Ribuan Petani SP3SB Langkat Ributkan Lahan, Paksa Pimpinan DPRD Sumut Teken Surat

Bagikan Berita :

Ribuan orang berbendera Solidaritas Pembela Petani Pengungsi Sei Lepan dan Sei Besitang (SP3SB) Kab Langkat beramai-ramai turun ke Medan dengan mendatangi gedung DPRD Sumut, Senin (7/5) pukul 15.15 WIB. Petani pengungsian asal Aceh yang kini berdomisili di Desa Sei Minyak, Damar Hitam, Barak Induk, Barak Gajah, Tani Jaya dan Harapan Maju Kec Sei Lepan/Besitang, itu meributkan lahan yang selama ini diklaim Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL). Selain itu, massa SP3SB juga ‘memaksa’ pimpinan DPRDSU meneken surat penangguhan penahanan terhadap warga bernama Suyatno yang sejak 5 April 2012 ditangkap secara sepihak oleh polisi kehutanan BBTNGL.

 

Pantauan MartabeSumut di gedung DPRD Sumut, ribuan petani yang berunjukrasa itu awalnya berkumpul di lapangan Merdeka Medan sejak pukul 12.00 WIB. Tak ubahnya seperti mau perang, ratusan polisi terlihat berjaga-jaga sejak siang dengan kelengkapan petugas huru hara, barikade kawat berduri hingga water cannon (meriam air). Setibanya di gedung Dewan, massa pun langsung menguasai Jalan Imam Bonjol yang sebelumnya telah ditutup total oleh polisi dari lalu lintas umum. Mereka duduk dan berdiri di jalan raya, membentangkan spanduk/baliho serta berorasi bergantian dari atas mobil pengeras suara.  “Bebaskan Suyatno. Lahan yang kami kelola bukan milik BBTNGL,” teriak petani.

 

Bacakan Tuntutan

 

Tepat pukul 15.35 WIB, Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga, Ketua Komisi E John Hugo Silalahi, anggota Komisi A Syamsul Hilal dan Alamsyah Hamdani serta anggota Komisi E Richard EM Lingga menemui pengunjukrasa. Di hadapan ke-5 anggota Dewan, Koordinator aksi Benny Simanjuntak dan pendamping petani dari Lembaga Advokasi Hutan Lestari, Said Zainal, N, SH, membacakan beberapa tuntutan. Diantaranya; meminta bantuan DPRD Sumut agar membebaskan Suyatno yang ditahan di LP Tanjung Gusta, meminta perlindungan DPRD Sumut agar menyelesaikan sengketa lahan dengan BBTNGL serta menyerukan kepada Presiden SBY untuk mencopot Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Dirjen perlindungan Hutan/Konservasi Alam Darori dan Kepala BBTNGL Andi Basrul. “Kami warga petani sangat menjunjung hukum. Konflik lahan ini masih akan diselesaikan Kementerian Kehutanan dan BPN Sumut, lalu kok ada warga ditangkap serta diusir saat bercocok tanam,” pinta Benny Simanjuntak.

 

Dalam Proses Penetapan Tapal Batas

 

Menanggapi tuntutan tersebut, ke-5 anggota DPRD Sumut berjanji akan mengawal lahan sengketa yang diributkan petani. Tapi massa tidak puas. Mereka ngotot agar anggota DPRD Sumut tidak sekadar janji namun memberi bukti dengan meneken surat penangguhan penahananan rekan mereka Suyatno. “Saat ini lahan yang kami kelola sedang dalam proses penetapan tapal batas. Jadi bukan milik BBTNGL. Warga yang ditahan harus dibebaskan dan tanaman yang rusak patut diganti,” cetus salah satu petani secara tiba-tiba, memotong kalimat anggota Dewan yang sedang memberi tanggapan. Selain itu, bebernya, Komisi A DPRD Sumut telah pula menemui Menteri Kehutanan dan mendesak penyelesaian sengketa lahan. “Komisi A DPRD Sumut mengetahui persis masalah ini karena sudah sampai ke Menhut. BBTNGL tidak berhak menangkapi warga apalagi mengusir petani yang mengusahakan lahan. Itu merupakan kebijakan yang sangat disesalkan. Setahu kami akan ada tim rekonstruksi penetapan tapal batas. Jadi bebaskan Suyatno, jangan usir yang bercocok tanam dan kami minta surat penangguhan penahan dari pimpinan DPRD Sumut sekarang,” seru massa dengan pengeras suara. Lima anggota DPRD Sumut akhirnya sepakat mengeluarkan surat tersebut. Mereka meninggalkan massa sembari membawa beberapa perwakilan ke gedung Dewan untuk menerima surat.

 

Sebelumnya, MartabeSumut menjumpai Pendamping petani dari Lembaga Advokasi Hutan Lestari, Said Zainal, N, SH. Menurut dia, saat ini ada sekira 864 KK dengan jumlah 2.800 jiwa yang tinggal dan menggarap lahan di areal bekas HPH yang termasuk hutan produksi. “BBTNGL hanya mengklaim lahan tanpa dasar hukum. Mereka mau menggusur petani sedangkan status tanah adalah milik negara yang kini diusahai rakyat,” tegasnya. Ditambahkan Said, sekarang ini lokasi lahan sengketa sudah dipenuhi ‘pasukan BBTNGL’ yang setiap waktu akan melakukan tindakan represif terhadap masyarakat. Bahkan, imbuhnya, oknum aparat dilibatkan untuk membabat dan merusak tanaman kelapa sawit dan karet warga yang telah berproduksi di lahan sekira 500 Hektare. “Mereka akan mematikan perekonomian petani di wilayah Sei Minyak dan PIR ADB Kecamatan Besitang tanpa perikemanusiaan,” akunya.

 

Di luar Kawasan TNGL

Dibeberkan Said, petani mengelola lahan berdasarkan foto copy sertifikat alas hak yang diterbitkan BPN Kabupaten Langkat untuk Koperasi Maju Bersama. Sedangkan areal yang dihuni dan dikelola warga disebutnya berada di luar kawasan TNGL berdasarkan SK Menhut RI Nomor : 276/KPTS-II/1997 tentang Penunjukan TNGL Seluas 1.094.692 Hektare. “Mengacu putusan PN Stabat Nomor : 04/_DT 6/2007/PN.STB yang diperkuat putusan PT Sumut, sudah diputuskan bahwa kawasan yang ditempati warga eks korban konflik Aceh tidak berhubungan dengan TNGL dan merupakan tanah negara,” tutupnya. Ribuan orang massa SP3SB akhirnya membubarkan diri pada pukul 17.20 WIB setelah menerima surat penangguhan penahanan yang diteken pimpinan DPRD Sumut.

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here