www.MartabeSumut.com, Medan
Indonesia Corruption Watch (ICW) baru saja mengumumkan posisi jawara bagi Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) sebagai penimbun kasus korupsi tertinggi di seluruh Indonesia. Predikat tersebut tidak terlalu mengejutkan sebab pada saat bersamaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang bekerja keras mengungkap kasus mega korupsi di Sumatera Utara (Sumut).
Penilaian itu disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) Sutrisno Pangaribuan, ST, kepada www.MartabeSumut.com, Minggu (18/10/2015). Wakil rakyat membidangi hukum/pemerintahan ini mengatakan, rangkaian pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap para penyelenggara pemerintahan daerah Sumut, termasuk penilaian ICW terhadap kondite Poldasu, memberi pesan jelas bahwa korupsi terjadi massif di penjuru Sumut dan melibatkan aparat/pejabat serta institusi yang dibiayai negara. Sementara aparat dan institusi penegak hukum, selain KPK, disebutnya memilih “tidur” alias pura-pura tidak tahu. “Praktik korupsi di Sumut terjadi secara brutal karena adanya pembiaran. Polisi dan Jaksa menutup mata/telinga seakan pemberantasan korupsi hanya tugas KPK,” heran Sutrisno. Menurut politisi PDIP tersebut, hingga kini berbagai laporan masyarakat terhadap dugaan penyimpangan keuangan negara teramat banyak tidak ditangani secara serius. Bahkan sering terdengar kalau kasus- kasus korupsi sengaja dipelihara untuk dijadikan sapi perahan atau akrab disebut “ATM berjalan”.
ATM Berjalan
Beredarnya istilah ATM berjalan, lanjut Sutrisno, menjadi sulit diingkari sebab belum pernah ada pihak yang berani membantahnya. Fakta miris bahwa uang jadi senjata penghancur paling ampuh sisi moralitas, profesionalitas dan integritas, akhirnya ditengarai Sutrisno sudah jadi rahasia umum melanda hampir semua lembaga pelayanan publik dan institusi penegakan hukum di penjuru Sumut. “Institusi hukum negara seperti kepolisian dan kejaksaan bukan hanya lamban. Melainkan tidak bergerak, diam, tidur atau tidak peduli sama sekali terhadap segudang laporan pengaduan rakyat khususnya korupsi. Penanganan kasus korupsi hanya mungkin bisa “ngendap” atau tertimbun bila “mereka” selaku aparat ikut menikmati aliran dana korupsi,” sindirnya.
9 Sikap
Oleh sebab itu, timpal Sutrisno lebih jauh, agar citra Sumut tidak semakin hancur pasca-mega korupsi penyalahgunaan APBD Sumut terjadi, semua pemangku kepentingan patut memperhatikan 9 sikap untuk jadi perbaikan Sumut kedepan. Pertama, diminta kepada Kapolri melakukan perombakan besar-besaran di Polda Sumut. Mulai dari mutasi Kapoldasu, Wakapoldasu, para Direktur, Wakil Direktur hingga Kapolres se-Sumut. Sutrisno berkeyakinan, akan lebih baik bila para pejabat yang ditempatkan di Polda Sumut didatangkan dari Mabes Polri, Polda atau Polres lain yang tidak pernah bertugas di Sumut. “Bisa mengurangi risiko terkontaminasi perilaku buruk lokal yang penuh conflict of interest (benturan kepentingan-Red). Persoalan pemberantasan korupsi tentu sangat berkaitan dengan gaya kepemimpinan. Bila pemimpinnya bersih, niscaya pasukannya juga ikut bersih,” terang Sutrisno.
Masyarakat Selektif
Kedua, masyarakat diminta lebih selektif dalam menerima bantuan, sumbangan dari siapa saja yang tugasnya berkaitan dengan uang negara. Para pejabat yang royal memberi bantuan diduga Sutrisno bukanlah pejabat yang baik. “Setiap pos pengeluaran uang negara, pemimpin suatu daerah wajib memenuhi ketentuan pengeluaran,” ingatnya. Ketiga, kepada semua pejabat yang tugasnya digaji dari uang negara maupun yang tugasnya berkaitan dengan pengelolaan uang negara, diminta mengumumkan harta kekayaan secara periodik dan terbuka kepada publik. Sehingga publik dapat melakukan pengawasan terhadap perubahan harta kekayaan para pejabat publik. Keempat, diminta kepada masyarakat untuk memberi informasi terkait perubahan harta kekayaan aparat/pejabat yang bertambah secara signifikan. Karena bila dalam waktu singkat terjadi perubahan harta kekayaan yang tergolong wah, Sutrisno pun mempercayainya sebagai uang hasil kejahatan korupsi atau akibat praktik abuse of power (penyalahgunaan wewenang-Red).
