Kasus Rahudman Harahap Cermin Kebobrokan Pendekar Hukum Kejatisu

Bagikan Berita :

Kasus yang mendera tersangka korupsi Rahudman Harahap adalah cermin kebobrokan para pendekar hukum di lingkungan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). Buktinya, kendati tahun 2010 mantan Kepala Kejatisu (Kajatisu) Sutiono Usman Adji, SH, MH, telah bersusah payah mengumpulkan berbagai barang bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mantan Sekda Tapsel Rahudman Harahap sebagai tersangka korupsi Tunjangan Penghasilan Anggaran Pemerintahan Desa (TPAPD) Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2005 senilai Rp1.590.944.500 Miliar, tohAK Basuni Masyarif, SH, MH, yang juga mantan Kajatisu setelah Sutiono Usman, justru mengusulkan Surat Keterangan Penghentian Penyidikan (SKPP) kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

 

Penilaian keras tersebut dilontarkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumut (DPRDSU) Iman B Nasution, SE, kepada MartabeSumut, Selasa (15/5) di gedung Dewan, menanggapi ‘kekisruhan’ kasus Rahudman Harahap atas usulan SKPP Kejatisu, yang disebut-sebut telah ditanggapi Kejagung dengan menyampaikan surat permintaan pendalaman perkara alias menolak SP3. “Yang bikin dia (Rahudman Harahap-Red) itu tersangka kan Kajatisu Sutiono Usman. Tentu saja keputusan hukum tersebut bukan dikeluarkan asal-asal apalagi tanpa bukti yang cukup. Lalu Kajatisu berikutnya malah mengusulkan SKPP pada Kejagung. Jelas sekali pendekar hukum di Kejatisu yang mengeluarkan SKPP itu pasti ‘ada apanya’. Sekarang kita mintalah ketegasan Kejagung karena kinerja Kejatisu sebagai pendekar hukum tidak lagi dipercaya dan mencerminkan kebobrokan,” tuding Iman blak-blakan.

Bila Kejagung juga tidak bisa tegas menuntaskan kasus Rahudman Harahap, lanjut anggota Komisi C DPRDSU ini, sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih. “Selaku anggota Dewan saya minta KPK turun memeriksa semua aparat di Kejatisu sekarang maupun masa sebelumnya. Masak sudah ditetapkan tersangka, tiba-tiba ada Kajatisu yang mau pindah mengusulkan penghentian penyidikan. Hukum ini kemana, apa bisa dimainkan dengan uang,” sindirnya bertanya, seraya meyakini kepindahan AK Basuni Masyarif, SH, MH, disebabkan geliat kontroversialnya dalam menangani kasus Rahudman Harahap. “Kinerja Kejatisu membuat rakyat Sumut miris. Harusnya mereka tindaklanjuti yang sudah ditetapkan Sutiono Usman dong,” heran politisi Partai Gerindra Sumut itu.

Lecehkan Keputusan Kajatisu Sebelumnya

Praktisi hukum Julheri Sinaga, SH, lebih keras lagi. Menurut dia, tindakan AK Basuni Masyarif selaku Kajatisu, kala itu, mencerminkan sikap pelecehan terhadap keputusan Kajatisu sebelumnya yang telah menetapkan Rahudman Harahap sebagai tersangka. “Untuk menetapkan tersangka bukanlah tindakan sembrono. Setidaknya harus ada 2 alat bukti yang cukup semisal surat sah atau keterangan saksi,” katanya kepada MartabeSumut, Selasa sore (15/5). Menyinggung citra Kejatisu yang semakin melorot di mata masyarakat dalam menegakkan hukum, Julheri pun tidak mengingkarinya. Makanya, imbuh Julheri, Kejagung juga harus tegas apakah menolak SKPP Kejatisu atau terkesan tidak pasti dengan alasan pendalaman kasus. “Penegakan hukum yang jelas atas kasus Rahudman Harahap ini sangat ditunggu rakyat Sumut. Diperlukan sikap tegas untuk membuktikan siapa yang tidak profesional. Apakah mantan Kajatisu Sutiono Usman Adji SH, MH, yang sembrono, atau AK Basuni Masyarif, SH, MH yang ada apanya,” aku Julheri.

