Pola penyelesaian Konflik Tanah Salah, Aparat dan Pemerintah Dinilai Tidak Adil

Bagikan Berita :

Ketua Umum Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumut Drs Alimuddin, AG, memastikan, konflik tanah di Sumut tidak kunjung tuntas karena sistem penyelesaian salah sementara pemerintah daerah dan aparat bersikap tidak adil. “Sebab tim yang ada selama ini kurang jujur bekerja,” kata Alimuddin kepada MartabeSumut, Kamis siang (5/7).

 

Berbicara melalui saluran telepon, Alimuddin membeberkan, tim terpadu penyelesaian konflik tanah harus adil dan transparan dalam bekerja. Semua pihak dalam tim yang melibatkan unsur Pemprovsu, BPN, Keamanan, pakar hukum pertanahan hingga perwakilan warga/ petani, disebutnya harus menyusun 6 program kerja atau tahapan. Diantaranya; pengukuran, pemetaan, pemasangan pilar, penelitian keabsahan SK, HGU PTPN atau PT. Perkebunan Swasta, penelitian sertifikat HGU yang diterbitkan BPN Kabupaten/Kota dan terakhir penelitian tanah masyarakat yang dikuasai PTPN atau perkebunan swasta, terutama tentang kronologis tanah, historis tanah rakyat serta surat-surat atau alas hak yang dilindungi Undang-undang.

 

Setelah tim bekerja, lanjut dia, hasilnya dapat dihimpun dan diputuskan dalam rapat tim. Yaitu mana yang boleh/bisa dimasukkan kedalam HGU atau perpanjangan HGU yang tentunya sesuai UU/peraturan berlaku dan tanah mana pula yang bisa diberikan kepada rakyat yang tentunya berpedoman kepada UU dengan hak atas tanah. Menurut dia, apa yang terjadi selama ini menampakkan pemerintah yang curang, aparat tidak adil dan terlalu memihak kepada pihak PTPN atau perkebunan swasta. “Contoh konflik tanah antara PTPN II dengan petani di Sumut. Panitia B langsung mengusulkan perpanjangan HGU PTPN II seluas 62.214.7900 Ha tanpa ada pengukuran, pemetaan dan pemasangan pilar yang di lakukan oleh panitia B plus. Anehnya, Kepala BPN RI Prof Ir Lutfi I Nasution, MSe,PhD yang pada saat itu juga sebagai komisaris PTPN II langsung menerbitkan SK.HGU PTPN II seluas 38.611,0613 dengan Nomor : 51,52,53,57 dan 58/HGU/BPN/2000 yang terletak di Kab. Deli Serdang/Bedage, Kab Langkat,” singkapnya.

 

Belasan Ribu Hektare Tanah Rakyat Dimasukkan ke HGU PTPN II

 

Ternyata dalam areal tersebut belasan ribu hektare dimasukan kembali dalam HGU PTPN II. Inilah yang diistilahkan Alimuddin sebagai pemicu kemarahan rakyat sehingga terjadi demo dan pendudukan areal. Celakanya lagi, imbuh dia, Kepala BPN Kab. Deli Serdang dan Kab. Langkat langsung menerbitkan sertifikat perpanjangan HGU PTPN II padahal pengukuran, pemetaan dan pemasangan pilar belum jelas dilakukan. “Jadi sertifikat inilah yang selalu digunakan untuk menakut-menakuti rakyak ketika rakyat mau menguasai tanahnya kembali dan ketika PTPN II melakukan okupasi. Apalagi selalu dikawal dan dibela oleh pihak kepolisian sehingga tidak jarang terjadi bentrok dilapangan. Namun kernyataanya pihak oknum polisi bertindak tidak adil dan terkesan memihak PTPN II,” ungkap Alimuddin.

 

Padahal, yakin Alimuddin lagi, semua sudah tahu bahwa selama ini PTPN II merampas tanah rakyat dengan cara-cara memasukkan lahan tesebut ke dalam HGU, merekayasa pengukuran, membuat laporan palsu melalui Kanwil BPN Sumut sebagai bukti kalau PTPN II seharusnya yang dimohonkan perpanjangan HGU seluas 43.116,51 Ha. Mengapa diusulkan 62.214.7900 Ha? Alimuddin pun mengarahkan fakta dan sejarah singkat terkai keberadaan Tanah PTPN II yang berasal dari tanah Eks PTP II dan Eks PTP IX. “PTP II dan PTP IX berasal dari PPN sedangkan PPN barasal dari NV. Van Deli Maatschappay seluas 250.000 Ha yang lokasinya berada di Sei Ulas Kab. Deli Serdang sampai Sei. Wamdu Kab. Langkat,” ucapnya.

