MartabeSumut, Medan
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat Sumatera Utara (BAKUMSU) melayangkan surat protes kepada Appeal of Conscience Foundation (ACF), salah satu lembaga dunia yang konsern mengatasi kejahatan atas nama agama. Surat itu meminta pembatalan pemberian penghargaan World Statement kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilai telah berkontribusi dalam mengatasi isu toleransi dan kebebasan berkeyakinan.

Simbol kerukunan dan kebebasan berkeyakinan antara semua pemeluk agama. (Courtesy Google).
Sekretaris Eksekutif BAKUMSU Benget Silitonga dan Divisi Studi/Advokasi Tongam Panggabean, melalui Press Release yang diterima MartabeSumut, Jumat (10/5/2013), mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat ke pimpinan ACF di alamat 119 West 57th Street, New York, NY 10019-2401, Phone: 212-535-5800 Fax: 212-628-2513, Email: appealofconscience@msn.com. Menurut Benget, Perhimpunan BAKUMSU adalah sebuah organisasi non pemerintah yang peduli dalam isu penguatan demokrasi, penegakan hukum, penguatan masyarakat sipil dan berkedudukan di Medan Sumut. “Kami, menghargai dan menghormati komitmen dan upaya-upaya yang telah dilakukan ACF untuk mengatasi kejahatan atas nama agama. Namun kami terkejut dan kecewa dengan rencana ACF akan memberi penghargaan World Statement kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono terkat kontribusinya dalam isu toleransi dan kebebasan berkeyakinan,” ujar Benget.
Tidak Tepat
Benget menjelaskan, rencana pemberian penghargaan tersebut tidak tepat ditengah-tengah semakin maraknya tindakan intoleransi atas kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia. Berdasarkan pemantauan beberapa organisasi yang bergerak dalam issu toleransi, seperti SETARA Indonesia, katanya, tercatat 264 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan sepanjang tahun 2012. Dia merinci, pelanggaran tersebut terdiri atas 371 bentuk tindakan yang menyebar pada 28 propinsi. Terdapat 5 propinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi yaitu, Jawa Barat (76) peristiwa, Jawa Timur (42) peristiwa, Aceh (36) peristiwa, Jawa Tengah (30) peristiwa dan Sulawesi Selatan (17) peristiwa.
Sementara pada tingkat lokal provinsi Sumatra Utara, lanjut Benget, Aliansi Sumut Bersatu (ASB) juga mencatat beberapa kasus intoleransi dalam hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terus meningkat. Diantaranya; ancaman kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk membongkar Patung Budha Amitabha di Vihara Tri Ratna Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara, pembakaran Gereja HKBP dan Gereja Pentakosta di Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara, penyerangan dan Penolakan Pembangunan Gereja HKBP di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara, penyerangan terhadap Mesjid Ahmadiyah di Kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, penyegelan 16 Gereja dan 1 Rumah Ibadah Lokal (Penghayat Kepercayaaan – PAMBI) di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, penutupan 9 Gereja dan 5 Vihara di Kota Banda Aceh Provinsi Aceh serta penolakan dan penghentian pendirian Masjid Al Munawar Sarulla, Desa Mahornop Marsada Kecamaten Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.
Marak, Peristiwa Pelanggaran Kebebasan
Ironisnya lagi, imbuh Benget, berbagai peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang tergolong baru justru semakin marak terutama dalam 3 bulan terakhir. Beberapa diantaranya yakni pembongkaran gereja HKBP Setu di Kabupaten Bekasi pada 21 Maret, perusakan rumah ibadah Jemaat Ahmadyah Indonesia di Jatibening dan Pondok Gede Bekasi pada 5 April dan perusakan di Kampung Wanasigra Desa Tenjowaringin Jawa Barat pada 5 Mei.
Kondisi tersebut dipastikan BAKUMSU menjadi bukti di lapangan bahwa ada ketidaksesuaian amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 28 E ayat (1) yang mengamanatkan “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. “Artinya situasi kehidupan beragama dan berkeyakinan di Indonesia menggambarkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono telah gagal menjalankan amanat Konstitusi RI. Presiden Gagal melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari kekerasan dan pelanggaran HAM, sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945,” ingat Benget. Itulah sebabnya, timpal Benget lagi, Perhimpunan BAKUMSU menyimpulkan kalau Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono tidak layak menerima Penghargaan World Stateman dari ACF. “Kami juga mendesak ACF segera membatalkan rencana pemberian penghargaan tersebut karena telah melukai hati dan jiwa para korban intoleransi di Indonesia,” tutup Benget.(MS/Rel/DEKSON)