www.MartabeSumut.com, Medan
Dari 23 kab/kota di Provinsi Sumut yang menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2020 dan telah mendaftar ke KPU pada 4-6 September 2020, terdapat 4 wilayah yang memiliki Calon Kepala Daerah (Cakada) tunggal. Diantaranya Kab Serdang Bedagai (Darma Wijaya/Adlin Umar Yusri Tambunan), Kota Gunung Sitoli (Lakhomizaro Zebua/Sowaa Laoli), Kota Pematang Siantar (Asner Silalahi/Susanti Dewayani) serta Kab Humbang Hasundutan (Dosmar Banjarnahor/Oloan P Nababan). Oleh sebab itu, KPK RI, penegak hukum dan Bawaslu patut mengungkap indikasi suap politik 4 Cakada tunggal terhadap Partai Politik (Parpol) yang jauh-jauh hari diduga berkonspirasi bersama para cukong.
BACA LAGI: RIP Jakob Oetama: Sehat Pemberitaan, Hentikan jadi Wartawan Kalau Bekerja Tanpa Pikiran !
BACA LAGI: Ketua DPP PKPI Sumut Dukung Sosok Muda Robi Agusman Harahap Pimpin Tapsel
Harapan tersebut dilontarkan politisi Partai Hanura Sumut Toni Togatorop, SE, MM, kepada www.MartabeSumut.com, Jumat siang (11/9/2020). Toni mengatakan, KPK, penegak hukum dan Bawaslu perlu menyelidiki apakah 4 Cakada tunggal itu “lahir” karena setoran mahar atau memang murni dari proses alamiah dinamika politik. Toni beralasan, potensi money politics (politik uang) atau dugaan tindak pidana korupsi (suap) Cakada tunggal sudah menjadi rahasia umum dan menuai keresahan masyarakat. “Kita dorong KPK, penegak hukum dan Bawaslu melakukan tugasnya. Benarkah 4 Cakada tunggal di Sumut dan sebagian wilayah Indonesia “memborong” Parpol dengan setoran mahar politik ? Tolong diusut tuntas. Bila terbukti benar, tentu sangat membahayakan perjalanan demokrasi Indonesia,” tegas Toni via ponselnya.
BACA LAGI: Komisi A DPRDSU Bahas Pilkada 9 Desember 2020, Rusdi Lubis Pertanyakan NPHD untuk KPU & Bawaslu
Proses Curang = Pemimpin Tidak Tegak Lurus
Wakil Ketua Bappilu Partai Hanura Sumut itu melanjutkan, ketika semenjak dini seorang calon pemimpin (daerah) mempertontonkan perilaku curang, tidak terpuji, melakukan cara-cara kurang bermartabat, membeli rekomendasi Parpol miliaran rupiah, membayar suara rakyat bahkan melanggar hukum proses demokrasi Pemilu, niscaya saat terpilih bakal sulit menjadi pemimpin tegak lurus yang diberkati Tuhan Yang Maha Esa. Artinya, timpal Toni lagi, nafsu berkuasa dengan memanfaatkan harta, tahta dan kekayaan sama saja menindas roh demokrasi. Berimplikasi buruk pada kehancuran tonggak demokrasi yang sejatinya merupakan milik rakyat. Anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 ini mengingatkan, aparat KPK, penegak hukum dan Bawaslu urgen menjawab kerisauan publik/rakyat Indonesia terkait aroma busuk Cakada tunggal yang memborong atau membeli rekomendasi Parpol. “Lakukan kajian, tindakan dan penegakan hukum. Kawal hak-hak rakyat dalam pesta-pesta demokasi Pemilu terutama Pilkada 2020. Penegak hukum dan pemangku kepentingan fokus mengamati semua sosok Cakada tunggal. Baik setelah resmi mendaftar, seleksi kepribadian, tahapan kampanye hingga terpilih nanti,” cetus Toni dengan nada tinggi.
BACA LAGI: Pemenang Pilkada 2020 Menjabat 4 Tahun, Jadilah Pelayan Rakyat & Bukan Penguasa..!
KPK Supervisi Cakada Tunggal Terpilih
Pada sisi lain, Toni mengusulkan KPK membuat program supervisi melekat jika kelak Cakada tunggal terpilih dalam Pilkada 2020. Langkah pertama tersebut dipastikannya mutlak supaya KPK dapat mengawasi/mengevaluasi perilaku kepemimpinan, tracking harta kekayaan serta kemungkinan praktik abuse of power (menyalahgunakan kekuasaan). Dengan supervisi ketat, Toni percaya KPK leluasa memantau kemungkinan adanya suap politik balas budi Cakada tunggal terhadap Parpol maupun cukong-cukong yang sebelumnya mendukung “pemborongan” rekomendasi Parpol. Kedepan, mantan Ketua Komisi A DPRD Sumut itu meminta KPK, Bawaslu dan penegak hukum proaktif mendeteksi aksi “main borong” Parpol. Pasalnya, selain rentan praktik money politics, kemarahan rakyat ikut terpicu karena merasa jadi objek pembodohan dalam setiap Pemilu. Toni memastikan, pemimpin yang lahir dari proses kecurangan akan berdampak buruk pada kebijakan penggunaan anggaran khususnya semangat mensejahterakan rakyat. “Pemimpin begituan cenderung berusaha mengembalikan uangnya yang telah habis membayar mahal “tiket” Cakada tunggal. Kesejahteraan rakyat dan pembangunan daerah diabaikan alias bukan prioritas. Biasanya pemimpin curang secara diam-diam melakukan KKN untuk memperkaya diri dan kroni-kroni. Makanya supervisi KPK sangat dibutuhkan,” aku Toni mantap.
BACA LAGI: DPRDSU Sesalkan Gubsu tak Beritahu Dana Refocussing Tahap II Rp. 1 Triliun
BACA LAGI: Sumut “Juara 1” Narkoba, Politisi NasDem: Sama Saja Mencoreng Muspida & Penegak Hukum !
Otokritik Buat Parpol
Sedangkan kepada Parpol dan elite politik, mantan Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Sumut ini juga melepaskan otokritik keras. Bagi dia, hingga kini Parpol terkesan gagal menjalankan pendidikan politik rakyat. Kemudian lalai memberdayakan kader sendiri bahkan abai mengayomi semangat putra-putri terbaik bangsa yang digilas subjektifitas harta, tahta dan kuasa. Toni Togatorop meyakini, indikasi kongkalikong antara Cakada tunggal dengan monopoli Parpol telah membuat hak politik warga negara terpinggirkan. Menghadirkan jerit tangis yang tertahan di dalam hati dari sosok-sosok rakyat pemilik kompetensi, kemampuan, dedikasi, integritas dan hak untuk dipilih. “Saya rasa apa yang saya ucapkan sekarang mewakili kegundahan hati warga di penjuru Tanah Air. Mereka sedih dan bingung mewujudkan hak politiknya. Sebab tidak pernah diberi kesempatan bersaing melalui jalur Parpol. Kapan orang miskin, pintar dan jujur bisa ikut Pemilu di Indonesia ? Mimpi kali yeeee,” sindir mantan Ketua FP-Hanura DPRD Sumut itu. (MS/BUD)