Oknum Aparat Bayaran Gentayangan di Jembatan Timbang, DPRDSU akan Tanya Kadishub Sumut

Bagikan Berita :

MartabeSumut, Medan

Terindikasi kuat banyak oknum aparat Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut yang suka dibayar alias gentayangan mempraktikkan pungutan liar (pungli) di jembatan timbang, Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) dalam waktu dekat segera memanggil Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Sumut guna mempertanyakan kasus tersebut.

Apalagi tahun 2013 ini beberapa staf dan pejabat di instansi itu dikabarkan sering dipanggil dan diperiksa aparat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut terkait mental oknum aparat yang meresahkan pemandangan publik serta tidak jarang membuat sopir-sopr truk harus pasrah namun tak rela. Salah seorang pejabat yang dipanggil Kejatisu, belum lama ini, misalnya saja Plt Sekretaris Dishub Sumut Ali Amas. MartabeSumut juga mencatat kalau kasus bayar membayar terhadap oknum aparat Dishub di jembatan timbang/pungli, sebenarnya bukanlah barang baru melainkan fenomena klasik yang terjadi dalam kurun waktu lama tanpa ketegasan sanksi.

Menanggapi fenomena pelanggaran hukum yang berulang tersebut, Ketua Komisi D DPRDSU Guntur Manurung, memastikan, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Kepala Dishub Sumut beserta jajaran. “Komisi D DPRDSU berkepentingan mendesak pihak Dishub Sumut memberikan klarifikasi persoalan pungli atau aktivitas bayar membayar terhadap oknum aparat di jembatan timbang. Masalah ini juga sudah ramai diberitakan media,” kata Guntur Manurung, Minggu (7/4/2013). Guntur membeberkan, kasus dugaan pungli yang dilakukan staf dan pejabat Dishub Sumut tersebut telah berulangkali sampai di Kejaksaan. Menurut Guntur, perbuatan pungli merupakan tindakan yang melanggar hukum dan tentunya merugikan negara dan masyarakat. Sehingga sangat disesalkan apalagi sampai dilakukan oleh oknum aparatur negara. Untuk itu, lanjut Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, kepada masyarakat/sopir truk yang merasa dimintai bayaran oleh oknum petugas Dishub Sumut nakal saat melintasi jembatan timbang, sebaiknya memberikan laporan kepada aparat kepolisian. “Jangan takut, sampaikan pengaduan resmi jika merasa di rugikan,” imbau Guntur.

Oknum Aparat Tertangkap Basah di Jembatan Timbang Sibolangit

Pada kesempatan itu, Guntur pun mengingatkan peristiwa tahun 2011 yang terjadi di jembatan timbang Sibolangit. Seorang staf Dinas Perhubungan Sumut tertangkap basah saat menerma bayaran dari aparat yang menyamar sebagai sopir truk. Kasus itu kemudian dibawa ke Kejatisu hingga dinyatakan beberapa orang sebagai tersangka. Sulitnya menertibkan aksi pungli di jembatan timbang membuat wakil rakyat ini berpendapat agar sebaiknya pengoperasionalan sarana tersebut dihentikan saja. Menurut Guntur, wacana ini juga sudah pernah dibahas di internal Komisi D DPRDSU dengan pihak Dishub Sumut beberapa waktu lalu. “Lebih baik mengefektifkan aturan yang resmi saja, jika memang tonase truk yang ditetapkan 20 Ton, ya harus segitu. Tidak boleh dilebih-lebihkan,” ujarnya.

Namun untuk menghapuskannya, imbuh Guntur lagi, harus terlebih dahulu membatalkan Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ada. Karena sebelumnya operasional jembatan timbang merupakan arahan dari pemerintah pusat dengan diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) No 14/2007 tentang pengendalian kelebihan muatan angkutan barang. Aturan itu mewajibkan Dishub Sumut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan dari 13 jembatan timbang di Sumut. Fakta di lapagan berbeda drastis dengan aturan yang ada. Oknum petugas Dishub justru memposisikan seragam sebagai aparat yang harus dibayar melalui denda hampir pada semua jenis angkutan barang. Baik yang melebihi 25 persen atau semestinya ditilang, hingga tonase yang kurang dari 25 persen yang mestinya bebas. Pungli pun kian marak di jembatan timbang setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2008 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Artinyam aturan itu mengamanatkan bahwa kelebihan muatan angkutan barang tidak boleh dikenakan retribusi. Kecuali yang melebihi 25 persen dikenakan tilang.

Realita Empiris Miris

Lagi-lagi realita empiris miris pada jembatan timbang di Sumut menunjukkan hampir semua angkutan barang yang melebihi muatan 25 persen keatas tidak ditilang petugas jembatan timbang. Melainkan diselesaikan dengan cara pungli alias memberikan uang kepada oknum aparat yang khusus bertugas menerima bayaran. Hal serupa terjadi pula dengan muatan yang tidak melebihi 25 persen. Guntur menilai, sektor retribusi timbangan yang dibahas dalam UU tersebut sudah tidak ada lagi. Dengan ketentuan seluruh truk yang melintas harus mentaati aturan. “Sesuai Permendagri, jembatan timbang bukan lagi sasaran Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun kenapa masih saja tetap beroperasi, inilah yang jadi pertanyaan serius kami kepada Kadishub nantinya,” cetus Guntur.

Guntur berkeyakinan, pajak daerah dari kompensasi denda yang diperoleh dari jembatan timbang sangat tidak sesuai dengan kondisi jalan yang rusak akibat banyaknya truk kelebihan tonase. Sementara indikasi penyalahgunaan dalam pengoperasionalan fasilitas tersebut masih terus berlangsung. Untuk diketahui, dalam Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Nomor 01/AJ.108/DRJD/2012 tertanggal 12 Januari 2012, tertuang jelas konsiderans yang menyatakan bahwa jembatan timbang tidak boleh memberikan sanksi administrasi berupa denda. Sanksi yang harus diberikan adalah sanksi pidana atau tilang. (MS/Rel/ROY)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here