www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas sengketa lahan antara Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan dengan Puskopad Kodam I BB, Kamis siang (3/9/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan.
BACA LAGI: Lawan Resesi Ekonomi: Gubsu, Pemprovsu, OPD & Pemkab/Pemko Harus Belanjakan APBD 2020 per September
BACA LAGI: Politisi Hanura Imbau Kapoldasu Tindak Orang-orang yang Ganggu UMKM di Sumut
Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP dipimpin Ketua Komisi A DPRDSU Hendro S dan Sekretaris Komisi A DPRDSU Dr Jonius TP Hutabarat, SSi, MSi. Hadir anggota Komisi A DPRDSU seperti H Rusdi Lubis, SH, MMA, Irham Buana Nasution, Abdul Rahim Siregar, Subandi dan Sri Kumala. Pihak eksternal tampak Kepala Puskopad Kodam I BB Kol Igit D, Waka Puskopad Letkol James Sitanggang, pihak BPN Asahan, perwakilan Polres Batubara, aparat Poldasu, perwakilan Polres Asahan, dan belasan anggota Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan. Juru bicara Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan, Maju Situmorang, dalam forum mengklaim lahan seluas 136 Ha milik warga Desa Gajah berada di dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) Puskopad Kodam I BB seluas 446,30 Ha. Dia menyebut, lahan 136 Ha tersebut telah diusahai dan dikuasai warga setempat sejak tahun 1953. Kemudian didukung alas hak surat keterangan tahun 1971 dari kantor Agraria Asahan dan Kotamadya Tanjungbalai yang ditandatangani oleh Bupati Asahan. “Surat itu tentang pemberian hak milik tanah kepada warga Desa Gajah seluas 136 Ha. Dulunya areal berada di Desa Sei Balai Kab Asahan. Tapi setelah pemekaran kabupaten, lokasi lahan masuk wilayah Desa Perjuangan Kec Sei Balai Kab Batubara,” ungkap Maju.
BACA LAGI: Massa Berbendera Buruh ke DPRDSU, Persoalkan RUU Omnibus Law Ketenagakerjaan
BACA LAGI: Tak Siap Bahan KUA-PPAS P-APBD Sumut 2020, DPRDSU Pulangkan Kadis PPKB & Sekretaris Dinas Kesehatan
Tuntut Pengembalian 136 Ha
Dia melanjutkan, merujuk surat HGU Nomor 7 tahun 1976 milik Puskopad Kodam I BB, lahan HGU tersebut seluas 1.637 Ha. Namun anehnya, ucap Maju lagi, berdasarkan HGU perubahan Nomor 68-HGU-BPN-RI-2007 yang lokasinya sekarang berada di Desa Perjuangan Kab Batubara, lahan HGU Puskopad dikerjakan seluas 1.797,4 Ha dengan masa HGU sampai tahun 2037. Kelebihan 160 Ha inilah yang dipastikan Maju pernah diusahai masyarakat sejak tahun 1953 dengan menanam padi dan dikuatkan oleh surat keterangan kantor Agraria Asahan dan Kotamadya Tanjungbalai. Maju juga tak habis pikir mengetahui HGU pertama Puskopad tahun 1976 sementara surat keterangan kantor Agraria diperoleh tahun 1971. “Puskopad punya badan hukum, kami juga ada. Status lahan itu hak milik kami. Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan belum pernah gugat ke MA. Lalu keputusan Mahkamah mana yang dikeluarkan ? Lahan 1.637 Ha adalah putusan PN Kisaran, bukan lahan 1.797,4 Ha. Kita tunggu gugatan Puskopad. Gugatan mana yang dilakukan Puskopad sehingga keluar putusan MA ? Kok lahan 1.637 Ha yang dimenangkan,” keluhnya bertanya. Intinya, simpul Maju, Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan menuntut pengembalian lahan seluas 136 Ha beserta 13 rumah yang dirubuhkan pada tahun 1992. Bahkan Maju menyesalkan mafia tanah telah bermain secara perorangan atas nama Wasinton Sibuea dkk. Menurut dia, konflik kian rumit tatkala Wasinton dkk masuk menggarap di lahan sengketa. “Sebenarnya kami mau gugat tapi sudah dikuasai mafia tanah perorangan. Itulah kelompok Wasinton Sibuea dkk. Mereka yang tanam dan panen. Alas hak Wasinton dkk gak jelas. Harapan kami agar mafia tanah segera keluar dari tanah sengketa. Kami minta Puskopad Kodam I BB mengembalikan lahan 136 Ha dan 13 rumah yang dirubuhkan kepada warga pemilik alas hak,” cetusnya dengan nada tinggi.
BACA LAGI: Antisipasi Covid-19 Saat Pilkada 9 Desember 2020
BACA LAGI: Didukung 2 Parpol di Pilkada Tapsel, Doli Siregar: “Pesawat Jet” Kita Disewa Orang, Mohon Doa Restu!
Puskopad Pegang Sertifikat HGU
Sedangkan Kepala Puskopad Kodam I BB, Kol Igit D, mengatakan, lahan yang dikuasai seluas 446,30 Ha merupakan milik Puskopad. Hal itu berdasarkan sertifikat HGU Nomor 68-HGU-BPN RI tahun 2007. “Saya belum mendalami semua masalah karena baru 2 bulan bertugas. Permasalahan ini akan disampaikan Letkol James Sitanggang selaku Waka Puskopad Kodam I BB,” ujar Kol Igit. Waka Puskopad Kodam I BB Letkol James Sitanggang angkat suara. Dia memastikan, Puskopad tidak pernah bersengketa lahan dengan warga Desa Gajah atau Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan. “Apalagi masalah ini sudah pernah kami menangkan pada tingkat PN Kisaran sampai Mahkamah Agung,” ucap Letkol James Sitanggang.