Seandainya Kejagung memang telah menolak SKPP, Kejatisu disebut Julheri harus menindaklanjuti proses penyidikan perkara tersebut. “Jadi kalau memang cukup bukti, tidak ada alasan menghentikan kasus. Ya tentu saja Kejagung sudah lebih dulu melakukan penelitian sehingga sejak beberapa waktu lalu sebenarnya Kejagung telah menolak usulan Kejatisu untuk melakukan SP3. Wajar saja Kejagung menolak usulan SKPP Kejatisu untuk SP3,” cetusnya. Apakah Rahudman Harahap sudah bisa ditahan ? Julheri justru tersebyum kecil. Bagi dia, Rahudman Harahap ditangkap atau tidak itu merupakan kewenangan penyidik/kejaksaan dalam kasus korupsi. Artinya, lanjut Julheri lagi, penyidik boleh saja melakukan penangkapan atau penahanan tatkala 3 kekhawatiran terkait melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan pidana diyakini terpenuhi. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan bila diduga keras, katanya, Kejaksaan boleh saja menahan Rahudman Harahap seandainya memang ada kekhawatiran.

Belum SP3

Sebelumnya, Kasi Penkum/Humas Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) Marcos Simaremare, SH, MH, mengatakan, hingga saat ini belum ada Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus dugaan korupsi Tunjangan Penghasilan Anggaran Pemerintahan Desa (TPAPD) tahun 2005 Kabupaten Tapanuli Selatan senilai Rp. 1.590.944.500 Miliar dengan tersangka mantan Sekda Tapsel Rahudman Harahap. Meski terkesan terbata-bata menyampaikan penjelasan, Marcos akhirnya membenarkan bahwa saat ini tim Kejagung dan Kejatisu sedang mendalami lagi kasus Rahudman Harahap. “Tidak ada, tidak ada, tidak ada keluar SP3 Rahudman Harahap dari Kejagung,” jawabnya kepada MartabeSumut melalui telepon, Senin sore (14/5).

Menurut Marcos, tim yang ada masih melakukan rapat-rapat khusus untuk menyiapkan laporan, gelar perkara hingga pendalaman kasus. “Jadi belum ada SP3, kita belum terima jawaban pasti dari Kejagung. Tapi ada tim Kejatisu rapat membahasnya dan mendalami. Yang pasti tidak ada SP3,” terang Marcos lagi. Dia menambahkan, pendalaman oleh tim masih terus dilakukan melalui rapat-rapat namun hasil rapat belum bisa dipublikasikan. Yang terpenting bagi masyarakat sekarang, imbuhnya, perkara itu masih berproses dan belum ada secara resmi di-SP3-kan. Saat ditanya keberadaan tim kejagung yang sejak 2 bulan lalu telah turun ke Medan membahas masalah tersebut, Marcos langsung mengelak. “Hasil rapat tim gak bisa saya publikasikan. Supaya kita tetap dalam koridor,” tepis Marcos.

KPK Harus Ambil Alih

Sebagian warga Medan juga dengan tegas meminta KPK mengambil alih kasus Rahudman Harahap karena munculnya SKPP membuktikan pihak kejaksaan tidak profesional dalam menangani kasus pidana korupsi. “Kok tahun 2010 mantan Kajatisu Sutiono Usman menetapkan Rahudman tersangka tapi tahun 2012 Kejatisu yang dipimpin AK Basuni Masyarif, SH, MH, justru meminta penghentian penyidikan. Ada apa dengan hukum di Republik ini. Ada apa dengan pendekar hukum di Kejatisu,” sesal seorang sumber di Pemko Medan kepada MartabeSumut dengan nada tanya, Senin sore (14/5). Seraya meminta namanya tidak ditulis, pegawai tersebut mengherankan kebijakan mantan Kajatisu yang jelas-jelas membuat hukum jadi tidak pasti. “Saya susah komentar terkait kasus ‘RH’ ini bang. Yang pasti, Kajatisu yang baru sekarang mungkin punya kebijakan lain yang aneh pula,” sindirnya sambil tersenyum.

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here