MartabeSumut, Medan
Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Zeira Salim Ritonga, SE
dan Robi Agusman Harahap, SH, gerah. Pasalnya, temuan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) RI terkait 18 paket pekerjaan peningkatan pembangunan
jalan provinsi tahun 2014 senilai Rp. 2.204.361.909,39, ternyata tidak
sesuai kontrak. Akibatnya, ke-2 legislator mengindikasikan kemungkinan
terjadinya proyek fiktif bahkan korup yang diperankan para mafia
anggaran di Sumatera Utara (Sumut).
Kepada MartabeSumut di ruang Fraksi Persatuan Keadilan Bangsa (F-PKB) gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Selasa siang (16/6/2015), Zeira dan Robi mengapresiasi Pemprovsu yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas pemeriksaan APBD Sumut 2014. Namun Zeira mengingatkan, opini WTP tersebut jangan sampai memposisikan BPK sebagai alat/instrumen politik bagi pemerintah daerah Sumut terhadap berbagai kelemahan dan penyimpangan yang terjadi. Kemudian opini WTP tersebut jangan pula membuat Pemprovsu “GR” sehingga mengaminkan berbagai temuan pelanggaran pengelolaan keuangan daerah. “BPK jangan sebatas audit administrasi keuangan dong. Tapi konsern juga dengan audit kinerja. Sebab kenyataannya ada temuan 18 paket pekerjaan jalan provinsi yang tidak sesuai kontrak,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Banyak Jalan Provinsi Kacau Balau
Artinya, lanjut Zeira lagi, saat menunaikan Reses dan Kunker ke daerah asal pemilihan (Dapil), kondisi ril di lapangan membuktikan begitu banyak jalan-jalan provinsi yang kacau balau. Anggota Komisi D DPRDSU itu menilai, 18 paket temuan menjadi perhatian serius DPRDSU tatkala sampai sekarang belum ada niat baik Pemprovsu memperbaiki jalan-jalan provinsi yang kondisinya amburadul di daerah kab/kota. Legislator Dapil Sumut VI Kab Labuhan Batu, Kab Labuhan Batu Utara dan Kab Labuhan Batu Selatan ini memastikan, kendati Pemprovsu mendapat WTP, toh tidak sedikit per-UU yang dilanggar dalam tata kelola keuangan di Sumut sejak beberapa tahun lalu sampai tahun 2014. Hal itu bisa diamati dari hasil pemeriksaan BPK terhadap APBD Sumut tahun 2013 dan diikuti dengan hutang Pemprovsu yang tetap melilit pinggang kepada daerah maupun pihak ketiga. “Pak Gubsu, program Bantuan Daerah Bawahan (BDB) yang sekarang berganti nama jadi Bantuan Keuangan Provinsi Sumatera Utara (BKPSU) itu gagal total. Harus dievaluasi kembali. Banyak mafia anggaran di Sumut kita ini,” sindirnya dengan nada tinggi.
Indikator Gak Jelas
Robi Agusman Harahap, SH, menambahkan, BDB atau BKPSU itu indikatornya tidak jelas. Harusnya, kata politisi Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI) ini, Pemprovsu lebih rinci mematok ukuran penetapan besaran bantuan dan kemudian berhati-hati mengucurkan anggaran ke daerah. Bagi anggota Komisi C DPRDSU tersebut, sebaiknya Pemprovsu menggelontorkan pembangunan fisik saja supaya DPR bisa mengawasi lebih cermat. Sementara dugaan banyaknya mafia anggaran berkeliaran, Robi pun menyatakan sulit membantahnya lantaran fisik proyek di lapangan kerap terlihat tidak optimal akibat lost cost (dana terbuang sia-sia-Red). “Berarti 18 paket senilai Rp. 2,2 M lebih temuan BPK RI itu kian menguatkan fakta bahwa memang terjadi penyalahgunaan wewenang dalam tata kelola keuangan negara di Pemprovsu,” terang Legislator asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut VII Kab Tapsel, Kab Madina, Kab Padang Lawas, Kab Padang Lawas Utara dan Kota Padang Sidimpuan tersebut. (MS/BUD)