasi di Sei Minyak Besitang sehingga menimbulkan keresahan di tengah-tengah tatanan kehidupan warga dan petani serta jelas-jelas melanggar Surat Peringatan Amnesti Internasional yang berpusat di London dan telah disampaikan kepada Pemerintah RI pada bulan September 2011.

Warga Ingin Menanam Sayur

Josef Sitepu dan Rosmina br Sitepu, warga pengungsi, memohon agar di atas lahan tanaman sawit dan karet warga yang telah dibuldoser BBTNGL dapat ditanami tanaman sayur-sayuran atau palawija. “Sejak tanaman kami dibuldoser Pak, tidak ada lagi sumber penghasilan kami. Sementara anak-anak kami ada yang bersekolah di Stabat. Mereka butuh biaya sekolah. Saat ini kami sedang kesulitan ekonomi. Kami mohon agar diperbolehkan menanam tanaman sayur-sayuran maupun palawija di atas tanah kami biar kami bisa bertahan hidup. Kami benar-benar susah sekarang ini,” harap Josef dan Rosmina sambil menangis tersedu-sedu.

Menimpali permohonan Josef dan Rosmina, Pandiangan mengatakan kalau dulunya sebelum lahan dimasuki masyarakat petani dan pengungsi, yang ada hanya hutan lalang dan belukar. “Kayu-kayunya sudah tidak ada saat kami masuk kemari,” ungkap Pandiangan.

Minta Dibebaskan

Warga juga meminta agar keluarga mereka yang hingga saat ini masih ditahan di LP Tanjungpura dan LP Tanjunggusta dapat segera dibebaskan. Warga yang masih ditahan di LP tersebut adalah Ramanta Amri Daulay dan Aminullah yang ditahan di LP Tanjungpura serta Hendra ditahan di LP Tanjunggusta. “Mereka sudah ditahan lebih dari lima bulan Pak. Tolonglah bebaskan mereka. Kasihan mereka Pak, tidak tahu apa-apa,” pinta warga memelas.

Raudin Menanggapi

Menanggapi permintaan dan permohonan warga pengungsi dan petani itu, anggota Komisi A DPRD Sumut Drs. H. Raudin Purba mengatakan, kapasitasnya sebagai anggota dewan tidak untuk menyalahkan ataupun membenarkan siapa pun. Raudin mengaku belum tahu benar tentang duduk masalah yang dialami warga pengungsi dan petani yang ada di lokasi itu. “Dalam waktu dekat saya akan upayakan agar DPRD Sumatera Utara segera memanggil BBTNGL. Setelah RDP dengan BBTNGL, nantinya dewan akan turun langsung ke lapangan,” jelas Rauddin.

Ketua Tim XI Reses DPRD Sumut meliputi Kota Binjai dan Kabupaten Langkat itu menyampaikan, telah ada kesepakatan dimana dalam keputusan kesepakatan BBTNGL tidak dibenarkan melakukan penggusuran terhadap masyarakat. Menurut Rauddin, hal itu dilakukan untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap masalah TNGL. “Dalam kesepakatan di Komisi A DPRD Sumut diminta kepada TNI untuk segera menarik pasukannya dari lapangan dan yang tinggal hanya bertugas untuk melakukan penjagaan atas hal-hal yang tidak diinginkan,” tegas Rauddin.

Bukan Kawasan TNGL

Pada kesempatan itu, warga juga menyeraahkan foto copy sertifikat alas hak yang diterbitkan BPN Kabupaten Langkat untuk Koperasi Maju Bersama. Warga juga mengatakan bahwa areal yang mereka huni dan kelola berada di luar kawasan TNGL berdasarkan SK Menhut RI Nomor : 276/KPTS-II/1997 Tentang Penunjukan TNGL Seluas 1.094.692 Hektare. “Berdasarkan putusan PN Stabat Nomor : 04/_DT 6/2007/PN.STB yang diperkuat putusan PT Sumut, memutuskan kawasan yang ditempati warga eks korban konflik Aceh tidak berhubungan dengan TNGL dan merupakan tanah negara,” ungkap Mimpin Sembiring, salah satu tokoh masyarakat di daerah tersebut.

Saat melakukan peninjauan lapangan, Rauddin bersama rombongan melihat kalau BBTNGL sedang membuat parit besar dengan lebar dan dalam sekira 3 Meter di sepanjang dekat Pos Kotis, Kecamatan Sei Lepan. Terlihat juga alat berat berupa track loader yang sedang membangun jalan menuju kawasan pebukitan di lokasi itu.

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here