www.MartabeSumut.com, Medan
Penegak hukum seperti BNN, polisi dan hakim sebaiknya jangan diskriminatif saat menerapkan status rehabilitasi kepada para pemakai Narkoba. Sebab, opini publik berkembang menilai, kalangan artis dan orang-orang tertentu yang tertangkap memakai Narkoba dominan direhabilitasi tanpa proses hukum jelas.
Peringatan tersebut dilontarkan Ketua LSM Komite Integritas Anak Bangsa (KIRAB) Sumut Hamdan Simbolon, SH, kepada www.MartabeSumut.com, Sabtu siang (23/9/2017). Berbicara melalui saluran telepon, Hamdan mengatakan, UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika mengatur jelas soal defenisi, mekanisme dan syarat pemberian status rehabilitasi. Dia menyebut, UU tersebut menetapkan 2 jenis kategori rehabilitasi. Yaitu medis melalui pengobatan terpadu untuk membebaskan pemakai dari ketergantungan obat dan rehabilitasi sosial yang menyangkut pemulihan psikis dan mental di lingkungan. “Tapi belakangan kita amati, program rehabilitasi diobral murah kepada kalangan artis dan pihak tertentu yang terjaring operasi. Proses hukum pun terkesan dikaburkan. Kalo pemakai Narkoba adalah tukang becak atau warga miskin, maka proses hukum berjalan lancar tanpa konsep rehabilitasi,” heran Hamdan.
Rehabilitasi Diobral Murah
Dia pun mencontohkan kepemilikan dan pemakaian Narkoba jenis Sabu Sabu yang melibatkan artis dangdut Ridho Roma beberapa waktu lalu. Kendati ditemukan barang bukti dan Ridho dinyatakan positif memakai Narkoba, toh Hamdan melihat aparat penegak hukum sangat cepat memproses program rehabilitasi. “Macam “dagangan” yang diobral murah rehabilitasi itu. Saya duga sebagai permainan oknum penegak hukum. Apakah rehabilitasi berlaku kepada pemakai Narkoba yang tergolong miskin ? Setahu saya, keputusan merehabilitasi seseorang itu berada di tangan hakim/pengadilan. Walau proses awalnya melalui assesmen BNN dulu. Saya harap saya salah. Namun patut diduga terjadi praktik diskriminasi,” cetusnya. Hamdan berharap aparat BNN, polisi dan hakim tidak diskriminatif memberi status rehab kalau sekadar bermotif “disini senang disana senang”. Dia meyakini, rehab kerap jadi obralan murah karena kepentingan pihak tertentu menjauhkan penjara dari orang yang direhabilitasi. “Pelaku pasti tidak mendapat efek jera lantaran di panti rehab dia bakal bebas berkeliaran. Permintaan rehab jangan karena pesanan atau permainan tapi alasan objektif yang bisa dipertanggungjawabkan,” tutup Hamdan dengan nada tinggi, seraya mencontohkan lagi kasus politisi DPP Partai Golkar Indra J Piliang yang langsung sangat mudah untuk direhabilitasi.
Tanpa Barang Bukti
Sementara itu, www.MartabeSumut.com mengkonfirmasi Kabid Pencegahan BNN Sumut T Harianja, Senin siang (18/9/2017). Ditemui usai Raker bersama Komisi A DPRDSU di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Harianja menepis anggapan diskriminasi program rehabilitasi terhadap pengguna Narkoba. “Kalau seorang pemakai Narkoba cuma terbukti positif tapi tidak ditemukan barang bukti, ya model beginian yang direhab,” terangnya. Namun tatkala ditemukan barang bukti, Harianja memastikan proses hukum tetap berjalan. Diakuinya, program rehabilitasi hanya bisa diproses setelah melalui assesmen BNN. “Kita yang mengajukan setelah meneliti/mengkaji lebih dalam,” katanya. Penelitian dan pengkajian ditegaskan Harianja mutlak bagi BNN agar dapat mengetahui keterlibatan seseorang sebatas pemakai atau tidak. (MS/BUD)