www.MartabeSumut.com, Medan
Dosen Universitas Sumatera Utara (USU) inisial HS, sang predator seks korban D, mahasiswinya sendiri di jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), terlihat gusar saat disinggung proses hukum. HS justru mengalihkan masalah dengan proses kode etik yang sedang ditangani USU.
Ditemui Jurnalis www.MartabeSumut.com Prasetiyo di Kafe Amor Jalan Bunga Terompet No.8 Padang Bulan Medan, Rabu (4/6/2019) pukul 14.38 WIB, kehadiran HS melayani konfirmasi Pers patut diapresiasi. Sore itu, kafe Amor masih sepi. Di halaman depan hanya terlihat 1 unit sepeda motor jenis matic terparkir tepat di pintu masuk. Di dalam, hanya ada 2 penjaga kafe. Satu sedang menikmati makan siang, 1 lagi bergegas menyodorkan menu. Belum lagi sempat melihat daftar makanan, pejaga kafe yang masih makan langsung memberitahukan bahwa HS sudah menunggu. “Nunggu Bang HS ya Bang. Dia di atas lantai II. Sudah dari tadi sampai,” sapa pelayan kafe kepada www.MartabeSumut.com, sembari memberi arah dan mengisyaratkan sosok HS familiar datang ke kafe. Tiba di lantai II, ternyata HS, pria berkacamata tersebut tampak sedang menikmati rokok dan segelas kopi. Dia didampingi koleganya VS, yang belakangan diketahui berasal dari salah satu lembaga bantuan hukum di Kota Medan. Ya, pertemuan konfirmasi dengan HS memang telah didesak sejak Minggu 2 Juni 2019. Niat akan memenuhi wawancara disampaikan HS melalui saluran pesan singkat WhatsApp, Rabu (4/6/2019) pukul 09.48 WIB. “Bisa jam 3,” tanya HS, yang belum memberitahu lokasi pertemuan. Meski begitu, ajakan HS langsung diterima. Hingga pukul 13.49 WIB, HS kembali memberi kabar. Dia mengirimkan alamat Kafe Amor di Jalan Bunga Terompet No. 8 Medan. Bila diamati, lokasi nongkrong ini berada sekira 150 Meter menjurus ke dalam dari arah Jalan Ngumban Surbakti Medan. Nah, setelah berhadap-hadapan, HS sepertinya tidak punya perbendaharaan alasan yang banyak untuk menepis tuduhan korban D maupun pendampingnya. HS terpantau gusar ketika disinggung kasusnya akan dilanjutkan korban D ke ranah hukum pidana. HS pun spontan mengalihkan jawaban. Dia menyatakan proses kode etik masih dilakukan pihak USU. “Intinya, saya siap untuk dipanggil rektor,” ucap HS.
HS Bantah Pernyataan Dekan FISIP USU, Akui Tangannya Kebas & Pegang Paha D
Sebelum obrolan kian panjang, HS meminta 2 syarat dipenuhi. Jika tidak, wawancara tidak akan dilanjutkan. Yakni, penyebutan namanya tetap inisial HS dan tidak boleh ada pengambilan gambar dirinya sebagai narasumber. Deal, HS mulai bercerita. HS membantah disebut sebagai pelaku tindak asusila dalam kejadian pada Minggu, 3 Februari 2018 silam di Desa Gohor Lama Kecamatan Wampu Kabupaten Langkat dengan korban D yang sudah melapor ke pihak universitas. Terkait investigasi kecil pihak jurusan yang memposisikan dirinya mengakui perbuatan asusila, itu juga dipertanyakan HS. Termasuk menolak keterangan Dekan FISIP USU Dr Muryanto Amin, SSos, MSi, kepada www.martabeSumut.com, Jumat sore (24/5/2019). “Mengakui perbuatan seperti apa ? Saya mengaku, memang ada tersenggol. Pada waktu itu fine aja kok,” tepis pria kelahiran Aeknatolu, 10 Oktober 1970 ini.
