www.MartabeSumut.com, Medan
Lantaran kehidupannya merasa didiskriminasi, belasan orang penganut Parmalim dan Ugamo Bangso Batak beraudiensi kepada Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU), Senin siang (28/9/2015) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Dalam audiensi tersebut, kalangan Parmalim dan Ugamo Bangso Batak menyampaikan curahan hati (Curhat) seputar kesetaraan hak selaku warga negara.
Pantauan www.MartabeSumut.com, kedatangan Parmalim dan Ugamo Bangso Batak didampingi Aliansi Sumut Bersatu (ASB) dan diterima oleh Sekretaris Komisi Rony Reynaldo Situmorang, SH, anggota Komisi Dr Januari Suregar, SH, MHum, Sutrisno Pangaribuan, ST, Sarma Hutajulu, SH serta Putri Susi Melani Daulay, SE. Peserta audiensi yang hadir seperti Ira, Mangasi Naipospos, Rosni Simarmata, Dharma Purba, Desi Andani Butarbutar, Lince Siagian, Ferianto Sitohang dan Hermanto Sirait, secara tegas mengungkapkan kegundahan jati yang dialami atas dampak membingungkan pada banyak aspek. Mulai dari kolom pencantuman agama yang tidak sesuai di KTP/KK, surat perkawinan, akte lahir anak, pemaksaan memeluk 1 agama tertentu dan mempelajarinya, anak-anak diejek karena dianggap sipele begu (penyembah berhala) hingga masalah pendaftaran sekolah anak-anak sebab selalu dipaksa memilih dari 6 agama yang diakui Indonesia. “Kami merasa didiskriminasi sebagai warga negara. Tidak ada kesetaraan hak sejak awal pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk). Contohnya saja UU No 13 tahun 2003 Pasal 12 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kenapa anak-anak kami di sekolah disuruh keluar ruangan saat belajar agama,” sesal Ira.
Tidak Diluluskan Lamar Kerja?
Pada sisi lain, disebut pula kasus umum soal melamar pekerjaan. Anak Parmalim/Ugamo Bangso Batak diduga tidak diluluskan setelah dalam wawancara diketahui sebagai agama penghayat Parmalim dan Ugamo Bangso Batak. “UU Adminduk mengatur bahwa diakui aliran kepercayaan. Ketika anak Parmalim dan Ugamo Bangso Batak bekerja dan disuruh buat rekening bank, maka pihak bank juga mempertanyakan status kami. Semua masalah tidak merata, beberapa daerah ada yang tidak menerima perbedaan kami. Di Medan ini tidak semua kecamatan menerima. Harusnya kalo dibilang Parmalim, maka pemerintah wajib menerima kami sebagai agama penghayat,” cetus Mangasi Naipospos dengan linangan air mata. Rosni Simarmata menambahkan, Parmalim dan Ugamo Bangso Batak meminta DPRDSU memperhatikan nasib pihaknya yang selalu tertindas sebagai penganut agama leluhur. Dharma Purba menimpali, dirinya pernah melamar TNI Angkatan Laut beberapa waktu lalu. Namun seusai diwawancara mental idiologi, katanya, pewawancara justru bertanya soal agama yang dianut. “Saya jawab penghayat. Saya katakan penghayat itu adalah agama leluhur sebelum ada 6 agama sekarang di Indonesia. Lalu besoknya saya dinyatakan tidak lulus,” keluhnya.