Waspadai Aparat/Pejabat Hedonis
Kelima, kepada para pejabat dan aparatur pemerintah diminta tidak bergaya hidup mewah, glamour dan konsumtif memakai uang rakyat (hedonis-Red). Gaya hidup hedonis dinilai Sutrisno akan memaksa peningkatan pendapatan secara signifikan. Bagi dia, krisis ekonomi merupakan salah satu efek domino akibat perilaku hedonis kalangan aparat/pejabat. “Rakyat harus mewaspadai gaya pejabat dan aparat hedonis. Sebab uang negara dipakai mereka memenuhi kegiatan mubazir dengan permintaan barang-barang merk impor sehingga nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin lemah,” akunya. Keenam, implementasi revolusi mental Presiden RI Joko Widodo hendaknya diterapkan secara konsisten supaya semua pihak sadar, malu dan tidak akrab lagi dengan perilaku suap maupun korup. Sutrisno mencontohkan, bila sampai sekarang pengurusan surat administrasi kependudukan di kantor lurah/camat masih bernuansa suap/korupsi, maka itu membuktikan betapa kuatnya arus pembusukan budaya korupsi di Indonesia. “Pengurusan KK, KTP dan perpindah warga sudah dinyatakan gratis dalam Perda/UU. Namun praktiknya rakyat masih sering diminta bayaran. Sulit kita harapkan hadir para aparat dan pejabat bersih bila revolusi mental tidak dimulai dari sang pemimpin,” ujar Sutrisno.
Dukung Penguatan KPK
Ketujuh, rakyat Indonesia sangat mendukung penguatan KPK dengan semangat pembentukan kantor-kantor perwakilan di daerah. Bila memang ada rencana membangun kantor KPK di Sumut, Sutrisno menyatakan siap memperjuangkan anggaran pengadaan lahan hingga dana bangunan kantor KPK melalui APBD. “Pelemahan KPK akan kita lawan,” cetusnya. Kedelapan, rakyat Indonesia mendorong revisi UU Kepolisian agar kinerja polisi kian profesional dimasa depan. Kali ini Sutrisno berharap ada perubahan kurikulum pendidikan kepolisian yang memuat materi khusus anti korupsi dan penanggulangan korupsi berbentuk pembekalan pokok umum pada setiap jenjang pendidikan kepolisian. “Korupsi telah masuk kategori kejahatan luar biasa secara terstruktur, sistemik dan massif. Mengakibatkan kerusakan mental anak bangsa termasuk institusi dan aparat penegak hukum,” yakin Sutrisno blak-blakan.
Kesembilan, diminta kepada seluruh kementerian memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan formal untuk memasukkan materi pembelajaran tentang penanggulangan/pencegahan korupsi dalam setiap jenjang kenaikan pangkat, jabatan atau golongan. Artinya, timpal Sutrisno, ketika semua kementerian bersatu melakukan upaya pemberantasan korupsi secara terpadu, bisa dipastikan akan lahir semangat budaya malu untuk disuap, meminta-minta apalagi mencuri uang negara diam-diam. “Kita berharap, kritik yang disampaikan masyarakat kepada kepolisian tidak dianggap sebagai kebencian. Tapi justru dipahami sebagai bentuk kecintaan supaya institusi kepolisian benar-benar bersih,” tegasnya. Tatkala kinerja polisi dan jaksa sudah bersih, imbuh legislator asal daerah pemilihan (Dapil) Sumut VII Kab Tapsel, Kab Madina, Kab Padang Lawas, Kab Padang Lawas Utara dan Kota Padang Sidimpuan itu lagi, tentu saja KPK sebagai lembaga Adhoc pantas untuk dibubarkan. Namun bila polisi dan jaksa belum berani menyatakan diri bersih, maka Sutrisno mengimbau semua pihak terkait jangan berfikir membubarkan KPK melainkan melembagakan KPK secara permanen tanpa batasan waktu. (MS/BUD)