16 Petani Kualuh Hulu Ditangkap Polisi, Anggota DPRDSU Syamsul Hilal Emosi

Bagikan Berita :

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Syamsul Hilal emosi. Pasalnya, 16 petani Kualuh Hulu Labuhan Batu Utara ditangkap aparat Polres Labuhan Batu sejak Jumat sore, (13/7). “Polisi terkesan jadi centeng pengusaha. Mohon Media memberitakan agar Kapoldasu membebaskan petani,” katanya kepada MartabeSumut, Rabu (18/7).

 

Berbicara melalui saluran telepon, anggota Komisi A membidangi hukum dan pemerintahan tersebut membeberkan, puluhan petani yang dianiaya dan diborgol secara paksa. Sementara sebanyak 21 unit sepeda motor milik masyarakat dibawa ke Polres. “Belum lagi 30 rumah petani dibakar preman-preman kebun. Polisi terkesan melakukan pembiaran atas aksi-aksi kekerasan di lahan perkebunan,” sesalnya dengan nada tinggi.

 

Menurut politisi PDIP Sumut ini, latar belakang persoalan adalah konflik Agraria antara warga Desa Sukarame Sonomartini, Sukaramai Baru Kec. Kualu Hulu dan Desa Air Hitam Kabupaten Labuhan Batu dengan perusahaan perkebunan swasta yang disebut-sebut milik Group Bakri, PT Graha Duta Ledong Prima dan PT Sawita Ledong Jaya. “Warga mengklaim tanah dan pihak perkebunan melibatkan polisi. Saya Sudah SMS Kapoldasu pada hari Minggu pagi tapi tidak ada respons. Jangan ada kesan Polri jadi centeng pemilik kebun. Segera bebaskan petani karena surat usulan penangguhan penahanan ditolak,” cetus Syamsul Hilal.

 

Sumber Konflik

 

Berdasarkan data dan informasi yang dihimpun MartabeSumut, PT Graha Duta Leidong Prima dan PT Sawita Leidong Jaya mulai membuka hutan jadi perkebunan pada tahun 1996 di areal 18.000 Ha (Desa Sukaramai, Solomartini, Sukarame Baru Kec.Kualuh Hulu dan Desa Air Hitam Kec Kualuh Leididong Labuhan Batu). Kemudian sesuai Keputusan Menteri Kehutan dan Perkebunan No.107/Kpts-II/1999 tertanggal 19 Agustus 1999 tentang izin pembukaan hutan menjadi perkebunan seluas 16.000 Ha, rakyat yang berdiam pada 4 desa tersebut seharusnya mendapat kebun plasma seluas 2.800 Ha. Tapi pengelola PT Graha Duta Leidong Prima dan PT Sawita Leidong jaya disebut-sebut ingkar janji.

 

Sementara pada tahun 1995 Bupati Labuhan Batu H Benua Ismansyah Rambe S.Sos, kala itu, memberikan izin untuk membuka hutan menjadi perkebunan dengan syarat : membuat jalan yang dapat dilalui kendaraan roda enam sampai ke Tanjung Leidong dan melakukan perawatan sepanjang areal perkebunan, membangun perkebunan plasma 20% dari 16.000 Ha  (2.800 Ha) untuk masyarakat sekitar lahan, perkebunan tidak merampas tanah penduduk melainkan harus membina serta menjaga kelestarian lingkungan hidup yakni sungai, mencadangkan hutan lindung seluas 630 Ha dan mengamankan jalur hijau DAS Sungai Leidong.

Selanjutnya Bupati Labuhan Batu Ismansyah Rambe mengeluarkan izin prinsip 8.000 Ha untuk PT Graha Duta Leidong Prima dan 6.500 Ha kepada PT Sawita Leidong Jaya. Dikuti lagi dengan izin usaha perkebunan dari Menteri Kehutanan dan Perkebunan kepada PT Graha Duta Leidong Prima dan PT Sawita Leidong Jaya No.107/Kprs-II/1996 tertanggal 19 Agustus 1999. Dalam rapat DPRD Labuhan Batu pada tanggal 29 Maret 2001 di gedung DPRD Labuhan batu, yang difasilitasi Bupati Labuhan Batu MT Milwan, rakyat empat desa berhak atas kebun plasma seluas 2.800 Ha yang sudah disetujui BPN, DPRD, Pemkab Labuhan Batu serta PT Graha Duta Leidong Prima/PT Sawita Leidong Jaya.

 

Kemudian berlanjut lagi dalam rapat tanggal 12 September 2001 yang menghasilkan surat Ketua DPRD Labuhan batu No.678/DPRD/ 2001 tertanggal 27 September 2001. Artinya, kata sumber, rakyat ke-4 desa memiliki hak kebun plasma seluas 2.800 Ha dilokasi kebun PT Graha Duta Leidong Prima dan kebun PT Sawita Leidong Jaya. Apalagi setelah PT Graha Duta Leidong Prima dan PT Sawita Leidong Jaya dinyatakan pailit dan diambil alih oleh Group Bakri tahun 2010, perusahaan tidak pernah menepati janji malah mengusir warga dari lahan Plasma dengan kekerasan. Hingga kini  para petani membentuk Gabungan Kelompok Tani KSU Sri Sahabat dengan badan hukum No 23 tanggal 29 Januari 2004 dengan Akte Notaris Haji Jatim Solin Spn di Rantau Perapat yang berpusat di Desa Sukaramai Kualuh Hulu. Sampai sekarang manajemen perkebunan disebut-sebut semakin brutal dengan mengunakan premanisme dan kepolisian untuk mengusir para petani dari kebun plasma seluas 2.800 Ha dengan cara menganiaya dan membakar rumah para petani.

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here