MartabeSumut, Medan
Sejak gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) selesai dibangun PT Jaya Konstruksi (Jakon) dan mulai dipergunakan pada Januari 2011, kondisi plafon bocor, lantai/dinding retak dan pintu rusak. Dampak buruk terkini, gedung berbiaya Rp. 185 Miliar itu selalu langganan banjir tatkala hujan turun walau cuma hitungan menit.
Ironisnya lagi, hingga kini masalah serupa yang tergolong aneh itu tak kunjung tuntas. Sepertinya terlalu banyak yang tidak beres/konspirasi jahat tatkala memulai perencanaan, pelaksanaan pembangunan hingga saat dipergunakan. Bila saja gedung megah yang terletak di Jalan Imam Bonjol Medan itu diibaratkan kepada sesuatu, maka bukan mustahil sebagian besar rakyat Sumut akan menyebutnya bakkuburan. Kenapa? Karena memang tampangnya saja megah dan mewah dari luar namun di dalamnya penuh kerusakan yang terkesan dibiarkan. Mulai dari gedung induk baru maupun pada gedung paripurna yang diresmikan Mendagri Gamawan Fauzi pada 9 Juli 2012. Bukan apa-apa, beberapa waktu lalu, saat hujan turun deras, muncul tetesan air dari atas plafon tatkala 100 anggota Dewan mengikuti sidang paripurna di tempat tersebut.
Realita Miris Kekinian
Realita miris itu kembali terjadi berdasarkan pengamatan MartabeSumut di gedung DPRDSU, Rabu siang (13/2/2013). Ketika hujan deras turun di Medan sekira 30 menit, gedung induk lantai I – lantai IV tempat 100 anggota Dewan ‘ngantor’ dipenuhi genangan air hujan. Hal serupa terlihat pula di pintu masuk utama. Rembesan air hujan mengalir sangat deras dari atas plafon gedung. Beberapa petugas kebersihan pun tampak kewalahan mengepel lantai-lantai yang tergenang air setinggi 2-4 Cm. Masih berdasarkan pantauan MartabeSumut, ketidakberesan pembangunan gedung terlihat jelas di lantai IV, persis di depan ruang Fraksi Partai Demokrat dan Golkar. Air hujan yang masuk ke dalam gedung disebabkan tidak adanya sekat penutup teras dari sisi atas maupun samping. Sehingga hujan deras yang diikuti angin kencang, akan dengan mudah menghempaskan air memasuki teras gedung dan menggenangi lantai I-IV.
Fakta Serupa Tahun 2011
MartabeSumut memiliki beragam data dan informasi terkait persoalan lantai retak, pintu rusak hingga plafon bocor di berbagai sudut bangunan gedung induk DPRDSU yang pernah diributkan banyak pihak itu. Mulai dari retaknya anak-anak tangga pintu darurat, bocornya plafon atas di lantai I ruang Wakil Ketua Komisi A dan pintu rusak di dekat ruang klinik. Sejak gedung induk DPRDSU mulai dipergunakan pada bulan Januari 2011, MartabeSumutmenangkap semua situasi aneh yang mencengangkan itu. Sebut saja pada Senin siang, (30/5/2011) lalu. Anggota Komisi A DPRDSU H Syamsul Hilal dan Alamsyah Hamdani, SH, menyaksikan sendiri kondisi lantai anak tangga yang sudah pecah-pecah walau baru beberapa bulan dipakai. Saat menuju Lt III ruang Fraksi PDIP, Alamsyah Hamdani secara spontan mengungkapkan kekecewaannya. “Coba lihat ini, sudah sompel semua cor semennya,” heran Alamsyah. Koleganya Syamsul Hilal pun langsung menampakkan wajah cemberut sambil jongkok memperhatikan semen yang kupak kapik. “Macam manalah perencanaan gedung ini? Macam manalah PT Jakon membangun gedung ini? Belum apa-apa sudah layu sebelum berkembang, sudah porakporanda walau baru beberapa hari kami pakai. Padahal masih ada lagi addendum pembangunan senilai Rp 14,5 Miliar yang juga bermasalah,” ketus Syamsul Hilal, kala itu.
Gerah
Sambil berjalan ke lantai atas berikutnya, kedua anggota Dewan yang gerah menyaksikan situasi tersebut kembali memperhatikan anak tangga di Lt II. Hasilnya tidak jauh berbeda. Beberapa lantai juga pecah-pecah dan retak. Setibanya di Lt III, lagi-lagi keduanya ikut mengerutkan pandangan mengamati realita gedung rakyat senilai Rp. 185 Miliar tersebut. “Kalau begini ceritanya, addendum yang diributkan itu harus diusut. Pekerjaan dalam addendum tidak jelas, sekarang kita gerah melihat lantai gedung ini,” sindir Syamsul Hilal, setelah berada di ruang Fraksi PDIP.
Sementara itu, Alamsyah Hamdani sendiri menyesalkan perencanaan pembangunan yang terkesan main-main. Menurutnya, addendum gedung yang pernah dilakukan mencapai Rp. 14,5 Miliar sebaiknya segera dijelaskan terbuka oleh Pimpinan DPRDSU. “Bukan hanya kepada masyarakat tapi juga untuk anggota Dewan. Jangan sampai jatuh ke ranah hukum,” pintanya dengan nada tinggi, sembari mengherankan addendum gedung muncul tapi lantai bangunan justru pecah-pecah dan sisi kiri-kanan bangunan cuma disekat-sekat dengan terpal plastik putih.
