MartabeSumut, Medan
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRDSU) H Bustami, HS, MM,
meyakini, dari 18 paket proyek jalan provinsi yang tidak sesuai kontrak
hasil temuan BPK RI senilai Rp. 2,2 Miliar dari APBD Sumut 2014, paling
tidak ada 1 paket di daerah pemilihan (Dapil) Sumut V Kab Asahan, Kab Batubara
dan Kota Tanjung Balai.
Ditemui MartabeSumut di gedung
Dewan
Jalan Imam Bonjol Medan, Jumat siang (19/6/2015), Bustami menegaskan,
dirinya akan mencari tahu paket proyek yang mulai diributkan warga Sumut
pasca-BPK RI memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada
Pemprovsu, Jumat 12 Juni 2015 lalu. “Saat
melakukan kunjungan kerja (Kunker) bersama SKPD Provsu pada 22-27 Juni
2015 akan saya cek di Dapil. Sebab dari 18 paket proyek bermasalah, saya
yakini ada 1 paket di
Dapil saya,” terangnya. Politisi PPP ini mengungkapkan, proyek-proyek
fisik bermasalah kemungkinan besar muncul dari instansi PSDA, Tarukim
dan Binamarga. Bustami pun memastikan siap mengkritisi SKPD terkait
maupun Gubsu bila kelak melihat 1 dari 18 proyek di Dapilnya atau di
daerah lain. “Ya kita kejar dong bagaimana kelanjutannya. Kenapa tidak
sesuai kontrak dan siapa-siapa saja terlibat menyalahi kontrak. Lalu apa
sanksi buat mereka,” ungkap Bustami.
Tender Provinsi dan Kabupaten/Kota
Anggota
Komisi B DPRDSU membidangi perekonomian tersebut melanjutkan, 18 paket
proyek bermasalah hasil temuan BPK tahun anggaran 2014 merupakan tender
yang dilakukan provinsi atau pihak kab/kota di Sumut melalui dukungan
anggaran Bantuan Daerah Bawahan (BDB) yang telah berganti nama jadi
Bantuan Keuangan Provinsi Sumatera Utara (BKPSU). “Anggarannya turun
dari provinsi. Jadi proyek bisa datang dari kab/kota dan mungkin saja
disalurkan provinsi,” akunya.
Tatkala disinggung
MartabeSumut seputar fakta empiris terkini bahwa setiap pengerjaan suatu proyek
yang tak sesuai kontrak, biasanya rentan/kental indikasi praktik fiktif,
korup hingga permainan mafia anggaran, Bustami dengan tegas menyatakan
tidak mengingkari kemungkinan tersebut. Baginya, kalau proyek tak siap,
tak selesai atau tidak sesuai spesifikasi (Spec/bestek), maka
sanksi/hukuman patut diberikan kepada siapa saja pelaksana proyek maupun
SKPD selaku penanggungjawab. Artinya, timpal Bustami lebih jauh, akan
ada aturan denda bahkan sanksi keras dikeluarkan SKPD Provsu atau
Gubsu sendiri. Sementara yang menyangkut pelanggaran pidana wajib
hukumnya untuk diproses ke meja penyelidikan. “Kok kita dapat opini WTP sementara
ada 18 paket bermasalah,” sindirnya bertanya. Kendati demikian, Bustami
mensinyalir kemungkinan kalau Gubsu dan BPK mempunyai komitmen khusus atas temuan tersebut. “Tapi tetap
saja 18 paket itu harus jelas ujungnya bagaimana, kenapa tak sesuai
kontrak serta apa sanksinya. Pemborong yang tak beres black list saja.
Sedangkan pimpinan SKPD-nya harus ditinjau
ulang,” usul Bustami dengan nada tinggi.
Bustami mengingatkan,
bila ternyata dalam proses penyelidikan 18 paket proyek bermasalah
ditemukan
praktik fiktif, korup dan permainan mafia anggaran saat pembuatan
kontrak, tentu saja Pemprovsu harus mengembalikan opini WTP
kepada BPK karena sama saja mencederai rasa keadilan, kebenaran dan
jeritan rakyat Sumut selama ini terkait maraknya kekacauan jalan
provinsi di kab/kota. “Sekali lagi, kalau ada proyek fiktif, korup atau
permainan mafia anggaran dalam kontrak, maka Pemprovsu tak pantas meraih
WTP. Tidak logis dan bunuh diri mereka,” tutup
Bustami, sembari membeberkan, saat Kunker ke Dapil Sumut V dirinya dan 3
SKPD Provsu
telah mempersiapkan 3 titik kunjungan proyek pada setiap SKPD.
(MS/BUD)