www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) menyarankan Gubsu segera mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) untuk melindungi 9.000 tenaga kerja industri rumahan yang terpencar di penjuru kab/kota Sumut. Sebab, dasar hukum pekerja rumahan memang tidak termuat dalam UU No 13/2003 tentang ketenagakerjaan.
Penegasan tersebut terungkap saat Komisi E DPRDSU melakukan Rapat
Dengar Pendapat (RDP) bersama para pihak membahas nasib pekerja
rumahan, Selasa kemarin di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan.
Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP dihadiri anggota Dewan
seperti Firman Sitorus, Delmeria, Syamsul Bahri Batubara dan Zulfikar.
Menurut Syamsul Bahri Batubara, masalah tenaga kerja rumahan sebenarnya
sudah lama muncul namun pemerintah abai menyikapi. “Kita jangan berkutat
di naskah akademik (NA) pembuatan Peraturan Daerah (Perda). Ini
tanggungjawab Disnaker. Sejauh mana Disnaker melindungi tenaga kerja
sektor formal dan informal termasuk kepantasan upah. Sangat banyak upah
yang dibawah ketentuan khususnya pekerja rumahan. Padahal mereka
bekerja rata-rata di atas 12 jam. Tolong para mitra dan perusahaan
serius,” cetus Syamsul Bahri. Hal senada disampaikan Firman Sitorus.
Bagi politisi Hanura ini, perlu difikirkan regulasi jangka pendek yang
maksimal demi melindungi tenaga kerja rumahan. Diantaranya PP, UU, Perda
dan Pergub. “Jangan sampai mati dulu mereka semua. Apa pernah Disnaker
survei ke lapangan? Panggil dong perusahaan atau industri rumahan yang
banyak beroperasi di Kab Deli Serdang,” tegas Firman, sembari mengimbau
kepedulian para pemberi kerja. Sedangkan Zulfikar menambahkan, sudah
saatnya DPRDSU membuat Pansus agar kelak tak ada warga Sumut jadi
korban. “Lahirkan draft Perda, kami tunggu. Kepada LSM atau NGO, tolong
dibuat himpunan/organisasi pekerja rumahan di Sumut,” cetus Zulfikar.
9.000 Pekerja Rumahan di Sumut
Menanggapi masukan kalangan legislator, Staf Advokasi Bina
Keterampilan Pedesaan (Bitra/NGO) Hawari Hasibuan mengungkapkan, asumsi
angka pekerja rumahan saat ini mencapai 9.000 orang di Sumut. Sementara
organisasinya telah berdiri di 4 kab/kota Sumut. Plt Kadisnaker Sumut
Frans Bangun berjanji, pihaknya akan mengusahakan draft NA Perda selesai
1 bulan untuk diserahkan ke DPRDSU. Frans memastikan, DIsnaker Sumut
kerap membahas nasib tenaga kerja rumahan. “Kita komit walau 33
perwakilan provinsi bingung mencari dasar hukum. Apalagi ada UU 12/2011
yang mengatur secara tersirat. Intinya solusi terbaik melindungi tenaga
kerja rumahan termasuk jaminan sosial mereka. Bisa saja dibuat dulu
Pergub dan menyusul Perda,” usul Frans Bangun. Pihak Apindo yang
diwakili HM Yunan berpendapat, apapun bentuk aturan, seyogianya
bertujuan menyelamatkan tenaga kerja kontrak dan serabutan yang kian
menjamur. “Ada beban bila suatu saat muncul Perda. Sebab para kerja
sektor informal rumahan/home industry jadi ragu apakah masih berkerja
lagi kelak,” ingat Yunan. Perwakilan Disnaker Medan mengaku sedang
membahas Ranperda ketenagakerjaan dan sudah didukung Pansus. “Akhirnya
dibentuk pelayanan dan perizinan bidang sosial. Kami buat NA tapi
sekarang jadi polemik. Karena dasar hukum pekerja rumahan tidak
termaktub dalam UU No 13/2003. Makanya kami tidak membahas itu,”
terangnya.
Komisi E DPRDSU akhirnya menskors RDP dan berencana memanggil
pemilik usaha rumahan. “Ada gak niat perusahaan melindungi tenaga
kerjanya yang real berkerja di sektor formal dan informal? Kalo NA
lahir, kita minta kajian bidang hukum Pemprovsu untuk melahirkan Pergub.
Kita bisa lahirkan UU atau paling tidak PP. Demikian juga Perda, bisa
melahirkan Pergub. Tergantung substansinya. Kalo ada kesulitan, kita
bisa ambil jalan pintas,” cetus kalangan wakil rakyat, sembari
memastikan, bila Pergub terbit, niscaya kab/kota dapat mengikuti Pergub
sebagai acuan. (MS/BUD)