www.MartabeSumut.com, Medan
Saat ini perairan Danau Toba telah menjadi tong sampah raksasa. Tidak lagi sumber kehidupan masyarakat Sumatera Utara (Sumut) terutama warga sekitar Danau Toba. Penyebabnya tidak terlepas dari keberadaan perusahaan-perusahaan yang hanya mementingkan untung tanpa peduli kelestarian dan daya dukung ekosistem Danau Toba. Oleh sebab itu, pemerintah pusat khusususnya Gubsu Edy Rahmayadi dan 7 Pemkab sekitar Danau Toba sebaiknya tegas menolak kegiatan perusahaan-perusahaan pencemar, pembuang pakan ikan busuk, penyuplai limbah industri lokal serta aktivitas Keramba Jaring Apung (KJA).
Harapan tersebut dilontarkan anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Fahrizal Efendi Nasution, SH. Dikonfirmasi www.MartabeSumut.com, Selasa siang (9/6/2020) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan, Fahrizal menjelaskan, pencemaran Danau Toba akibat limbah industri sudah masuk taraf memprihatinkan. Saking mengerikan, politisi Partai Hanura ini pun mengibaratkan Danau Toba sebagai tong sampah raksasa yang menampung segala macam limbah.
BACA LAGI: BLT-DD Lawan Corona, FKKDT Ingatkan 7 Bupati Sekawasan Danau Toba Potensi Salah Sasaran
Bertahun-tahun, kata Fahrizal, Danau Toba dicekoki limbah KJA dan beraneka macam limbah kimia. Pencemaran tidak dilakukan 1 pihak tapi berbagai perusahaan perusak dan pencemar. “Suka tak suka, saat ini Danau Toba sudah jadi tong sampah raksasa. Ayo kita wujudkan sama-sama gerakan menjaga Danau Toba. Saya pikir pemerintah pusat dan daerah perlu mendengar keluhan masyarakat luas. Tutup saja semua perusahaan yang berkontribusi memasok limbah ke Danau Toba terutama aktivitas KJA,” cetus Fahrizal mantap.
BACA LAGI: KJA di Danau Toba, Kadiskanla Sumut Akui Kesulitan Eksekusi Pergubsu 188/2017
Wujudkan Zero KJA di Danau Toba
Pada Desember 1986, ungkap Fahrizal, dirinya sempat mendengar keputusan tentang zero (nol) KJA di perairan Danau Toba. Kala itu semua instansi terkait disebutnya setuju zero KJA namun ada kabupaten sekitar Danau Toba yang tidak sepakat. “Saya pribadi sangat mendukung usulan beberapa elemen masyarakat Sumut yang ingin zero KJA di Danau Toba. Kita setuju Gubsu bahkan 7 Pemkab sekitar Danau Toba menolak rencana perusahaan tertentu me-relokasi KJA,” tegas legislator membidangi perekonomian tersebut.
BACA LAGI: DPRDSU Imbau Gubsu Publikasikan Semua Donatur GTPP Covid-19 Sumut
Jika warga Sumut, Pemprovsu, 7 Pemkab sekitar Danau Toba dan pemerintah pusat sepakat menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata bertaraf dunia, maka Fahrizal memastikan harus ada sinergi dalam mewujudkannya. Tidak malah bersikap setengah hati dan lebih memilih income pendapatan daerah dari perusahaan alias berujung perusakan habitat Danau Toba. “Makanya pemerintah pusat dan daerah tegas dong. Pilih pencemaran/kerusakan Danau Toba selamanya atau menghentikan KJA,” ujar Fahrizal.
BACA LAGI: Reses DPRDSU 10-17 Mei, Fahrizal E Nasution: Lawan Corona, Door to Door tanpa Pengumpulan Massa
Di sisi lain, wakil rakyat asal Dapil Sumut 7 Kab Madina, Kab Paluta, Kab Palas, Kab Tapsel dan Kota Padang Sidimpuan ini juga menyindir kiprah Badan Otorita Danau Toba (BODT) dalam menjaga keutuhan ekosistem Danau Toba. Bagi Fahrizal, BODT patut berkontribusi jelas atas prokontra keberadaan KJA di perairan Danau Toba. Dengan anggaran BODT sekira Rp. 4,5 T, Fahrizal meminta BODT tidak berorientasi sebatas pengembangan infrastruktur. Melainkan mengarahkan anggaran untuk mengamankan keasrian habitat Danau Toba dari para perusak lingkungan. “Saya setuju aktivitas komersil KJA dihentikan di Danau Toba. Jangan lagi ada istilah relokasi,” tutup anggota DPRDSU periode 2014-2019 dan 2019-2024 itu. (MS/BUD)