Kalau masyarakat Medan/Sumut berkunjung ke kota besar semisal Jakarta dengan pesawat, maka sesampainya di Bandar Udara (Bandara) Soekarno Hatta akan bebas mengambil atau memilih troli (angkutan roda barang). Dan bila kita selidiki lagi dengan bandara kecil di kota lain seperti Yogyakarta, troli di Bandara Adi Sucipto juga bebas dipakai penumpang.
Pengamatan MartabeSumut di Bandara Polonia Medan sejak 1 pekan terakhir, geliat bandara yang tahun 2013 depan akan pindah ke Kab Deliserdang dengan nama Kuala Namu, itu memang memiliki karakteristik ‘menggelikan’ atau rentan pada penilaian negatif yang ‘menakutkan’. Pada satu sisi, penumpang asal Medan atau Sumut sendiri kerap kecewa, kesal dan keheranan. Sedangkan pada sisi lain, penumpang/pendatang luar daerah diyakini bakal terserang ‘penyakit jantung’ secara mendadak. Kenapa? Sudah pasti dikarenakan troli yang dibutuhkan penumpang justru tidak terlihat satupun ‘nongkrong’ terparkir di area bebas tunggu barang. Kalaupun ada yang terlihat, jangan pernah berfikir mudah membawanya sebelum perang urat syaraf alias ribut dengan para portir (petugas jasa angkut barang). Sebab puluhan portir di Bandara Polonia Medan itu sepertinya sudah ‘dapat perintah bisnis’ untuk selalu menguasai troli-troli sebelum/saat/setelah pesawat mendarat. Lucunya lagi, bila ada penumpang berniat memakai jasa portir, maka sebaiknya tegas menanyakan tarif pembayaran. Karena umumnya mereka menolak dibayar Rp. 10 ribu melainkan memaksa Rp. 15-20 ribu. Itu soal troli, belum lagi persoalan parkir khusus VIP Bandara Polonia, yang sering diributan pengunjung. Llokasinya yang jelas-jelas milik publik, justru dilarang dilintasi oleh publik sebelum membayar uang tiket masuk Rp. 20 ribu.
Pendatang Jengkel
Adalah Santi Siahaan (38), salah seorang penduduk asal Padang yang sengaja berkunjung ke Medan, Minggu siang (23/12) untuk merayakan Natal. Bersama suaminya, Santi terkejut saat portir menolak memberikan troli yang diminta. “Biar kami yang bawa pak, mana label barangnya,” singkap Santi kepada MartabeSumut, kemarin, menirukan kalimat portir. Alahasil Santi dan suaminya, yang merasa kurang nyaman, langsung bergegas meninggalkan portir dan menenteng sendiri 2 koper dan 1 tas besar. “Rusak kali orang Medan ini ya, awak pun orang Medan yang merantau ke Padang-nya. Tapi kesal awak nengoknya, semua mau dibisniskan secara paksa dan sepihak,” keluh Santi dengan logat Medannya.
Hal senada dilontarkan Karyadi R (43) kepada MartabeSumut, salah seorang warga Pekanbaru yang tiba di Bandara Polonia, Jumat siang (28/12). Ketika mendarat di Medan, dia mengaku sangat jengkel dan kesal. Pasalnya, kehadiran pertama kali ke Medan bersama keluarga untuk merayakan Tahun Baru 2013, justru disambut sikap ‘bengis’ portir-portir yang enggan menyerahkan troli. Karyadi dengan tegas menyatakan kurang nyaman dan kesulitan mendapatkan troli kendati sudah diminta kepada portir. Barang-barang bawaan yang tergolong banyak dinilainya membutuhkan 2 troli. “Saya minta baik-baik tetap tak dikasih portir. Saya bilang akan membawa sendiri troli dan barang-barang. Kalau Anda ke Pekanbaru dan mendarat di Bandara Sultan Syarif Qasim, troli yang tersedia memang untuk penumpang. Di Medan ini aneh ya, jangankan mendapat 1 troli, melihat bentuknya saja penumpang kesulitan karena langsung dikuasai portir-portir,” sesalnya.
Bapak beranak 4 itu menambahkan, adalah hal wajar suatu bandara menyediakan jasa portir untuk membantu para penumpang mengangkut barang-barang bawaan. Kendati demikian, imbuhnya, para portir seharusnya tidak menguasai troli namun menunggu order secara sukarela dari penumpang. Jasa portir disebutnya harus tanpa paksaan dan tidak menguasai kendaraan barang milik bandara secara sepihak. Artinya, timpal dia lebih jauh, pengelola dan manajemen Bandar Polonia patut memandang persoalan yang terkesan sepele tersebut sebagai masalah prinsip yang wajib dibereskan cepat. “Jangan pula mereka membiarkan ketidakteraturan dan kekacauan terjadi di bandara. Sehingga mencerminkan wajah Kota Medan yang buruk bagi pendatang,” ingat Karyadi.
Catat Nomor Portirnya, Kita Pecat
Dalam kesempatan terpisah, MartabeSumut mencoba mengkonfirmasi masalah tersebut kepada Air Port Duty Manager/Officer in Charge (OIC) PT Angkasa Pura II Bandara Polonia Medan, Jamal. Menurut Jamal, apa yang dilakukan potir itu jelas salah dan perlu diketahui identitasnya. “Terimakasih infonya pak, kasus ini memang selalu berulang sehingga terimbas pada tercemarnya nama Kota Medan secara keseluruhan. Apakah bapak catat nama atau nomor portirnya? Portir tidak berhak menguasai troli sebelum penumpang memberikan label barang. Tolong kasih tahu saya identitas portir yang bapak dengar dari penumpang biar kami pecat,” tegas Jamal kepada MartabeSumut, Jumat sore (24/12) melalui saluran telepon.
Jamal menjelaskan, sesuatu yang salah bila portir menguasai apalagi membisniskan troli-troli yang disiapkan manajemen bandara. Troli yang ada di Bandara Polonia disebut dia dapat dipakai oleh semua penumpang yang membutuhkan tanpa harus diminta kepada portir. “Prinsipnya, jasa mereka harus lebih dulu diminta oleh penumpang dan mendapat label barang,” aku Jamal lagi. Jamal juga mengakui bahwa troli-troli yang ada di Bandara Polonia masih sangat kurang bila dibanding penumpang domestk 10.000 orang plus penumpang internasional 2.000 orang setiap harinya. “Saat ini troli kita di Polonia memang minim bagi 12 ribu penumpang/hari atau 7-8 juta/tahun. Idealnya di Polonia ini, dai 10 penumpang tersedia 6 troli. Tapi kekurangn troli itu bukan berarti memposisikan manajemen Bandara Polonia menyetujui, membiarkan apalagi membenarkan penguasaan/bisnis troli yang dilakukan oknum portir. Sekali lagi terimakasih informasinya pak, masukan ini akan segera kami tindaklanjuti. Mudah-mudahan di Bandara Kuala Namu nanti suasananya lebih baik,” tutup Jamal.