www.MartabeSumut.com, Medan
Pemerintah kembali mengeluarkan aturan aneh yang membuat buruh/pekerja jadi semakin sulit. Pasalnya, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pemerintah telah menerapkan pengenaan Pajak Progresif dalam aturan Jaminan Hari Tua (JHT). Kebijakan tersebut akhirnya mendapat penolakan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Keterangan Pers diterima www.MartabeSumut.com, Jumat (11/9/2015), menjelaskan, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Ir H Said Iqbal ME, melalui Ketua KSPI Sumut Minggu Saragih, SH, secara tegas menolak kebijakan tersebut. “Kebijakan aneh. KSPI dan buruh Indonesia menolak pengenaan pajak progressif JHT itu,” kata Minggu Saragih di Medan. Minggu Saragih menegaskan, tidak hanya persoalan pajak progressif JHT saja. Pihaknya juga menolak pengenaan pajak terhadap jaminan pensiun dan pesangon. Menurut Minggu Saragih, ada beberapa alasan melakukan penolakan, diantaranya: Pertama, dana JHT berasal dari iuran buruh, pengusaha dan tidak ada iuran dari pemerintah. “Dimana JHT ini sebagai tabungan sosial. Adanya pajak progresif 5 persen,15 persen dan 25 persen jelas memberatkan tabungan buruh. Seolah-olah pemerintah merampas tabungan buruh melalui instrumen pajak yang memberatkan.” ucapnya. Kedua, buruh yang menerima JHT, jaminan pensiun dan pesangon adalah buruh yang telah kehilangn pekerjaan dan penghasilannya. Pada dasarnya, lanjut Minggu, jaminan sosial adalah tanggunjawab negara, dalam hal penyelenggaraan maupun pembiayaan. Sehingga sangat aneh jika negara tidak berkontribusi dalam hal pembiayaan tetapi malah menarik dana dari peserta. “KSPI memiliki contoh sederhana seperti pemotongan sangat tidak masuk akal karena dana pengembangan JHT tidak pernah lebih dari 12% tapi potongan 15% untuk yag memiliki saldo JHT diatas Rp. 50 juta dan 25 % bagi yang punya saldo JHT Rp. 250 juta bahkan 30% untuk Saldo diatas Rp. 500 juta,” singkapnya.
Jadi, kata dia lagi, apalah gunanya ada pengembangan 12% tapi dipotong diatas. Sebab itu sama saja uang buruh yang dikumpulkan puluhan tahun untuk biaya hidup sampai meninggal dunia dan dirampok secara sistematis oleh BPJS Ketenagakerjaan. Hal itulah yang dianggap Minggu sangat menyimpang dari prinsip Jaminan Sosial mempertahankan penghasilan saat sudah tidak bekerja. “Sangat aneh kalau orang yang susah justru dibebani pajak lagi. Oleh karena itu, buruh menolak pajak progresif terhadap JHT,” cetusnya.
Tiga Sikap KSPI
Dengan realitas miris tersebut, Minggu pun membeberkan 3 sikap KSPI, meliputi: pertama, KSPI akan lakukan langkah hukum yaitu melakukan Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan nomor 16 tahun 2010 tentang pajak progresif termasuk Judicial Review terhadap PP jaminan pensiun dan PP JHT. Kedua, mendesak pemerintah melakukan memorandum dan tidak memberlakukan pajak progresif JHT selama 10 tahun kedepan sampai dengan adanya peraturan baru. Ketiga, KSPI juga akan melakukan aksi dengan mendatangi Kantor BPJS Ketenagakerjaan Pusat dan daerah serta Kementrian Keuangan selaku insitusi yang bertanggungjawab atas pemotongan uang JHT mulai 5% – 30% sampai aturan tersebut di hapus. Bagi Minggu, saat ini banyak diberlakukan pajak ganda. Menurut dia, JHT yang pada dasarnya diambil dari upah bulanan buruh yang tiap bulannya harus dipotong pajak PPH 21, lalu ditambah lagi dengan pemotongan pajak progressif JHT. “Prinsipnya buruh tetap taat membayar pajak melalui PPH 21 dan tidak setuju membayar pajak progresif JHT, pensiun bahkan pesangon,” tutupnya. (MS/GOL)