Dua Kali Pindah Kampus
Desi Andani Butarbutar, mahasiswi Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan juga angkat bicara. Bagi dia, pengalaman 2 kali pindah kampus didasari persoalan diskriminasi mata kuliah agama. “Dulu di Universitas HKBP Nommensen saya buat agama Parmalim tapi kampus mengubah jadi agama Kristen. Masalah saya di sana nilai terganggu. Lalu semester 3 saya pindah ke UMN Medan. Ada 3 penilaian agama yaitu pengajian, wirid dan ujian lisan. Nilai saya juga selalu dipermasalahkan. Nilai agama saya C dan E terus,” ungkapnya. Lince Siagian berpendapat, persoalan pengurusan KTP dan KK pernah terjadi di kantor Camat Sei Tuan. “Mereka tanya agama, saya jawab penghayat. Tapi kemudian KTP saya dibuat Kong Hucu,” herannya. Ferianto Sitohang Curhat, pihaknya di ASB sudah pernah bicara dengan Sekda Medan dan Kadis Catatan Sipil Medan/Deli Serdang. Menurut dia, aspirasi yang disampaikan terkait terobosan kebijakan pemerintah agar mengakui dan menyetarakan hak konstitusi warga negara penganut agama penghayat Parmalim dan Ugamo Bangso Batak. “Supaya jangan terulang lagi masalah-masalah masa lalu. Sesugguhnya merekalah yang bersentuhan dengan masa lalu. Ada fikiran teman-teman bahwa masa depan mereka dan keluarganya bakal tidak lebih baik dari orangtunya kelak,” terang Ferianto. Hal senada dialami Hermanto Sirait, mahasiswa Unimed. “Di kampus saya dipaksa memilih agama kristen atau Muslim. Lalu karena takut nilai agama terancam, maka saya pilih Kristen,” akunya.
Kesetaraan Dinikmati Semua Warga Negara
Menanggapi aspirasi kalangan Parmalim dan Ugamo Bangso Batak, anggota Komisi A DPRDSU Dr Januari Siregar, SH, MHum, mempercayai, kesetaraan itu harusnya ada dan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Januari menilai, ada 2 masalah yang berkembang di permukaan. Yaitu regulasi negara dan sistem Adminduk. “Coba dicek aturan yang mengatur tentang agama. Sebab aliran kepercayaan masuk ke Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Sistem Adminduk kita mungkin sudah online dan perlu regulasi negara dengan kolom kosong tanda garis. Masih panjang perjuangan kalian. Tidak segampang membalikkan telapak tangan. Di dalam hati kitanya iman, makanya harus bijak kalian,” imbau Januari. Politisi PKPI itu melanjutkan, UU hanya mengakui aliran kepercayaan. Sehingga secara formal kalangan penghayat membutuhkan regulasi negara agar bisa masuk ke Departemen Agama.
Negara Harus Digugat
Sementara Sarma Hutajulu, SH, berkeyakinan, dalam persoalan Parmalim dan Ugamo Bangso Batak, negara yang harus digugat. Seluruh turunan regulasi negara dipastikannya patut melindungi hak dasar beragama/keyakinan. “Aliran kepercayaan tidak wajib dikosongkan dalam kolom Adminduk. Ini soal diskriminasi mendapatkan layanan publik dan pekerjaan. Seolah-olah jadi momok. Ini harus kita perjuangkan. Hasil audiensi ini bisa dibawa ke RDP Komisi E DPRDSU membidangi kesejahteraan rajyat supaya ada solusi,” tegas politisi PDIP tersebut. Koleganya di PDIP Sutrisno Pangaribuan, ST, menuding negara tidak mampu menyelesaikan masalah Parmalim dan Ugamo Bangso Batak. Padahal konstitusi jelas mengatur dan bertujuan mengakomodir persoalan warga negara. “Hak asasi ini, jika kita tidak setuju agama Parmalim/Ugamo Bangso Batak, tapi kenapa ada pemaksaan penulisan Islam atau Kristen,” sindirnya bertanya. Pimpinan audiensi, Rony Reynaldo Situmorang, SH, mengajak kalangan penghayat membuat tulisan-tulisan dan berita di media massa. “Apa itu Parmalim dan Ugamo Bangso Batak? Kita sama-sama berjuang agar hak-hak kalian diperhatikan,” katanya. Politisi Partai Demokrat itu mencontohkan, Pemkab Tobasa saja mampu mengakui kalangan agama penghayat. Dia berharap hal serupa dilakukan juga oleh Pemkab Taput, Samosir, Simalungun dan kab/kota lain di Sumut. “Jadi tidak boleh ada diskriminasi kepada warga negara,” tutup Rony, sembari meminta Parmalim dan Ugamo Bangso Batak membuat surat resmi ke Komisi E DPRDSU supaya dapat diagendakan untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). (MS/BUD).