 

Dilanjutkan Alimuddin, tahun 1951 tanah seluas itu dibagi dua menjadi 125.000 Ha untuk PPN dan 125.000 Ha untuk rakyat. Lalu di tahun 1965 tanah seluas 125.000 Ha dibagi dua lagi. Untuk PPN Tembakau Deli sebanyak 59.000 Ha dan untuk rakyat seluas 66.000 Ha.  Kemudian pada tahun 1981 tanah seluas 59.000 Ha dikurangi lagi oleh pemerintah sementara areal seluas 9.085 Ha diberikan kepada rakyat. Pada tahun 1981, katanya, tanah kembali dkurangi seluas 1.229,09 Ha dan diberikan kepada rakyat. “Tahun 1997 Dirut  PTPN II menjual tanah HGU PTPN II seluas 5.569,04. Jadi sisa tanah untuk PTPN II hanya 43.116,51 Ha. Mengapa Ka. Kanwil BPN Sumut membuat laporan palsu dan rekayasa? Lagi-lagi Alimuddin membeberkan hasil Pansus Tanah DPR RI tanggal 26 Mei 2004 dalam butir 16. Disana ditegaskan bahwa tanah bekas consessie NV Van Deli Maatschappyyang menjadi areal PTPN II meliputi: tanah eks PTP IX seluas 44.055,59 Ha dan tanah eks PTP II seluas 10.628,01 Ha. Sehingga jumlahnya mencapai 54.683,60 Ha.

 

Dalam butir ke-18 hasil Pansus DPR RI tahun 2004, sambung Alimuddin lebih jauh, tanah bekas consessie NV Van Deli Maatschappy yang menjadi tanah PTPN II terdiri dari: tanah eks PTP IX seluas 44.089.9900 Ha dan tanah eks PTP II seluas 60.412.5785 Ha. Sehingga jumlahnya mencapai 104.498.5685 Ha. Kemudian dari hasil kerja panitia B Plus, Kakanwil BPN Sumut membuat laporan meliputi: luas areal PTPN II yang dimohonkan perpanjangan HGU nya seluas : 62.214.7900 Ha yang berasal dari tanah Eks PTP II seluas 18.498,95 Ha dan tanah Eks PTP IX seluas 43.715,80 Ha yang keseluruhannya berjumlah 62.214,7900 Ha. “Coba saja Anda perhatikan yang mana mau dijadikan HGU PTPN II yang sebenarnya. Semuanya palsu dan penuh rekayasa. Apa tujuannya supaya tanah rakyat yang dirampas itu bisa disembunyikan dan bisa dijual kepada mafia tanah,” akunya blak-blakan.

 

Sistem penyelesaian Salah

 

Itulah sebabnya, kata dia, konflik tanah antara PTPN II dengan rakyat tidak bisa tuntas karena sistimnya salah kaprah dan aparat pemerintah/keamanan curang dan tidak adil. Maka dari itu, wajarlah kalau rakyat menguasai dan menduduki tanahnya kembali karena mereka tidak sabar lagi menunggu pemerintah untuk menyelesaikan. “Kalau dituntaskan tanah PTPN II itu maka hanya 43.715,80 Ha. Dan bila jumlah iu dikurangi lagi seluas 5.873,06 Ha tentu menjadi 37.135 Ha. Bagaimana pula kalau laporan Ka.Kanwil BPN Sumut bahwa tanah PTPN II yang berasal dari tanah  Eks PTP IX seluas 44.089.9900 Ha dan tanah Eks PTP II seluas 60.412.8785 Ha. Pastilah jumlahnya jadi 104.498.5685 Ha,” sindir Alimuddin.

 

Kalau tanah PTPN II yang sekarang dikuasai dan diusahai maka kelebihannya adalah 104.498.5685 Ha – 37.135 Ha berarti kelebihannya sluas 71.363.5685 HA. Asal tanah yang lebih pun disebut dia bersumber dari perampasan tanah rakyat yang sudah sah diberikan pemerintah kepada rakyat.  “Tapi dirampok pada tahun 1966 sampai sekarang. Lucunya pemerintah pusat dan daerah terus membela PTPN. Maka wajarlah kalau rakyat menduduki areal tanah yang dirampas PTPN II dan pak polisi jangan larang kalau rakyat menduduki areal itu,” seru Aimuddin dengan nada tingi. Alimuddin pun menceritakan keputusan baru dari Komisi II DPR RI yang meminta Gubsu segera membentuk Tim Rekonstruksi pengukuran ulang lahan sengketa Eks HGU dan HGU PTPN II di Sumut berdasarkan kesimpulan RDP Panitia Kerja (Panja) konflik/sengketa pertanahan DPR RI yang digelar Rabu 27 Juni 2012 di Jakarta.

 

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here