www.MartabeSumut.com, Medan
Hingga kini belum diketahui persis apa alasan sebagian besar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) enggan hadir ke ruang Sidang Paripurna pada Selasa (27/8/2019) yang berujung tidak korum dan gagalnya pengesahan P-APBD Sumut 2019. Bila sejauh ini masalah komunikasi politik Gubsu Edy Rahmayadi dianggap buruk, Bansos/hibah rumah ibadah TA 2019 belum beres bahkan ketidakhadiran Sekda Provsu dalam rapat Banggar di DPRDSU dipersoalkan beberapa anggota Dewan, kini informasi berbeda justru mengalir dari seorang pejabat Pemprovsu.
Tatkala dihubungi www.MartabeSumut.com, Sabtu (31/8/2019) pukul 19.00 WIB, sang pejabat meminta namanya tidak ditulis demi kepentingan etika. “Ada lagu permintaan khusus anggota DPRDSU yang sulit dipenuhi Gubsu karena tanpa payung hukum,” ungkapnya melalui saluran telepon, mengawali cerita. Dia melanjutkan, permintaan tersebut menyangkut “sesuatu” yang diusulkan masuk dalam P-APBD Sumut 2019 atau R-APBD Sumut 2020. “Sulit sekali kami penuhi. Apalagi mereka minta dihitung selama 1 tahun terutama untuk yang tidak menjabat lagi,” cetusnya. Apa lagu permintaan yang dihitung 1 tahun tersebut ? Si pejabat justru terdengar tertawa kecil. “Besok kita lanjut ya Bang, supaya ada berita besok. Biar penasaran dikit. Pasti deh aku kasih tahu besok. Cuma, coba tanya dulu ke anggota DPRDSU,” tutupnya, sambil terus tertawa pelan.
Dinamika Politik Tidak Normal
Terpisah sebelumnya, Dosen Sosiologi Politik Fisip Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan Drs Shohibul Anshor Siregar, MSI, mengatakan, kandasnya pengesahan P-APBD Sumut 2019 dalam Sidang Paripurna DPRDSU pada Selasa (27/8/2019) pukul 16.50 WIB merupakan dinamika politik yang tidak normal. Apalagi bila 4 September 2019 kelak nasib R-APBD Sumut 2020 mengalami hal serupa. Maka bisa dipastikan, kata Shohibul, jangan-jangan masalah terletak pada top manajemen eksekutif serta legislatif, yaitu Gubsu dan Ketua DPRDSU.
Shohibul menegaskan, disharmoni Gubsu/Pemprovsu dengan DPRDSU sebenarnya dilatarbelakangi masalah non teknis dan bukan substansi. “Soal Bansos rumah ibadah belum cair, ketidakhadiran pejabat Pemprovsu rapat membahas APBD Sumut bahkan apapaun kepentingan anggota Dewan yang tidak dipenuhi Gubsu, semua itu merupakan persoalan non teknis. Urusan substansi sebenarnya telah berjalan sedari awal semisal pembahasan KUA-PPAS, pemandangan umum fraksi hingga pendapat akhir,” terang Shohibul kepada www.MartabeSumut.com, Jumat sore (30/8/2019) di Medan. Dan ketika hal-hal substansi sudah beres namun gagal ketok palu dalam Sidang Paripurna akibat anggota Dewan tidak korum, Shohibul melihatnya sebagai faktor yang tidak patut terjadi andaikan komunikasi politik berjalan normal. “Saya rasa bentuk kegagalan komunikasi Sekwan DPRDSU dan Sekda Provsu meng-approach 9 Fraksi DPRDSU. Mendagri tetap ikut bertanggungjawab atas setiap dinamika pengesahan APBD provinsi di Indonesia. Jelas tidak normal apa yang terjadi di DPRDSU sekarang. Padahal urusan substansi sudah berjalan tapi patah akibat masalah non teknis,” ujarnya, sembari menginformasikan, Jakarta (pusat) juga kondisinya pernah tidak normal sebab tahun 2018 Indonesia tidak punya P-APBN akibat dinamika di gedung DPR RI. Nah, lantaran tahun 2018 Sumut tidak punya P-APBD dan disusul P-APBD 2019 kandas, Shohibul menyatakan kegagalan yang kembali berulang bukan saja akibat lemahnya komunikasi Sekwan DPRDSU dan Sekda Provsu. Lebih dari itu, sumber masalah diyakininya berada pada Gubsu dan Ketua DPRDSU.
Bawa ke Mendagri
Oleh sebab itu, Shohibul menyarankan Gubsu dan Ketua DPRDSU membawa semua hal-hal substansi P-APBD Sumut 2019 ke Mendagri. Sehingga urusan pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat yang telah dirumuskan sebelumnya bisa digolkan. “Paling adil ya membawa semua dokumen fraksi ke Mendagri,” usulnya. Kedepan, Shohibul mengimbau eksekutif lebih bijak memberi pemahaman terhadap legislatif seputar pengesahan APBD yang memiliki konsekwensi logis formal dan moral terhadap kepentingan publik. Artinya, Sekwan DPRDSU dan Sekda Provsu diminta Shohibul memperbaiki harmoni komunikasi antar-kedua institusi. Begitu pula Gubsu dan Ketua DPRDSU. Sehingga pengesahan R-APBD Sumut 2020 tak kembali gagal dilakukan pada 4 September 2019.
Gubsu Edy Perlu Adaptasi
Bukankah masalah non teknis khususnya komunikasi buruk bisa merusak faktor substansi yang telah berjalan ? Shohibul pun tidak mengingkarinya. Bagi dia, Gubsu Edy Rahmayadi masih harus beradaptasi lagi kepada wakil rakyat, masyarakat hingga jajaran birokrat yang ada di sekelilingnya. Sebab setelah Gubsu Edy Rahmayadi dilantik pada 5 September 2018, Shohibul mengakui pernah menyampaikan ceramah di FP-Golkar DPRDSU terkait target masa adaptasi Edy Rahmayadi selama 6 bulan. “Beliau kan bekas TNI yang memimpin pasukan. Semua bisa disiapkan dan siapnya memang berjalan. Tapi ini memimpin rakyat, ASN dan banyak pemangku kepentingan, loh. Orang bilang siap namun belum tentu berjalan. Perlu komunikasi. Politik itu intinya komunikasi dan membentuk image. Komunikasi sangat penting,” ingat Shohibul. Lalu, apa saran Anda pada Gubsu yang terkesan ofensif menyikapi sesuatu ? Kali ini Shohibul tersenyum kecil. Seraya memperbaiki cara duduk, Shohibul mengajak Gubsu memperbaiki adaptasi, lebih rendah hati, familiar, mentransfer ide kepada pemangku kepentingan serta mengayomi rakyat secara sunguh-sungguh. Sikap-sikap tersebut dipercaya Shohibul sangat ampuh dalam memikat dukungan publik. Informasi diperoleh www.MartabeSumut.com, kabarnya Mendagri memerintahkan DPRDSU menggelar Sidang Paripurna ulang beragenda pengesahan P-APBD Sumut 2019 sampai tercapai korum anggota DPRDSU. (MS/BUD)