Dengan logat hati-hati dan terbata-bata, HS melanjutkan versinya. Dia mengklaim, peristiwa yang terjadi bersama korban D bukanlah tindak asusila. HS mengungkapkan, awalnya bertemu dengan D di ruangan dosen. Kemudian menawarkan ajakan kepada D untuk ikut melakukan prasurvei penelitian. D disebutnya menerima ajakan tersebut. Lalu hari Minggu 3 Februari 2018 mereka bertemu di depan pintu I USU. “Saya pun tidak langsung mengajak ke tempat tujuan utama di Langkat. Kami sempat menyinggahi Kota Binjai untuk bertemu petani Lemon. Kemudian perjalanan dilanjutkan,” ujarnya. Lantaran perjalanan jauh, HS mengatakan tangannya kebas. Selanjutnya meletakkan tangan di paha D. “Tangan saya kebas, jadi saya taruh di paha D,” terangnya tanpa beban dan bersikukuh tidak melakukan tindakan asusila seperti yang disampaikan Dekan FISIP USU Dr Muryanto Amin, SSos, MSi dalam keterangan yang diberikan kepada beberapa wartawan. “Sudah setahun lebih, kok peristiwa yang dianggap akan baik-baik saja malah diungkit kembali,” timpal HS keheranan. Tatkala dicecar seputar tuduhan menggerayangi paha dan alat vital korban bahkan sikap fine (diam) korban D karena perasaan takut, HS mulai menampilkan aura kepanasan. Toh, sore itu, HS tetap enggan memberi komentar lebih detail.
HS Mengaku Alami Depresi
Pada sisi lain, HS tak menampik mengalami masa-masa depresi pasca-belum beresnya kasus dugaan pelecehan seksual ditangani pihak kampus USU dan pendamping korban D. Ditambah gencarnya pemberitaan media massa sejak sepekan terakhir. HS memastikan, peristiwa yang menyeret namanya sebagai pelaku membuat kehidupan pribadi dan keluarga menjadi terganggu. “Sekarang saya agak depresi akibat berita-berita itu. Tidur pun gak nyaman, keluarga gak nyaman. Itulah kondisi yang saya alami,” keluhnya datar. Kendati demikian, dosen pemilik Nomor Identitas Pegawai (NIP) 197010101996021001 ini masih tetap menunaikan tugas sebagai pendidik di Departemen Sosiologi FISIP USU Medan.
Sementara itu, korban D, melalui pendampingnya dari Koalisi MedanWomenMarchMdn Lely Zailani, kepada www.MartabeSumut.com, Senin (27/5/2019), memberikan pernyataan selaras seperti yang telah disampaikan Dekan FISIP USU Muryanto Amin. Lely menyebut, HS terindikasi kuat telah secara sengaja melakukan pelecehan seksual dengan cara menggerayangi paha dan meraba alat vital korban D. Hanya saja, korban D tidak melakukan perlawanan secara terbuka. “Sebab D takut akan mengancam keselamatan jiwanya,” tegas Lely.
Korban D Minta HS Dipecat
Terpisah sebelumnya, kepada www.MartabeSumut.com, Rabu sore (5/6/2019), korban D meminta Rektor USU memecat HS sesuai Keputusan Rektor USU Nomor: 1179/H5.1.R/SK/SDM/2008 tentang Kode Etik dan Disiplin Dosen Universitas Sumatera Utara. Menanggapi permintaan korban D, pengamat hukum dari kantor Hukum PERDANA Medan, M Hendra Razak SH, MH, menjelaskan, HS bisa saja dipecat dari jabatannya sebagai dosen/PNS karena telah melakukan perbuatan cabul. Merujuk KUHP karya R Soesilo, ungkap Razak, perilaku cabul didefinisikan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. “Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya,” singkap Razak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 67 ayat (2) huruf (a) berkaitan dengan pelanggaran sumpah dan janji jabatan, Razak meyakini konsiderans sumpah dan janji jabatan itu jelas diatur tegas dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 7 Tahun 2017. “Salah satu frasenya menyebutkan, bahwa saya akan menjaga integritas, tidak menyalahgunakan kewenangan, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela,” cetus Razak. Jika memang terbukti unsur perbuatan yang diatur Pasal 289-296 KUHP tentang perbuatan cabul telah terpenuhi, Razak percaya upaya menghindarkan diri dari perbuatan tercela telah dilanggar. (MS/PRASETIYO)