www.MartabeSumut.com, Stabat
Ketua Presidium Pusat Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara H Sudir Santoso, SH, MH, mengatakan, desa-desa yang ada saat ini sebenarnya merupakan ibu kandung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut Sudir, sejarah mencatat, sebelum NKRI lahir, sudah lebih dulu ada desa-desa yang dipenuhi oleh beragam masyarakat.
Berbicara dalam forum Panel Diskusi partisipasi warga memasuki Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 7 Maret 2013 yang diselenggarakan Lembaga Swadaya Masyarakat Derap Wartawan dan Pusat Edukasi Rencana Sosial Sumatera Utara (LSM Dewan PERS Sumut) bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) Sumut, Kamis sore (6/12/2012) di Stabat Langkat, Sudir memastikan, kehadiran Parade Nusantara sejak 11 tahun lalu semata-mata dilatarbelakangi ketidakadilan seorang ibu (NKRI-Red) terhadap anaknya (desa-Red). “Data Sensus tahun 2010 menyatakan ada 230 juta jiwa rakyat Indonesia dan 80 % masyarakat tinggal di pedesaan. Artinya, rakyat Indonesia di desa sepatutnya menjadi pemegang saham mayoritas pada perusahaan NKRI,” ingat Sudir, di hadapan 300-an peserta Panel Dikusi dari unsur SMU, mahasiswa, OKP, LSM, guru-guru dan masyarakat umum Kab Langkat.
71.682 Desa Tidak Diberi Porsi Adil
Celakanya sekarang, lanjut Sudir, dari sekira 71.682 jumlah desa yang ada di Indonesia, hingga kini belum diberi porsi/hak yang adil terkait pembagian ‘kue anggaran’ pembangunan desa maupun hak politik. Dia membeberkan, mengacu APBN tahun 2012 yang mencapai Rp.1.300 Triliun, puluhan ribu desa hanya mendapat porsi sebesar Rp. 17 Triliun atau 1,3 % saja. Idealnya, timpal Sudir, rakyat di desa sangat pantas mendapat porsi sepadan dari ‘kue APBN perusahaan NKRI’. “Namun faktanya rakyat di desa masih terus miskin, tertinggal, sengsara dan justru tidak pernah diperhatikan,” sesalnya.
Pada sisi lain, Sudir juga menilai kalau rakyat di desa dimarginalkan dan diperlakukan sangat tidak adil. Rakyat di desa hanya sebagai objek bagi eksekutif, legislatif dan yudikatif tanpa memberikan hak/kewenangan selain kewajiban yang tidak mensejahterakan. “Makanya Parade Nusantara hadir di Indonesia untuk mempersoalkan perimbangan keuangan yang adil bagi desa selaku ibu kandung Indonesia,” yakin Sudir, sembari menambahkan, keberadaan UU No 5 tahun 1979, UU No 22 tahun 1999 dan UU No 32 tahun 2004 hanya aturan kaku yang memaksa/mewajibkan pokok-pokok pemeritahan desa tanpa pemberian hak/kewenangan secara anggaran maupun hak politik yang jelas.
Rakyat Desa Belum Berdaulat dalam Politik
Menyinggung partisipasi rakyat tatkala menghadapi pesta demokrasi Pileg, Pilpres dan khususnya Pilgubsu 2013, Sudir menegaskan kondisinya tidak jauh berbeda. Masyarakat desa tetap tidak diberi hak berdaulat dalam bidang politik selain pragmatisme politik. Menganggap rakyat desa cuma buih kecil yang setiap saat dapat digelombangkan oleh arus deras. Bagi Sudir, rakyat desa belum diberi pendidikan politik secara benar oleh pihak berkepentinan seperti pemerintah dan Parpol. “Rakyat desa itu perlu diajak, bukan diejek. Perlu dirangkul dan bukan malah dipukul. Pakailah hati nurani dalam setiap Pemilu lokal kepala daerah, pemilu legislatif hingga pemilu presiden. Karena saat ini ada 78% kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat terlibat korupsi,” ungkapnya.
Panel diskusi yang dipandu moderator Ketua LSM Dewan PERS Sumut Budiman Pardede, S.Sos, juga menghadirkan 3 pembicara lain. Diantaranya; Kepala Kesbangpol Linmas Sumut yang dibawakan Drs Sudarto Purba, MAP, Dinas Kominfo Sumut oleh Drs Ahmad Syam, MA dan Pembina LSM Dewan PERS Sumut yang juga anggota Komisi A DPRDSU Drs H Raudin Purba. Kegiatan Panel Diskusi partisipasi warga memasuki Pilgubsu 2013 dibuka Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroh, ST, diwakili Kabid Kesbangpol Linmas Sumut Muhammad. Tampak hadir dalam kegiatan itu Kadis Kominfo Sumut Dr Asren Nasution, MA, Bupati Langkat Ngogesa Sitepu diwakili Kaban Kesbangpol Linmas Langkat Sulistianto, Ketua Parade Nusantara Sumut Indah, Ketua GRIB Sumut Darwin Syamsul dan undangan lainnya. (MS)