www.MartabeSumut.com, Medan
Pejabat Spesialis Kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Taufik memastikan, Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah saudara kandung perbuatan korupsi. Saat ini, setidaknya ada 73 kasus TPPU senilai Rp. 4,5 Triliun yang melibatkan korporasi di Indonesia. Dilakukan oleh korporasi dari dalam maupun luar Indonesia.
Ahmad Taufik mengatakan, sampai sekarang KPK fokus mengedepankan pencegahan dan penindakan korupsi. Apalagi korporasi semisal PT, CV, Yayasan dan sejenisnya telah dipakai sebagai sarana memuluskan TPPU, korupsi, mengamankan uang hasil kejahatan hingga aliran dana terorisme. “TPPU itu saudara kandung korupsi. Mengapa diwajibkan transparansi Beneficial Ownership (BO) ? Sebab sangat rawan digunakan korporasi untuk korupsi, pencucian uang bahkan mengamankan uang hasil kejahatan,” tegas Ahmad Taufik, tatkala menyajikan materi kepada 200-an peserta sosialisasi penguatan dan pemanfaatan basis data BO dalam upaya pencegahan tindak pidana korporasi, Kamis pagi (25/7/2019) di Hotel JW Marriott Medan.
73 Kasus Korporasi Cuci Uang di Indonesia
Berdasarkan data publik pengadilan di Indonesia, ungkap Ahmad Taufik lagi, terdapat 73 kasus pencucian uang menggunakan korporasi dengan total nominal sebesar Rp. 4,5 Triliun (4.589.338.756.318). Sedangkan data Pusat Pelaporan Analisis Transparansi Keuangan (PPATK) per September 2017 disebutnya menunjukkan 5.146 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang berpotensi dilakukan korporasi. “Jumlahnya lebih besar mencapai Rp. 1.602 Triliun (1.602.092.297.825.990). Angka ini terkait pencucian uang dan pendanaan gerakan terorisme,” singkapnya. Dalam artian, imbuh Ahmad Taufik lebih jauh, kehadiran Perpres No 13/2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Dari Korporasi Dalam Rangka Pencegahan/Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, itu akan mampu menjawab berbagai potensi kejahatan trans-internasional. Termasuk keberadaan Permenkumham No 15/2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengenalan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi sebagai Output Penandatanganan MoU antara Kemenkumham RI dengan 5 Kementerian untuk Penguatan/Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (BO) dalam mencegah Tindak Pidana Korporasi.
Manfaat Transparansi BO
Bagi Ahmad Taufik, 2 dasar hukum tersebut berkorelasi terhadap beberapa manfaat transparansi BO yang dapat menguntungkan berbagai pihak. Misalnya mendorong good governance sehingga ikut mencegah TPPU, korupsi, masalah perpajakan dan gerakan dana teroris. Kemudian mempersulit persembunyian harta kekayaan hasil pidana, meningkatkan transparansi sektor swasta, membantu penyelidikan kasus TPPU dengan upaya penelusuran asset yang efektif, memaksimalkan proses pemulihan asset serta meningkatkan kredibilitas sektor finansial dan perbankan di Indonesia. “Sebanyak 91 persen pemimpin bisnis (korporasi) sangat percaya bahwa penting untuk mengetahui siapa pemilik manfaat (BO) dari entitas mereka berbisnis,” ingatnya. Ahmad Taufik menyimpulkan, KPK telah melakukan kajian pada Mei 2017 – Februari 2018 dengan melibatkan 17 kementerian dan sektor swasta. KPK menggandeng PPATK dan OJK untuk menilai risiko badan hukum korporasi dan menganalisis urgensi transparansi BO. “Riset lapangan kami dibantu oleh Ernst and Young Indonesia. KPK mengumpulkan data melalui wawancara, kuisioner, desk analysis, case study review dan Forum Group Discussion (FGD). Hasilnya memang terjadi kesenjangan antara ketentuan pemilik manfaat korporasi/perikatan lain di Indonesia dengan standard internasional,” tutup Ahmad Taufik.
Pantauan www.MartabeSumut.com di lokasi sosialisasi, acara dilaksanakan Ditjen AHU Kemenkumham RI. Kegiatan dibuka secara resmi oleh Sekretaris Dirjen AHU Kemenkumham RI, Danan Purnomo. Tampak hadir Kakanwil Kemenkumham Sumut Dewa Putu Gede diwakili Kadiv Pelayanan Hukum (Yankum) Agustinus Pardede, Kabid Yankum sekaligus Moderator Kurnia Telambanua dan Kasubdit AHU Flora Nainggolan. Selain Ahmad Taufik, tampil juga 3 Narasumber lain memberi ceramah. Meliputi: Daulat P Silitonga (Direktur Perdata Kemenkumham RI), Santun Maspari Siregar (Direktur TI Ditjen AHU Kemenkumham RI) serta Isnu Yuwana Darmawan (Spesialis Hukum Senior PPATK). (MS/BUD)