Panggil PT Jakon
Selang beberapa jam setelah itu, giliran anggota Komisi A Oloan Simbolon, ST, yang mengaku tidak terkejut namun melontarkan kekesalan serupa. “Kalo lantai tangga I-IV memang sudah sejak awal dipakai saya lihat pecah-pecah. Panggil PT Jakon untuk dimintai pertanggungjawaban,” cetusnya. Oloan menduga kuat, pecahnya lantai anak tangga dan plafon bocor disebabkan terlalu banyaknya penyimpangan bestek yang dilakukan pihak pemborong dan oknum-oknum di DPRDSU. “Baru dibangun tapi sudah pecah-pecah. Memang disangka mereka sedikit uang Rp 171 Miliar tambah addendum Rp 14,5 Miliar ? Totalnya mencapai Rp. 185 Miliar. Kemana sih dibuat mereka semua uangnya,” sindir Ketua Pemuda Katolik Sumut itu.
Megah dan Mewah Namun bak Kuburan
Begitulah sekelumit fakta dan konfirmasi yang sengaja disajikan lagi untuk menyegarkan ingatan. Bukan apa-apa, kendati ‘keanehan’ bangunan baru DPRDSU itu sudah sering dikritisi media sejak 2 tahun lalu, toh faktanya tetap sama terlihat saat hujan deras turun di Medan sekira 30 menit, Rabu siang (13/2/2013). Pengambil kebijakan di gedung DPRDSU pun sepertinya ‘mengaminkan’ kondisi bangunan mereka ibarat kuburan. Megah dan mewah dipandang dari luar tapi busuk di dalamnya. Uniknya lagi, tatkala MartabeSumut mengamati petugas kebersihan sibuk mengepel lantai yang tergenang air, Rabu siang (13/2/2013), Humas DPRDSU Rospita Pandiangan tampak berkeliling bersama 1 staf yang memegang kamera. Staf tersebut terlihat mendapat arahan untuk memotret situasi lantai gedung yang banjir dan beberapa plafon bocor.
Ketika dikonfirmasi kepada Rospita bahwa masalah banjir, plafon bocor, lantai/dinding retak dan pintu rusak sudah terjadi saat gedung induk mulai dipakai anggota Dewan, Rospita hanya tersenyum. Dan pada saat ditanyakan lagi siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan serupa yang masih terjadi sampai tahun 2013, Rospita pun menegaskan bukan lagi di pihak PT Jakon selaku pihak yang membangun. “Sudah habis waktu pemeliharaan dan telah dilakukan serah terima gedung. Jadi kita akan usulkan pada pimpinan untuk perbaikan dan saya rasa anggarannya dari APBD Sumut,” ujarnya. Rospita juga menolak berkomentar manakala diberitahukan terlalu banyak keanehan dalam pembangunan gedung induk maupun gedung paripurna DPRDSU. “Saya tak bisa komentari itu, tapi kerusakan-kerusakan gedung ini memang akan kami laporkan dan rekomendasikan pada pimpinan untuk diperbaiki,” tepisnya.
Pembangunan Gedung Tidak Profesional
Terpisah, anggota Komisi D DPRDSU membidangi pembangunan, Ramli, memastikan, perencanaan pembangunan gedung DPRDSU memang tidak profesional. Politisi Partai Demokrat ini mengatakan, perencanaan pembangunan gedung yang tidak profesional itu telah berimplikasi buruk terhadap kerusakan-kerusakan fatal sejak dibangun sampai 2 tahun pemakaian sekarang. “Dari awal dipakai sudah banjir dan banyak lantai/dinding yang retak. Kalau pun setelah 2 tahun dipakai atau baru pada tahun 2013 ini terlihat kerusakan-kerusakan gedung, tetap saja pembangunan gedung ini aneh dan perlu dipertanyakan serius kepada pihak yang membangun. Saya rasa BPKP dan KPK perlu melakukan investigasi ulang,” ujar Ramli kepada MartabeSumut, Rabu sore (13/2/2013) melalui ponselnya.
Ramli menduga, rencana awal gedung DPRDSU terbukti hanya formalitas indah di atas kertas namun sebenarnya penuh permasalahan akibat ‘permainan’ pihak-pihak tertentu untuk memperkaya diri. “Saya rasa tidak banjir akibat rembesan air hujan saja. AC (pendingin ruangan) dan lift gedung juga banyak persoalan. Mungkin sudah saatnya BPKP dan KPK turun mengaudit anggaran yang sudah dikeluarkan untuk gedung Dewan ini,” cetus legislator asal Kepulauan Nias ini. Pada sisi lain yang mengerikan, imbuh Ramli, banyak sekali ruang anggota Dewan yang tidak memiliki fentilasi udara sehingga bernuansa jebakan dan bisa membunuh orang. “Wajar saja kalau banyak anggota Dewan yang tidak tahan berlama-lama ‘ngantor’ di ruangannya maupun ruang fraksi,” tegas Ramli, sambil menambahkan bahwa sudah pernah ada orang meninggal dunia di dalam mobil sendiri karena tak punya sirkulasi udara. Pihak PT Jakon belum berhasil dikonfirmasi terkait masalah kerusakan-kerusakan di gedung DPRDSU. Perlu diketahui juga, sejak memulai proyek pembangunan gedung DPRDSU, manajemen PT Jakon memang sangat sulit ditemui. Kantor proyek mereka hanya diisi petugas level pelaksana dan selalu tidak berkenan memberi konfirmasi wartawan kecuali sebatas menyampaikan pesan. (MS/BUD)