Bahas Masalah Ojol di Medan, DPRDSU Sebut Aplikator Transportasi Online Penjajahan Baru

Bagikan Berita :

www.MartabeSumut.com, Medan

Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) menggelar RDP membahas masalah ratusan ribu driver ojek online (Ojol) roda 2 yang ada di Kota Medan, Selasa siang (17/7/2018) di gedung Dewan Jalan Imam Bonjol Medan. Persoalan eksistensi Ojol, tarif, jaminan kesehatan, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan hingga tidak jelasnya status driver sebagai mitra atau pekerja, akhirnya memunculkan suara kritis Dewan terkait penjajahan gaya baru yang dipraktikkan aplikator transportasi online.

Pantauan www.MartabeSumut.com, RDP dipimpin anggota Komisi A DPRDSU Ir H Irwan Amin, Fajar Waruwu dan Ramses Simbolon. Pihak eksternal tampak Kabid Angkutan Dishub Sumut Iswar, Sat Intel Polrestabes Medan Sahat Sianipar, aplikator Gojek Deni, aplikator Grab, pejabat BPJS Ketenagakerjaan serta puluhan driver Ojol Gojek/Grab. Dalam kesempatan tersebut, Fajar Waruwu menegaskan, Grab dan Gojek adalah core business oriented (orientasi bisnis) yang mencerminkan penjajahan gaya baru. Menurut Fajar, pihak aplikator kerap melakukan rekrutmen mitra driver secara sporadis dengan maksud antisipasi pergerakan bisnis. Namun Fajar memastikan kurang sependapat bila aplikator berbicara sebatas market demand (permintaan pasar). “Rasio 1 driver itu berapa ? Memang belum ada aturan soal Ojek Online jadi angkutan umum. Tapi jangan jadi tameng bagi aplikator. Saya tantang Pemprovsu dan DPRDSU agar membuat regulasi khusus semisal Perda demi memberi proteksi terhadap rakyat yang ingin bekerja dan status mereka dipayungi UU. Hukum itu lahir atas suatu persoalan yang harus diatur secara khusus,” ingat Fajar, sembari meyakini DPRDSU tidak alergi dengan Ojol atau investasi namun jangan sampai merampas hak-hak rakyat dengan alasan bisnis. Sebab bisa saja diatur lex specialis (khusus) di daerah walau saat ini telah jadi isu nasional.

Publik Dikelabui

Kabid Angkutan Dishub Sumut Iswar menyatakan, selama ini publik sedikit terkelabui dengan konflik transportasi online. Seolah-olah masalah transport, tapi sebenarnya aplikasi berbasis online. “Kalo intervensinya Perda, ini sudah masalah nasional. Aplikasi ada di Kominfo pusat dan daerah tak berwenang. Ayo kita bentuk tim, ajak pihak Pajak. Ada gak pajak aplikator-aplikator itu ? Siapa yg mengawasi para aplikator,” cecar Iswar, seraya menambahkan, Dishub Sumut hanya bicara soal transport sesuai UU 22/2009 dan PP 74/2014 tentang angkutan jalan. Pihak Disnaker Medan sendiri mempertanyakan isi perjanjian kerja driver Ojol dan aplikator. “Apa isi perjanjian kalian ? Termasuk waktu jam kerja, tarif atau tunjangan kesehatan. Ada gak diatur ? Kasih sama kami,” pintanya. Sebelumnya, Joko Pitoyo, mewakili Gerakan Aksi Roda Dua (Garda) Regional Sumut, menuntut kepastian eksistensi Ojol, tarif, status driver serta jaminan kesehatan. “Kami ini pekerja atau mitra ? Kalo bukan pekerja, ya terapkan saja UU Kemitraan. Kok status kami tak jelas sampai sekarang ? Mau mati kecelakaan di jalan atau dibegal penjahat,” keluh Joko. Sedangkan aplikator Gojek Indonesia, Deni, menjelaskan, tarif ditentukan sesuai permintaan pasar dengan memperhatikan pelanggan. “Tarif bersaing baik. Per Km Rp. 2.000. Kami juga masih minim aturan soal Ojol sebagai transportasi umum. Kami tetap komunikasi ke pusat dan memang belum final,” akunya. Deni menilai, jumlah driver disesuaikan dengan melihat titik tertentu permintaan pasar. Driver adalah mitra kami,” ujarnya. Hal senada disampaikan aplikator Grab. “Pertimbangan kami selalu konsumen. Tarif tidak mentok di situ. Kita ada minimum harga, tidak per Km. Banyak pertimbangan kami soal tarif,” tepisnya. (MS/BUD)

Bagikan Berita :

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here