BACA LAGI: 506 KJA Perusahaan & 11.153 Milik Warga di Danau Toba, DPRDSU Butuh Kajian Badan Riset Pemprovsu
Persoalan Lama
Sekretaris Komisi A DPRDSU Dr Jonius TP Hutabarat menyatakan, persoalan konflik lahan sudah lama terjadi dan telah dibahas DPRDSU periode sebelumnya. Dia meyakini, hukum wajib dipakai jadi acuan dengan bukti kepemilikan sertifikat yang dikeluarkan BPN. “Apa dasar hukum Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan memiliki lahan ? Kalo tahun 1953 disebut sudah digarap, tetap harus ada alas hak. Ternyata ada putusan MA tahun 1998 yang menyatakan lahan milik Puskopad Kodam I BB seluas 446,30 Ha. Ditetapkan pemerintah sebagai HGU Puskopad. Digugat saja ke PTUN sertifikat BPN itu,” usul Jonius kepada Koperasi Kelompok Tani Betahamu Asahan. Anggota Komisi A DPRDSU H Rusdi Lubis, SH, MM, berpendapat, secara hukum lahan memang menjadi hak Puskopad. Tapi bukan berarti rakyat tidak bisa menuntut atau menggugat. Walau di HGU telah ditanami sawit, toh Rusdi menegaskan masyarakat boleh mencari kekuatan hukum. “Bapak gugat aja BPN yang menerbitkan sertifikat HGU. Gak mungkin kita menunggu orang menggugat,” imbau Ketua FP-Hanura DPRDSU tersebut. Sri Kumala menilai, selaku wakil rakyat asal Dapil Sumut 5 Kab Asahan, Kota Tanjungbalai dan Kab Batubara, dirinya siap membela rakyat jika pada posisi yang benar. “Silahkan gugat,” katanya.
Dua Legislator Tunjukkan Sikap Berbeda
Nah, menariknya lagi, masih pengamatan www.MartabeSumut.com, setelah semua legislator menyarankan koperasi menggugat ke PTUN, ternyata kajian dari sudut pandang bertolak belakang dilontarkan 2 anggota Komisi A DPRDSU. Diantaranya Irham Buana Nasution dan Abdul Rahim Siregar. Dikatakan Irham, secara sejarah dan historis, konflik tanah tidak bisa diselesaikan dengan memaksa rakyat untuk mengguat. “Sebab rakyat pasti dalam posisi kalah. Rakyat lemah soal uang, SDM dan berbagai hal,” akunya. Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan forum RDP agar melihat sejarah rakyat dalam suatu lahan konflik. Tujuannya supaya bisa diketahui sejak kapan warga menguasai, mengelola atau mengusahai. “Saya kurang sependapat. Jangan paksakan rakyat menggugat. Mungkin ada solusi terbaik di luar pengadilan. Rakyat sejak dulu sampai sekarang pasti kalah dan dikalahkan. Gak usah kita ajarpun rakyat tahu menggugat. Inilah pentingnya kita duduk bersama. Tentu tidak semua harapan rakyat bisa terwujud. Tapi paling tidak, rakyat diberi kesempatan memperoleh hak-hak historisnya,” tegas Irham. Sedangkan Abdul Rahim Siregar mengajak Komisi A DPRDSU peduli atas pengaduan rakyat yang sudah lama tidak terselesaikan. “Sekarang rakyat mengadu pada kita. Dewan harusnya memediasi. Kenapa orang berduit selalu mudah dapat HGU dari tanah eks HGU PTPN ? Karena ada mafia tanah. Ini sering saya katakan dimana-mana,” terang Rahim. Artinya, timpal dia lebih jauh, kalau saja bisa, apapun kebijakan pemerintah di Sumut seyogianya membuat rakyat tersenyum. “Ada mafia, memperalat institusi tertentu demi mendapat lahan. Tolonglah fasilitasi masalah ini. Walau rakyat tak bisa sepenuhnya menerima hak-hak mereka, tapi kita harus lihat Pasal 33 UUD 1945 terkait kemakmuran dan kesejahteraan rakyat,” sindir Rahim blak-blakan. Subandi menambahkan, penyelesaian konflik memerlukan dukungan peta lahan. “Mana yang jadi sengketa ? Saat ini mafia pun dapat menyuruh rakyat maju menguasai lahan. Siapkan aja surat dan alas hak bapak-bapak,” usulnya.
Komisi A Simpulkan 4 Poin
Ketua Komisi A DPRDSU Hendro S akhirnya menutup rapat dengan 4 kesimpulan. Pertama, DPRDSU meminta masyarakat melengkapi alas hak masing-masing. Kedua, tidak ada konflik antara Puskopad Kodam I BB dengan masyarakat. Ketiga, meminta masyarakat tidak melakukan aksi anarkis di lokasi lahan konflik. Keempat, BPN akan mendampingi Komisi A DPRDSU meninjau lokasi pada Oktober 2020. (MS/BUD)