Welcome Aboard MartabeSumut !

Bagikan Berita :

Ada hal menarik dan luar biasa saat saya berkesempatan mengikuti Penataran Kode Etik Pers Jurnalis se-Indonesia tahun 2000 di Semarang. Tergolong menarik karena momentum strategis tersebut menghasilkan segudang wejangan bijak dari seorang wartawan senior/pemilik Harian Kompas Jakob Oetama tentang kesakralan etika dan kode etik Pers yang tidak bisa ditawar-tawar dalam tugas-tugas jurnalistik. Sementara saya sebut luar biasa juga tidak lain disebabkan keberuntungan memperoleh share empat mata dan ‘mencuri waktu’ padat Jakob Oetama saat jeda makan siang. Bukan apa-apa, dari 50-an peserta, saya yang datang mewakili wartawan dari Pekanbaru-Riau, berhasil membuat Jakob Oetama duduk 1 meja setelah mendengar 1 pertanyaan sederhana saya; “bagaimana bentuk ideal Pers di era kekinian dan masa akan datang?”. Sepuh bersosok sederhana dan rendah hati itu justru melontarkan 1 kata lembut namun bernuansa tegas. “Hentikan jadi wartawan kalau bekerja tanpa fikiran !”. Saya tersentak sembari menunggu Jacob Oetama melanjutkan pembicaraan. Tapi Jakob Oetama malah terlihat enggan meneruskan penjelasan melainkan tersenyum kecil sambil mempersilahkan saya menyantap kudapan yang tersedia.

Usai menikmati menu makan siang, Jakob Oetama kembali tersenyum menikmati penasaran saya yang tidak sabar menanti penjelasan. Menurut dia, kalau seseorang mengaku dirinya wartawan, maka yang bersangkutan harus bekerja dengan fikiran. Meliputi fikiran menghasilkan pemberitaan yang sehat agar mampu menuju tahapan fikiran mewujudkan misi bisnis/perusahaan yang sehat pula. Sehat pemberitaan dipastikan Jakob Oetama akan membuat seorang wartawan menghasilkan karya/liputan yang baik dan mau jujur mengakui karya/liputan orang lain yang diambil/diterima (sumber pertama-termasuk foto). Bagi dia, sehat pemberitaan akan otomatis membuat wartawan meraih simpati narasumber/masyarakat untuk rela berlangganan, kompensasi koran hingga memasang iklan atau advertorial perusahaan/pribadi yang otomatis mendongkrak pendapatan perusahaan media ecara etis profesional.

Saya pun hanya bisa manggut-manggut mendengarkannya. Lalu kembali melontarkan pertanyaan kedua. “Memangnya bagaimana kiprah jurnalis sekarang?”. Jakob Oetama justru tersenyum kecut. Menurut dia banyak orang bangga menyebut diri wartawan tetapi sebenarnya telah berhenti menjalankan tugas profesi tanpa disadari. Jakob Oetama menyebut, ada 3 alasan kenapa seseorang bisa menghentikan dirinya sendiri sebagai wartawan. Pertama, tidak memakai fikiran saat berani menulis berita bohong. Kedua, tidak punya fikiran saat berani mengungkap narasumber anonim (rahasia). Dan ketiga, tidak memakai fikiran saat mengutip (copy paste) tulisan/karya/foto orang lain (dari sumber pertama) dan malu berjiwa besar mengakui karya orang lain sehingga seolah-olah menjadi karya sendiri. Orang-orang seperti itu dikategorikan Jakob Oetama kelompok oportunis penipu/pembodoh publik yang menghancurkan bentuk ideal institusi Pers beriklim sehat pemberitaan dan sehat bisnis.

Timbul pertanyaan, apa hubungan MartabeSumut.com dengan cerita di atas? Jawabnya jelas ada dan sangat terkait. Sebab digital news kritis realistis MartabeSumut ini adalah bagian tidak terpisahkan dari media publik yang sengaja dihadirkan kepada masyarakat Sumut, rakyat Indonesia di penjuru Tanah Air serta penduduk dunia. Melalui lembaga resmi pendiri Derap Wartawan dan Pusat Edukasi Rencana Sosial Sumatera Utara atau disingkat Dewan PERS Sumut, yang memiliki badan Hukum Akte Notaris di Medan Nomor 21, MartabeSumut bertekad mewujudkan karya jurnalistik berbentuk informasi, komunikasi, kontrol serta wahana pendidikan yang dilandasi tanggungjawab. Kami memang belum bisa berlari kencang, tapi awak-awak jurnalis bermodal ‘mau belajar’ hingga yang relatif belia, sepakat untuk tetap sepakat mengindahkan ‘peringatan Jakob Oetama’. Direfleksi serius agar hadir tidak sekadar latah apalagi ikut-ikutan. Melainkan berkaca dari fakta empiris iklim subur hingga realita rontoknya berbagai media cetak, media audiovisual, media broadcast maupun media jenis online internet. Kami juga datang dengan modal kekinian tersebut serta melongok dinamika industri Pers Indonesia yang berkembang pesat. Selanjutnya mencoba menampilkan bentuk ideal bingkai publik yang komunikatif, informatif dan kreatif demi menjawab ‘keresahan’ Jakob Oetama; “berkarya dengan fikiran, sehat pemberitaan dan sehat bisnis”.

Artinya, percakapan saya dengan Jakob Oetama berdurasi sekira 30 Menit 11 tahun silam, itu memang tinggal sebatas kenangan. Toh, situs berita MartabeSumut yang baru dilahirkan ini terinspirasi konsep berfikir Jakob Oetama dalam kerangka mencapai ‘progress’ awal merangkak, progress selanjutnya berdiri, setelah itu berjalan dan memastikan ketahanan saat berlari kencang. Sebab kami percaya, tak ada yang tidak bisa kecuali tidak mau. Andai kita ibaratkan bayi yang baru lahir plus komentar bijak Jakob Oetama, maka sang bayi saja sudah mau berfikir (baca; mencari perhatian) dengan cara bergerak-gerak saat mau kencing, menguap tatkala mengantuk atau menangis ketika sedang kelaparan. Saya mau mengatakan, baru lahir dan usia muda bukan berarti harus ‘diremehkan’ dalam karya. Dunia jurnalistik yang saya pahami tegas menggarisbawahi bahwa senioritas profesi wartawan bukan diukur dari faktor usia atau banyaknya uban di kepala seseorang. Melainkan karena karya ! Sekali lagi karya, bukan copy paste yang seenaknya bak anak SD menabrak larangan orangtua. Akhirnya, tatkala Anda mengakses media MartabeSumut sekarang, maka kami sambut ucapan terimakasih kendati media ini masih ‘underconstruction’ dan menuju perbaikan bertahap dari hari ke hari. Itulah sebabnya, semenjak dini, kami sangat siap menghimpun kritik, cerita, peristiwa dan wawancara Anda untuk dijadikan berita kritis dan realistis yang enak dibaca. Welcome aboard www.martabesumut.com ! Selamat bergabung di blantika Jurnalistik !

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here