www.MartabeSumut.com, Medan
Komisi A, C dan E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas tragedi KM Sinar Bangun yang tenggelam di Danau Toba pada Senin sore (18/6/2018). RDP gabungan dilakukan di Aula lantai I gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Senin siang (2/7/2017). Dalam kesempatan itu, Ketua Komisi A DPRDSU HM Nezar Djoeli, ST, mencecar sejumlah pihak seputar kesigapan aparat berkompeten menangani musibah, menyelidiki sistem pengamanan kawasan wisata Danau Toba yang disebut-sebut menuju “Monaco of Asia”, mengusulkan pembentukan Pansus Danau Toba serta menyerukan Tim SAR tidak menghentikan evakuasi/pencarian korban-korban KM Sinar Bangun.
“Tolong Tim SAR jangan stop dan jangan hentikan pencarian korban KM Sinar Bangun. Teman-teman media mohon disosialisasikan harapan saya ini. DPRDSU akan membentuk Pansus kawasan wisata Danau Toba. Pansus mempersiapkan kelahiran Peraturan Daerah (Perda) keselamatan, keamanan dan kenyamanan Danau Toba sebagai kawasan wisata,” tegas Nezar. Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP dihadiri Sekretaris Komisi A Fanotona Waruwu dan beberapa anggota Komisi A. Sementara anggota Komisi E tampak Ir Juliski Simorangkir, MM dan Zulfikar. Ada pula pihak eksternal Sekda Provsu Hj Sabrina, Kadishub Sumut, Kadis Pariwisata Sumut, Badan Otorita Danau Toba (BODT), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut, Polda Sumut dan PT Pembangunan Prasarana Sumatera Utara (PPSU). Sedangkan Tim SAR Daerah Sumut serta 7 bupati yang menaungi perairan Danau Toba dijadwalkan dalam pertemuan berikut.
DPRDSU Kecewa Tata Kelola Danau Toba
Di hadapan para pemangku kepentingan, Nezar pun menyatakan kecewa dengan tata kelola Danau Toba khususnya pasca-tragedi KM Sinar Bangun. “Kita sangat kecewa ketika KMP Sumut II milik PT PPSU tidak maksimal membantu korban. Begitu pula standard kelaikan kapal dan sistem pencarian korban. Ada gak pemeriksaan sebelum kapal berangkat ? Siapa sih yang dihubungi saat musibah terjadi di Danau Toba ? Dimana pengawasan Dishub dan Syahbandar,” cecar Nezar, sembari menyesalkan kinerja BODT dan 7 kab di sekitar Danau Toba yang tidak punya Tim SAR di wilayah masing-masing.
Politisi Partai NasDem ini mencontohkan, tragedi KM Sinar Bangun telah membuka mata publik dan “meledakkan bom waktu” berbagai masalah/kekurangan di kawasan Danau Toba. Diantaranya: petugas Syahbandar tidak jelas, pemeriksaan kapal/penumpang yang berangkat tidak ada, sistem panggilan darurat Tim SAR belum tersedia apalagi diketahui publik, kapal penumpang tidak standard memiliki skoci, pelampung, tanpa surat izin berlayar, tanpa alat komunikasi termasuk persoalan kompetensi Nakhoda/awak kapal. Bila Danau Toba mau dijadikan destinasi wisata Monaco of Asia, terang Nezar lagi, maka transportasi kapal-kapal kayu harus diganti dengan kapal speed berpenumpang maksimal 40-60 orang. “Kapal kayu tidak lagi standard di Danau Toba membawa wisatawan. Kalau pengusaha lokal tak mampu beli kapal speed, pemerintah bisa memediasi memberi cicilan melalui Bank Sumut,” ucapnya. Kedepan, Nezar meminta pengawasan kapal yang membawa nyawa manusia jangan dianggap sepele. Sistem panggilan darurat di 7 kabupaten sekitar Danau Toba wajib tersedia 24 jam dan bisa diakses publik. “Gimana mau jadi Monaco of Asia kalau tim penyelamat saja tidak standby setiap saat,” sindir wakil rakyat membidangi hukum/pemerintahan tersebut. Bagi Nazar, kelak tata kelola Danau Toba harus ditangani serius sebab tahun 80-an kawasan wisata Indonesia yang dikenal dunia cuma Bali dan Danau Toba.(MS/BUD)