www.MartabeSumut.com, Medan
Ratusan orang berbendera Komite Rakyat Bersatu (KRB) berunjukrasa ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) di Jalan Imam Bonjol Medan, Senin siang (25/9/2017). Dalam aksinya, massa menyerukan penyelesaian konflik agraria yang terjadi pada beberapa daerah di Provinsi Sumut.
Pantauan www.MartabeSumut.com, pengunjukrasa tiba pukul 13.00 WIB. Mereka langsung berkumpul di depan pagar pintu masuk seraya memajang spanduk, karton-karton protes dan berorasi bergantian. Tampak pula anggota DPRDSU periode 2009-2014 H Syamsul Hilal ikut berunjukrasa. Ketika dikonfirmasi M24, Syamsul Hilal menyatakan DPRDSU khususnya Komisi A harus konsisten memperjuangkan hak-hak rakyat atas tanah dengan melaksanakan UU Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960. “Dua hektare tanah untuk rakyat. Selesaikan semua konflik agraria di Sumut berasaskan keadilan atau keberpihakan terhadap rakyat,” imbaunya.
Perusahaan Bermasalah dengan Rakyat
Syamsul Hilal mencontohkan, perusahaan perkebunan milik negara seperti PTPN II, III dan IV kerap bermasalah dengan tanah-tanah rakyat. Begitu pula perkebunan swasta semisal PT Supra Matra Abadi, PT Jaya Baru Pratama, PT Blungkut, PT Leidong West, PT GDLP dan PT PD Paya Pinang. Kemudian ada pula perkebunan asing diantaranya PT Bridgestone, PT Socfindo dan PT LNK. Ironisnya, lanjut Syamsul Hilal, kalangan perusahaan pengembang ikut andil bersama preman dan mafia tanah untuk mempersulit rakyat. “Sebut saja developernya PT ACR dan PT Mitra Karya Pembangunan Lestari,” ucapnya. Dia pun meminta Gubsu melibatkan semua kelompok dalam Tim Inventarisasi Tanah yang dibentuk agar tidak ada manipulasi penyelesaian sengketa tanah khususnya eks HGU PTPN II seluas 5.873, 06 Ha. Syamsul Hilal mengusulkan, pembentukan tim penyelesaian konflik agraria diluar eks HGU PTPN II perlu disegerakan. Kemudian mengukur ulang semua lahan perkebunan perusahaan yang berkonflik dengan rakyat, mencabut/membatalkan HGU yang bermasalah dengan warga, pengusutan keberadaan Al Wasliyah pada lahan eks HGU PTPN II, penarikan militer/Polri dari lahan konflik dan pengusutan penerbitan 227 sertifikat di kebun Klambir V sekira 250 Ha yang diterbitkan BPN tahun 1999 karena status tanah merupakan HGU PTPN II. Selain itu, dia meminta pengusutan penerbitan sertifikat HGB milik PT ACR di Desa Helvetia Kec Medan Sungal, pengusutan pengalihan status tanah untuk PT LNK/Kepong yang dilakukan PTPN II, pengusutan real estate Cemara dan Lau Dendang di atas tanah eks HGU PTPN II serta penyelidikan HGU PTPN II di Lau Cih Kec Pancur Batu sebab bertahun-tahun telah diusahai/dikuasai masyarakat setempat. “Kami juga meminta Gubsu dan aparat penegak hukum menuntaskan keganjilan pelepasan tanah eks HGU PTPN II seluas 300 Ha kepada pihak USU yang masuk dalam 5.873,06 Ha,” ungkap Syamsul Hilal, sembari mengimbau Komisi A DPRDSU jangan menunggu bola tapi berperan aktif menyelesaikan konflik tanah di Sumut.
9 Kasus Tanah Masuk ke DPRDSU
Terpisah usai unjukrasa, www.MartabeSumut.com menemui Ketua Komisi A DPRDSU FL Fernando Simanjuntak, SH, MH dan Wakil Ketua Komisi A DPRDSU H Syamsul Qodri Marpaung. Fernando mengatakan, sejak 1 tahun terakhir, persoalan tanah yang masuk ke Komisi A sebanyak 9 kasus. Dari 9 kasus tersebut, Fernando memastikan 3 kasus bisa dijembatani Komisi A menuju penyelesaian. “Kasus tanah terjadi di beberapa kab/kota Sumut. Kita dengar aspirasi warga melalui aksi unjukrasa atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan para pihak. Setelah itu kami kunjungi lokasi untuk melihat realitas di lapangan,” terang Fernando. Bila kelak membutuhkan penjelasan atau assesmen pemerintah pusat, politisi Partai Golkar itu pun menyatakan Komisi A proaktif membawa masalahnya ke kementerian terkait. Hal senada dilontarkan Syamsul Qodri Marpaung. Bagi politisi PKS ini, Komisi A sangat serius menyelesaikan 9 kasus yang masuk ke DPRDSU. Sayangnya, imbuh Syamsul Qodri lagi, konflik lahan yang muncul justru kian kabur lantaran tidak didukung fakta-fakta penting seperti surat alas hak kepemilikan/penguasaan. “Inilah masalah paling besar yang selalu dihadapi Komisi A. Warga datang minta bantu cuma bermodal klaim tanah sepihak tapi tidak punya alas hak. Kita pun jadi kesulitan menyelesaikan,” singkap Syamsul Qodri. (MS/BUD)